1

1K 36 0
                                    

Ternyata orang yang mengadopsiku adalah penjahat kelas kakap. Ia sengaja mengadopsi anak-anak untuk di jadikan senjata pembunuh. Anehnya seluruh anak tunduk dan patuh padanya tak terkecuali aku. 

Sejak hari pertama aku tiba di rumah orang yang mengadopsiku. Aku bersama anak-anak yang lain langsung diberikan latihan fisik tiada ampun. Selama 3 bulan kami menjalani latihan fisik yang begitu berat untuk anak usai 13 tahun, dan banyak di antara kami yang mati konyol. Saat memasuki bulan ke 4 hanya 10 anak yang sanggup bertahan termasuk aku. 

Ketahanan fisikku memang lebih unggul di banding yang lain. Meskipun culun bukan berarti aku lemah. Pertengahan bulan ke 4 kami bersepuluh di ajarkan berbagai macam tehnik beladiri setelah kami semua menguasai tehnik bertarung dengan tangan kosong, selanjutnya kami di ajarkan berbagai macam tehnik bersenjata. 

Aku mulai lupa dengan diruku dan menikmati setiap detik latihan yang di suguhan oleh pendamping khususku. Aku juga memiliki teman sekamar yang selalu berbagi cerita denganku. Selama latihan akulah yang paling hebat di antara semuanya. Aku merasa ini sebagai permainan menantang adrenalin kerena latihan kami bahkan lebih berat dari latihan militer. Jika kepala kami di pukul menggunakan botol bir, itu tidak ada apa-apanya di mata kami. 

Setelah memasuki tahun ke 2 kami di latih secara berpasangan dengan teman sekamar kami sendiri. Aku dan teman sekamarku bisa di bilang yang paling hebat dari yang lain. 

Orang yang mengadopsiku biasanya di panggil Ayah oleh kami begitu menaruh perhatian besar padaku dikarenakan aku yang paling hebat di antara yang lain. Kini aku melepaskan kacamata dan gaya culunku berubah menjadi seorang yang bahkan aku sendiri pun tak dapat mengenalinya. 

3 tahun telah berlalu kini aku di hadapan pada sebuah tes berat yang tak mampu aku hadapi. Tes itu harus aku lalui sebelum memulai tugas pertamaku. 

Tes tersebut adalah saling membunuh antara teman terdekat selama berada di sana. 

"Wir kamu harus berhasil membunuhku agar kamu dapat melanjutkan hidup dan membalaskan dendammu" bisik temanku saat hendak masuk ke arena. 

Aku hanya diam tak berkutik. 

Pertarungan pun di mulai kami di isinkan memilih sebuah senjata. Aku memilih mengambil double stik agar dalam pertarungan aku tak melukai lawanku, sementara teman ku mengambil sebilah pedang. Pertarungan sengit berlangsung lama aku berhasil di kunci oleh temanku, saat ia hendak membunuhku tiba-tiba pelatih yang selama ini mendampingiku berteriak. 

"Wir ingat mengapa kamu bisa berakhir di tempat ini".

Entah mengapa kata-kata itu mampu menyihirku. Dalam hitungan detik pedang yang hampir menghujam dadaku telah berpindah dalam genggamanku dan dalam sekejap mata kepala temanku telah tanggal dari tubuhnya. 

Aku memenangkan pertarungan namun aku benar-benar telah kehilangan diriku setelah kematian temanku itu. Saat ini aku berubah menjadi sesosok orang yang dingin tak berperasaan. Satu bulan kemudian aku di tugaskan untuk membunuh seorang pejabat bersama anggota kepercayaan ayah. 

Malam pun tiba kami beraksi dengan bantuan orang dalam kami berhasil masuk ke dalam rumah korban dengan mudah. Dalam hitungan detik aku telah menupas habis seluruh anggota keluarga dengan begitu keji terkecuali anak gadis yang tengah bercengkerama dengan anak buah kepercayaan ayah. Aku merasa jengah melihat kelakuan mereka sehingga memutuskan untuk membunuh keduanya. 

Tugasku selesai aku pun kembali dan melaporkan semuanya kepada ayah tanpa di kurang-kurangi maupun di lebih-lebihkan. Ayah sangat puas dengan hasil kerjaku, ia mengangkatku menjadi tangan kanannya. 

3 tahun sudah aku menjadi pembunuh. Entah berapa ratus nyawa yang telah kurenggut dengan keji. 

Setelah berusia 20 tahun ayah mengirimku ke jepang atas permintaan seorang bandar besar di sana. Aku berangkat bersama 5 orang temanku. Setelah tiba di jepang seorang anak lelaki berusia 2 tahun lebih mudah dariku menjemput kami. Bila aku memandang matanya, darahku seolah mendidih. 

 Teringin rasanya aku menerjang anak itu namun berusaha aku tahan mengingat statusku seorang asing di tempat ini. Meski telah menjadi pembunuh namun adab masih ternam dalam diriku. Sifat waspada dan kehati-hatian tertanam baik dalam jiwa seorang pembunuh sepertiku. 

Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam aku tiba di sebuah rumah mewah bergaya klasik. Saat masuk kudapati pemilik rumah tengah rapat bersama rekan-rekannya. Tak sengaja mataku menagkap sesosok manusia biadab yang telah merenggut nyawa kedua orang tuaku. Dia adalah salah satu di antara 3 orang pelaku pembunuh orang tuaku. Aku masih mengingat  jelas seperti apa cara mereka membunuh.

Wira  (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang