05_

90 54 13
                                    

   Cuaca tak bersahabat kali ini, hujan cukup deras mengguyur jalanan sepi tak ada satu orang maupun kendaraan lain berlalu lalang disini. benar benar sepi dihalte sendirian.

   Sementara matahari mulai tertidur digantikan senja yang berjaga, hampir saja gelap sepenuhnya tapi hujan tak kunjung reda juga. Ditambah kilat petir dan guntur yang memberikan lebih kesan dramatis dibagian cerita.

   Tak lama selang beberapa waktu, derapan sepatu pantofel mulai menambah hening yang dirasakan, rintikan suara hujan tak lagi kupedulikan yang kupedulikan sekarang adalah para pemilik hentakan kaki tersebut.

   Samar samar suara itu mendekati gendang telingaku, semakin memperjelas suara yang kuperhatikan selama ini.

   Semakin mendekat dan mendekat, kulihat para tentara jepang jaman dulu sedang melintas dihadapanku, seperti mereka tak mempedulikanku atau bisa saja mereka tak melihat keberadaanku

   Darah segar mengucur disepanjang jalan bercampur dengan air hujan bahkan tiba tiba saja darah itu ada dibangku halte tempatku duduk, sungguh aneh bukan.

   Kulihat kembali jalanan, ternyata pasukan barisan para tentara itu telah habis melewati pandangan mataku.

   Jalanan kini sunyi sepi melanda kembali, tapi anehnya darah darah itu tak kunjung juga pergi terbawa arus hujan saat ini, mungkin saja darahnya permanen atau hanya sekedar cat merah semata. Entahlah yang jelas aku amat sangat terusik dengan hal itu.

   Beberapa menit kemudian derapan itu kembali lagi tapi anehnya tak ada satu pun para tentara itu melintas dihadapanku.

   Lagi lagi derapan itu semakin menjadi jadi, dan anehnya tidak ada satu pun para tentara itu kembali.

   Hujan masih setia menemani malam mencekam ini. Arah dari belakang seperti ada tetesan benda cair kupikir itu hanya air hujan karena atap halte memang agak bocor.

  Tetesan demi tetesan itu mengucur dileherku, mulai kucium bau amis darah yang menusuk hidungku. ada rasa kaget yang kurasakan saat mengetahui darahlah yang sejak tadi menetes terus dipunggung leherku.

   Hatiku tak karuan melihat kejadian aneh ini, kuberanikan diri menatap atas halte dimana darah itu berasal, dengan kikuk sangat sangat kikuk kumelihat seorang dengan memakai jubah hitam disertai dengan para tentara tadi yang melewatiku begitu saja, orang berjubah itu memimpin barisan sigap para tentara.

   Tanpa aba aba, secepat kilat aku melarikan diri dari orang berjubah dengan membawa tongkat iblis itu, ia seperti.. malaikat maut. Mungkin?

   Sialnya, batu besar dihadapanku mengganggu jalanku, akibatnya aku oleng dan sukses membentur batu tajam sialan ini, aku tersungkur dengan darah yang kemana mana tercampur dengan aliran air hujan yang menggenang.

   Yang terpenting aku bisa menghindari mereka, Oh tidak ... saat ku arahkan pandanganku disitu kaki kaki perkasa menungguku, aku arahkan kembali pandanganku semakin keatas dan tongkat malaikat maut itu sukses melayang kepenglihatanku, dan aku tak sadarkan diri saat itu juga.

   Perlahan rintikan hujan mulai membasahi wajahku, juga perlahan tapi pasti itu membuatku sedikit terganggu bahkan sangat terganggu,

  "Bangun begoo!!" sebuah suara serentak membahana kesebuah ruangan, kamarku.

   Sialan amel, Sindi dan Atha membangunkan ku dengan cara sadis seperti ini, tak ada rasa kemanusiaan sedikit pun.

   "Sekolah woy, udah siang njing!!" teriak atha pas didepan gendang telinga gue disertai guncangan sialan itu, dan sekarang sindi pun sedang ikut ikutan mengguncang tubuh gue.

menjelajah waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang