3

742 30 0
                                    

Hari itu kami langsung bertolak ke Malaysia. Dalam pesawat aku melihat Arian bertukar informasi dengan seorang pramugari. Tapi aku tidak ambil pusing dan segera duduk di bangku yang telah kami pesan. 

 Setelah menempuh perjalanan udara kami melanjutkan dengan perjalanan darat. 5 jam kemudian kami telah tiba di ibukota. Aku segera mencari makelar mobil sementara Arian hilang entah kemana. Setelah membeli sebuah mobil yang kuketahui bahwa itu adalah hasil curian. Tiba-tiba handphoneku berdering. 

"Wir kamu dimana?" Tanya si penelfon yang ku ketahui adalah pelatihaku.

"Ada apa Sir? " tanyaku. 

"Berhati-hatilah karena bos besar mengirim seorang wanita untuk membunuhmu" ucapnya. 

Dan tak lama kemudian terdengar suara tembakan. 

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi? " tanyaku dalam hati.  

Pikiranku mulai kacau dan menaruh curiga pada Arian. Untuk berjaga-jaga aku segera mengganti nomor sementara nomor yang lama aku patahkan. 

Saat sedang mencari penginapan tak sengaja kudapati Arian tengah di pukuli oleh seorang gadis langsing berambut ikal beserta 5 orang ajudannya. 

Saat gadis itu hendak menembak mati Arian, aku segera memacu mobil dengan kecepatan penuh. Serta-merta mereka semua menyingkir. Aku segera menarik Arian masuk ke dalam mobil. 

"Kenapa kamu menolongku" tanya Arian yang setengah sekarat. 

"Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu" jawabku. 

"Sial rem mobil ini blong" gumamku sambil memukul stir. 

Karena tak mampu mengendalikan mobil dengan kecepatan penuh tanpa rem akhirnya aku menabrak sebuah gedung tua.

"Wir kamu ingin menyelamatkan atau membunuhku?" Tanya Arian saat bamper depan mobil telah hancur tertubruk. 

"Membunuhmu! Cepat keluar sebelum terpanggang dengan mobil itu" jawabku setelah keluar dan menjauh dari mobil. 

Tak lama kemudian mobil pun meledak dan terbakar. 

Aku segera memapah Arian dan menghancurkan handphonenya. Kemudia menuntunnya mencari penginapan. Setelah berjalan cukup jauh aku menemukan kontrakan kumuh, tanpa pikir panjang aku langsung menyewanya meskipun aku tidak kerasan tinggal di tempat seperti ini. Setidaknya tak ada yang akan melacakku di tempat ini. 

Setelah masuk aku segera mengunci pintu dan melancarkan berbagai pertanyaan kepada Arian. 

"Sebenarnya aku di tugaskan untuk Membunuhmu oleh wanita yang memukuliku tadi dan yang membocorkan persembunyian kita saat di Jepang adalah aku. Tujuanku mengajakmu ke sini adalah untuk menjebakmu bertemu dengan wanita tadi namun kamu tiba-tiba menghilang entah kemana. Akhirnya aku di pukulnya karena mengira telah berkhianat dan bekerjasama denganmu. Sebenarnya aku tidak ingin melakukannya tapi karena ancaman mereka untuk membunuh kekasihku membuatku tak kuasa menolak perintahnya" jelas Arian panjang lebar. 

"Lalu apa keputusanmu sekarang? " tanyaku.

"Entahlah, semangat hidupku telah hilang. Mereka telah membunuh kekasihku yang merupakan alasan kenapa aku masih hidup hingga saat ini" jawabnya. 

Aku hanya terdiam mendengar jawabnya setidaknya kutahu saat ini dia tak berkeinginan untuk membunuhku. 

Tiga hari kemudian kuputuskan untuk berjalan-jalan melepas penat. Saat kembali ke kontrakan bukan main kagetnya aku. Rumah berantakan bak kapal pecah aku pikir wanita sialan itu telah mengetahui persembunyianku dengan Arian. Aku segera mencari sosok Anak itu untuk memastikan dia masih hidup atau tidak. Setelah menysuri seluruh ruangan kudapati Arian tengah terkapar tanpa goresan sedikit pun. 

Aku segera membangunkan Arian dan bertanya. 

"Apa yang terjadi aku pikir kamu telah terbunuh oleh mereka". 

Bukannya menjawab Arian malah tertawa terbahak-bahak. 

"Tadi itu tetangga sebelah menitipkan anaknya, karena aku kasihan jadi kuterima. Apesnya anak itu bandel bukan main, karena ulahnya lah rumah jadi berantakan" jelas Arian di sela tawanya. 

"Apa! Wahahaha....".

"Kenapa kamu tertawa" tanya Arian. 

"Habisnya lucu seorang pembunuh kelas kakap menjadi pengasuh bayi" jawabku. 

"Dia bukan bayi, usianya 5 tahun!" celetuk Arian kesal. 

Keesokan harinya terdengar suara pintu rumah di ketuk aku pun segera membuka pintu dan kudapati seorang wanita menenteng tangan gadis cilik berusia kira-kira 5 tahun. 

"Maaf anda sedang mencari siapa? " tanyaku sopan. 

"Arian ada?" Tanyanya. 

"Ada, silakan masuk" jawabku sambil berlalu. 

"Hey calon istri lo manggil tuh" ujarku di hadapan Arian. 

"Maksud kamu? " tanyanya.

"Itu loh ibu anak kecil yang kemarin yang..." belum selesai aku berucap Arian sudah melompat keluar. 

"Pantesan aja mau jagain anaknya orang ibunya cakep begitu" gumamku. 

Tak lama kemudian Arian pun masuk sambil menggendong Ara. 

"Ayah anak kompak yah sampai namanya juga hampir sama" ledekku. 

"Kenapa sih sirik amat" timpalnya. 

Hari-hari kami lalui dengan Ara yang makin lengket aja dengan Arian. 

Wira  (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang