Pada Luka, Kutitip sua

8 3 0
                                    

16:53

Motor Kawasaki klx 150 berhenti pada rumah bercat biru pudar, mengantarkan pemiliknya, perempuan yang duduk di belakangnya. Ifa dan Bayu kemudian turun dari motornya.
Rumah itu terlihat sepi, mungkin karena penghuninya sedang membenahi rumah atau membereskan sebagian rumah yang berantakan. Kemudian Bayu melepas helmnya, dan melepas helm Ifa, Bayu melirik rumah tersebut matanya mengelilingi hampir setiap sudut rumah terlebih halaman yang dipenuhi bunga lily dan matahari.

"Pada kemana penghuninya, ini rumah sepi amat?"

"nggak tau Bay, mampir dulu nggak?"

"Hmm... Nggak usah deh, udah sore aku langsung pamit aja ya, bye..."

"Bye..."

Setelah Bayu melajukan motornya, Ifa segera bergegas masuk kedalam rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah Bayu melajukan motornya, Ifa segera bergegas masuk kedalam rumah.
Ibu udah nyampe belum ya, hm tau deh. Ifa segera menepis pikiran buruknya, Ifa tau akan ada yang berantakan dalam kamarnya, orang yang paling ia benci, Georgia. Ifa memanggilnya Gia.

Ifa membuka pintu yang kemudian disambut baik oleh nenek, Ibunya dan Gi tentunya disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ifa membuka pintu yang kemudian disambut baik oleh nenek, Ibunya dan Gi tentunya disana.

"Eh... Wes teko iki cah ayu"
Neneknya menyambutnya dengan logat jawa yang kental,senyum yang manis dan pelukan yang hangat.

"Iya nek" jawabnya singkat kemudian menyalami nenek dan ibunya kemudian membuang muka pada Gia.

"Ifa gerah, mau mandi dulu ya" Sambungnya.

Ibunya sergap memegang tangannya, merangkul putri kesayangannya.

"Kenapa bu? Ifa capek, lain kali aja" tuturnya sangat cuek, namun begitulah sikap Ifa sepanjang bertemu dengan Ibunya. Kemudian Ibunya segera memeluk Ifa. Pelukan yang Ifa rindukan selama ini, pelukan yang bukan lagi miliknya.

Ifa meronta, Ibunya masih tetap berteguh hati memeluknya.

"Nak, dengerin Ibu dulu, Ibu sayang sama kamu nak. Kamu harus percaya, sebilah hati Ibu adalah milikmu. Obat luka yang menapak pada hati Ibu adalah kamu. Sayang, Ibu cuma mau kamu jadi perempuan yang baik, nak".

Air mata Ibunya meronta ingin keluar bersama peluknya yang akan buyar, Ifa meronta ingin melepas pelukan Ibunya.

"Heh dasar gatau diri, lo tuh emang nggak pantes di banggain. Masuk Universitas aja syukur lo!" suara ketus Gia berhasil membuat Ifa semakin kesal.

"Jangan ikut campur kamu, perusak. Tahu apa tentang hidupku! " Katanya sengit pada Gia, dengan Gia yang menyilangkan tangan dan membuang mukanya.

"Harusnya Ibu dulu nggak nikah sama Ayah! Biar nggak ada aku disini, biar nggak ada aku dipelukmu. Apa untungnya ada aku, kalo ibu cuma banggain dia anak bungsu kesayangan ibu, anak yang masuk ke Universitas negeri ternama, anak yang sudah jelas IPnya lebih tinggi dariku".

Astaga Ifa kamu bicara apa sih?! 
Di balik ucapan kasarnya, hatinnya seolah berteriak sangat sakit sekali.

"Sudah lepaskan, aku mau masuk kamar. Sangat muak aku melihat rumah penuh drama" sambungnya.

"Ifa, tunggu nak"

Berhasil, air mata itu lolos, mengalir pada pipi yang sudah lama tak ia usap sebab ia enggan menangis bila hanya masalah sepele.
Ibunya hanya berdiam diri di depan tv ditemani Nenek Ifa yang mengelus pundaknya kemudian disusul pelukan oleh Ibu Ifa, dengan tv yang masih menyala perempuan itu tenggelam pada peluk ibunya. Merenung, merutuki dirinya sendiri. Penuh penyesalan.

Sementara Ifa enggan memperhatikan semua yang ada di rumah, ia lekas ke kamar untuk membenahi tubuhnya.

Setelah selesai membenahi tubuhnya. Ifa segera menyambar buku dan pena kesayangannya, lalu mulai bersyair.

Tuhan,
Maaf, bukan maksudku tuk menyakiti surgaku
Aku hanya meminta hakku
Aku ingin bahagia
Aku ingin memeluknya secara cuma-cuma
Bahkan, bukan karena inginnya
Inginku.
Aku ingin seperti samudera dengan ombaknya
Aku ingin menjelma anyaman yang merangkul tanpa memaksa.
-19 April 2019

Diary singkat yang ia tulis, ia ingin tenang malam ini. Ingin pergi ke kedai Bang Jer, membawa buku kesayangannya. Membacanya kemudian tenggelam dalam sepi.

"Bang Jer" panggilnya,

"Ehee Mbaknya kopi apa malam ini? " senyum lelahnya tergurat meski berat.

"aku latte ya Bang Jer"

Bang Jer ini asalnya dari Jakarta kemudian membuka kedai di Yogyakarta, awalnya memang ia mempunyai karyawan tetap sebagai penggantinya namun sayangnya sudah keluar dengan alasan akan menuntut ilmu di kota.

Aku mulai membaca buku yang ku bawa, namun niatku yang ingin membaca tiba-tiba hilang, aku ingin menulis saja sepertinya. Pikirnya.

"kopi latte datang bukan untuk disayang, silahkan di minum nona" kata Bang Jer membawa kopi latte buatannya yang juga dikenal sebagai barista ditempatnya.

"Thanks tuan"

Ifa hanya sedikit tersenyum, diperlakukan bak tuan putri.

Malam ini aku benar-benar ingin menepi dari segala hal yang kuhadapi, ingin mengunjungi hayalan yang belum pernah ku kunjungi barangkali aku ingin; Mengarungi Samudera dengan kapal terbaikku.

Ia memejamkan matanya, 99% dirinya melayang pada hayalnya, dan 1% adalah raganya, dirinya benar-benar hilang.

Beberapa menit kemudian...

Ia membuka matanya di dapati selembar kertas putih dan pulpen tinta biru diatasnya. Tentu, itu bukan miliknya.

Siapa yang menaruh ini disini?

Ifa bertanya-tanya kebingungan.

Terlihat Bang Jer sedang memperhatikannya,

"Itu sengaja kusiapkan untukmu nona, untuk menuangkan segala gundah gulana pada hatimu. Aku tahu kau sedang marah pada realita" katanya tersenyum,

"Terimakasih Bang Jer, kau bisa kembali ke tempat"

"Siap nona" Tangannya mengangkat bak Paskibraka,
Kemudian keduanya tertawa renyah.

----

Love u always 💓
Vote & Comment.

Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang