V

1.1K 16 3
                                    

Pengenalan Pak Hari terhadap sekolah, rekan-rekan guru dan murid makin hari makin bertambah. Sekarang ia tahu bahwa ada semacam kelompok pertemanan kecil di antara guru-guru. Semacam kelompok informal. Dua atau tiga orang guru, ia dapati, suka sekali mengobrol di jam-jam istirahat. Menyendiri dengan kelompoknya.

Dan yang mengherankan hatinya adalah kepala sekolah ternyata punya kelompok tersendiri. Pak Hari diam-diam mengamati Bu Meli, kepala sekolah, sering memanggil beberapa rekan guru ke kantornya. Entah urusan apa. Tapi yang ia ketahui adalah Bu Meli selalu memanggil guru-guru yang sama. Dalam pandangannya, rekan-rekannya tersebut merupakan "teman dekat"nya Bu Meli. Bahkan pertemuan informal itu, pertemuan sang kepala sekolah bersama orang-orang dekatnya, terjadi di ruang kepala sekolah sendiri. Ceritanya begini: sewaktu Pak Hari ingin ke ruang kepala sekolah untuk urusan tanda tangan pada perangkat pembelajarannya, ia heran beberapa guru sedang mengobrol santai dengan Bu Meli. Di sana ada Bu Lina, Bu Rani, Bu Juwita, dan juga ada Pak Aldo. Padahal seharusnya rekan-rekannya itu berada di ruang guru bersama dirinya karena memang mereka sedang tidak ada jam mengajar. Pantas saja ia sendirian di ruang guru, pikir Pak Hari. Sementara guru lainnya sedang mengajar di kelas.

Sekarang hari Minggu. Libur. Pak Hari bersantai sejenak di beranda depan. Matahari sedang berjaya di langit biru. "Kenapa melamun, Pak?" Hari kaget. Budi tiba-tiba datang tanpa diketahuinya. Kontrakan sedang sepi. Penghuninya sedang bepergian. Kecuali Budi dan Hari.

"Ada yang aneh," Pak Hari menjawab setelah beberapa saat menyingkirkan kekagetannya.

"Apanya yang aneh?"

"Itu...waktu itu," kata Pak Hari sambil berpikir, "saya perhatikan Bu Lina, Bu Rani, Bu Juwita, dan Pak Aldo sering sekali ke ruang Bu Meli. Kok bisa ya? Kan harusnya ruang kepala sekolah tidak sembarangan digunakan untuk hal yang tidak penting."

"Ada urusan penting yang harus dibicarakan mungkin."

"Ah masa sesering itu. Tidak mungkin. Kalau pun penting kenapa guru lain tidak diajak?"

"Memangnya Pak Hari tahu apa yang dibicarakan?"

"Tidak. Tapi aneh saja rasanya. Soalnya saat saya masuk semua tiba-tiba terdiam. Terus sesaat setelah saya tutup pintu meninggalkan ruangannya, sayup-sayup terdengar mereka tertawa."

"Pak Hari lagi sensi kali saat itu," Budi mencandai temannya itu sambil tertawa.

"Tapi tetap saja aneh..." Pak Hari berusaha tidak ikut tertawa. Ia sedang ingin mengatakan sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan.

"Begini Pak Hari, memang di sekolah kita ini, mungkin juga di sekolah lain, selalu ditemukan kelompok pertemanan kecil. Entah untuk bergosip atau apalah itu namanya." Pak Budi menjelaskan apa yang ia ketahui tentang organisasi informal dalam sekolah. "Kelompok-kelompok ini berbahaya kalau hanya membicarakan keburukan orang lain," sambungnya.
"Setuju,"
Pak Hari menanggapi.

"Nah menurut kabar 'entah dari mana', Bu Meli memang punya kelompok tersendiri. Ya, itu tadi, yang Pak Hari sebutkan nama-namanya. Mereka memang orang-orang dekatnya Bu Meli."

"O begitu."

"Iya. Bahkan mereka berani loh bersekongkol, biasa, untuk cari muka ke yayasan," Budi menjelaskan sedikit yang ia ketahui, "Pak Hari tahu waktu Pak Hasan tanpa sengaja menghilangkan uang kegiatan pensi?"

"Iya saya tahu, yang tujuh jutaan, bukan?"

"Iya. Nah karena kebetulan Pak Hasan dekat dengan Bu Meli dan kelompoknya, masalah kehilangan uang tersebut tidak sampai ke yayasan. Padahal kita semua tahu bagaimana koordinator yayasan soal uang. Ketat. Siapa yang menanggung? Pak Hasan sendiri, kan? "

"Memangnya Bu Meli dan kawan-kawan tidak ikut membantu?"

"Tidak. Mana mau mereka? Saya kasihan sama Pak Hasan. Padahal kalau disampaikan ke yayasan mungkin bisa dilacak siapa yang mengambil uang tersebut. Di sekolah kan ada cctv."

"O begitu ceritanya." Hari sekarang memahami kelompoknya Bu Meli.

Waktu sehari berjalan begitu singkat. Malam pun tiba. Pak Hari di kamarnya sedang menelfon bapak-ibunya. TV dibiarkan menyala terus dengan volume suara kecil. Semua ia ceritakan. Tentang Pak Budi, sekolah, murid-muridnya, juga tingkah laku guru-guru. Tidak lupa ia juga menanyakan kesehatan dan kondisi bapak-ibunya.

Sebelum tidur, Pak Hari merenung. Ia teringat waktu masih mengajar di kampung. Betapa akurnya guru-guru di sana. Meskipun terdapat selisih paham, tapi selalu diselesaikan dengan baik. Gedung sekolahnya sederhana. Halamannya sering becek kalau diguyur hujan. Namun ia menyukai suasana di sana.

***

Selesai

Guru Baru dari DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang