Aku melihat ke sisi lain diriku. Berharap bahwa akan ada sesuatu di sana yang bisa membuatmu nyaman. Tetapi, bahkan jika aku mengubah seluruh dari diriku, aku bukanlah rumahmu. Karena sudah ada di ujung jalan sana rumah impian yang kau temukan.Ketika melihat kemeja yang baru saja kau kenakan sudah berada di dalam keranjang cuci, aku memungutnya dengan lelehan airmata yang membuat penglihatanku buram. Barangkali aku tak seharusnya mencari tahu lebih banyak atau tak perlu menambah lukaku yang sudah membusuk di dalam dada. Tetapi, tentu saja karena itu kamu aku akan selalu menempatkanmu pada tempat yang bahkan aku sendiri tak mampu untuk mengalahkannya.
Bahkan sebelum menyentuh kemeja putih itu aku sudah mampu menghirup aroma lain. Mana mungkin aku tak mengenali parfum apa yang kamu pakai. Dan kini aroma itu bukanlah yang sering hinggap di penciumanku ketika kamu bersiap untuk pergi. Sesuai dengan perkiraanku, bahwa yang kutemukan bukanlah lipstik berwarna merah menyala. Aku mendekatkan kemeja ke arah lampu dapur yang cukup rendah, aku tersenyum getir ketika mendapati bercak glitter menempel di sana. Kerlap kerlipnya membuatku ingin menangis dan tertawa bersamaan. Di sekon selanjutnya aku menemukan rambut panjang yang hinggap di sana. Aku hancur. Rasanya seperti jantungku dihantam oleh ribuan rasa sakit tak kasat mata yang kemudian membuat napasku sesak tak tertahankan.
Pikiranku kacau. Semuanya hanya terlihat seperti roll film yang memutar adegan dengan bayang-bayangmu yang berada di sana. Bahkan jika aku menutup mata, mengcengkeram rambutku dengan kuat, memukul kepalaku sendiri agar bayang-bayang itu tak memenuhi isi kepalaku. Tetapi, aku luruh, terisak seorang diri di atas lantai dingin yang menusuk kulitku dengan bayang-bayang samar itu terus menghantuiku. Tentang kamu dan dia. Tentang sentuhan hangat yang kalian miliki bersama.
Rasa sakit yang begitu kuat lantas menghampiri perutku yang seolah baru saja dihantam sesuatu. Aku menahannya sekuat tenaga hingga kesadaranku rasanya akan sirna sebentar lagi. Seisi rumah terasa berputar hingga membuat penglihatanku terasa hanya ada hitam dan putih. Dengan sisa-sisa kekuatanku aku beranjak sembari menutup mata erat-erat. Mengcengkeram perutku lalu berjalan tertatih untuk menyelamatkan hidupku dan hidupnya. Barangkali jika aku tak mampu bertahan kami akan berakhir di sini bersama penderitaan yang kupeluk erat. Di sisi lain diriku aku ingin menyelamatkannya. Aku ingin memeluknya dan ingin mengatakan jika dia tidak sendirian. Masih ada aku di sini, masih ada kasih sayangku di sini yang akan melindunginya apa pun yang terjadi.
"Kumohon kuatlah," isakku masih berusaha menggapai ponselku yang berada di atas pantry.
Aku menekan tombol satu dengan sisa-sisa tenagaku yang terkuras habis. Keringat dingin mengalir deras membasahi wajah dan tanganku yang bergetar hebat. Lalu, di detik selanjutnya yang kuingat saat itu hanyalah suara ponsel yang terjatuh dan suara Min Yoongi yang samar di seberang sana. Itu adalah hari di mana kamu pergi lalu tak pulang selama enam hari lamanya.
....
"Kau setidaknya harus memberitahu ibumu tentang keadaanmu saat ini," tutur Yoongi memecah hening hingga membuatku menatapnya sembari menggeleng pelan. Perihal kandunganku, hanya Min Yoongi yang tahu segalanya. Aku bahkan tidak memberitahu ibuku sendiri karena mungkin suatu saat nanti aku akan membuangnya dengan perasaan bersalah yang menganak sungai.
"Aku baik-baik saja. Jangan katakan pada siapapun, bahkan pada yang lain. Jimin sedang mengejar gelarnya, Taehyung juga sedang memegang proyek besar. Aku tidak mau mereka pulang ke Seoul hanya karena keadaanku yang menyedihkan," cicitku tak berani menatap mata Yoongi yang begitu tajam.
"Tch, itu kau tahu," ia berdecih lantas mencebik.
"Lagipula aku hanya stress berlebih,"
Aku hanya pasrah dengan air muka Yoongi yang sejujur biasanya. Apalagi yang bisa kulakukan ketika hanya dia yang bisa kumintai pertolongan ketika berada di situasi buruk seperti ini. Memberitahu orangtuaku hanya akan memperburuk segalanya. Aku tidak ingin mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tentang Hoseok, aku akan menyembunyikannya bahkan jika aku harus mati saat ini juga. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri jika apapun yang kualami dan apapun yang Hoseok lakukan padaku, aku akan menyimpannya rapat-rapat agar orangtuaku tidak mencampuri setiap keputusan yang kuambil dan tak merenggut hak suamiku untuk hidup dengan jalan yang ia pilih. Karena salahku telah menempatkannya hanya pada satu pilihan saat itu. Aku telah menghancurkan hidupnya hanya agar aku dapat memilikinya. Pernikahan ini seharusnya memang tak pernah terjadi.
"Apa yang akan kau lakukan ke depannya? Jangan bilang kau akan mempertahankan zigot itu dan hidup seperti orang gila," Yoongi menyilangkan kedua tangannya di dada sembari menatapku lurus, dia tengah duduk bersender di sebuah kursi yang baru saja ia seret entah dari mana. Aku yang terbaring lemah di atas ranjang berwarna abu-abu dan berstatus pasien pun langsung menciut karena secara terang-terangan dia menaruh rasa benci di setiap kalimat yang ia arahkan kepada sesuatu yang kini membuatku selemah ini.
"Kau tidak boleh bicara seperti itu." aku terdiam sejenak lalu menjawab dengan perasaan bersalah yang mulai bersarang di dalam dadaku, "..., kurasa aku akan menggugurkannya,"
Tak terasa airmataku meleleh. Baru saja aku melarang Yoongi untuk tidak berkata kasar. Tetapi, yang kini kulakukan malah jauh lebih buruk dan tak berperasaan. Aku kini berada di situasi yang begitu menyedihkan hingga untuk membuat keputusan saja aku harus berpikir ribuan kali. Di satu sisi aku menginginkannya bahkan jika semua orang di sekitarku menolak kehadirannya. Dan Yoongi adalah salah satu orang yang tak ingin aku mempertahankan kandunganku. Tetapi, di sisi lain aku tak mau suatu saat nanti anakku merasakan apa yang dulu Hoseok rasakan. Aku tak ingin dia terlahir dengan keluarga yang tak sempurna. Aku tak ingin dia menyaksikan bagaimana aku terpuruk dan tenggelam dalam rasa sakitku sendiri. Aku tak akan mampu memperlihatkan diriku yang gagal. Aku tidak bisa.
"Bagaimanapun itu, aku adalah orang yang akan mendukungmu, apakau mengerti? Sekarang istirahatlah, aku keluar sebentar."
Yoongi nyaris pergi. Lalu dia berbalik dan berkata,
"Cepatlah sembuh, apapun itu, kau tahu masih ada aku dan yang lain bersamamu,"
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Second | Jung Hoseok
FanfictionSiapa yang kedua? "Entahlah-" Jung Hoseok. ❤Gorgeous cover by @GENIUS__LAB