Percaya atau tidak. Di umurku yang sudah mendekati empat puluhan ini. Aku masih mengalami mimpi buruk. Mimpi buruk yang berulang. Mimpi buruk yang ditakuti oleh anak berusia lima tahun. Yang masih takut dengan apa yang ada di bawah tempat tidur.
Tidak bisa kupingkiri bahwa aku takut. Karena rasanya, aku sudah tidak bisa merasakan kehidupan lagi. Kehidupan selain ini. Kehidupan dalam mimpi. Semua yang aku lalui selalu sama. Berawal dan berakhir sama. Jika aku masih bisa mengingat awalnya mungkin akan lebih baik. Tidak, ini juga tidak berakhir. Konsep awalku salah. Inilah kehidupanku. Bukan sebuah mimpi. Tapi terlalu menakutkan untukku menyadari bahwa ini adalah kenyataan.
Aku sudah hidup lama dalam kawasan Hutan Singkir. Bisa dibilang ini adalah tempat tinggalku sekarang. Tempat ini cocok denganku. Aku memilihnya, dan dia menerimaku. Pertama kali aku masuk ke dalam Hutan Singkir adalah saat hujan. Aku mencari tempat terdekat untuk berteduh. Para pohon melindungiku. Dahan mereka selalu mengikuti kemanapun aku pergi untuk memayungiku. Aku merasa mereka hidup, untukku. Dan juga sebaliknya.
Di umurku yang kedua puluh, aku memutuskan untuk menetap di sini. Sebagai alasan pekerjaan, aku menghindari banyak orang dan hidup menyatu dengan alam. Bukan berarti aku pertapa yang penyendiri, aku berpatroli berkeliling hutan setiap hari. Aku baru tahu bahwa hutan yang kulewati dulu dan yang kutinggali sekarang angker. Banyak orang hilang. Tersesat dan tidak pernah kembali. Kendaraan yang melintas juga berkurang antara yang masuk dan keluar. Anehnya tidak ditemukan bangkai bus atau truk yang kecelakaan.
Bisa dibilang aku di sini sebagai pawang, penunjuk jalan. Aku tidak pernah sekalipun tersesat atau salah jalan. Dari awal orang-orang menganggapku aneh karena masuk hutan sendirian. Lalu mereka terkejut saat menemukanku ternyata kembali. Tidak bisa kusalahkan mereka, aku juga tidak tahu alasan apa yang mendorongku untuk masuk hutan daripada berteduh bersama mereka. Semua terjadi begitu saja. Mungkin ini adalah takdir yang mempertemukan kami.
Aku bekerja tidak mengenal waktu. Dari pagi sampai sore, aku harus selalu berjaga. Meskipun kawasan hutan ini sepi. Tapi tidak sedikit orang yang nekat menerobos lalu tidak diketahui kabarnya lagi. Siang kalau lagi ramai-ramainya. Saat matahari memuncak dan orang berani lewat. Aku berjaga di pos khusus untuk beristirahat, lalu berpatroli sendiri kalau sedang senggang. Aku mengawasi jika ada orang baru yang belum mengenalku mau lewat. Orang-orang yang sering lewat hutan ini selalu mencariku untuk sekedar menemani lewat. Untuk cari aman, kata mereka.
Pada musim hujan makin jarang orang lewat. Faktor cuaca memang sangat berpengaruh jika di dalam hutan. Aku jadi sering menghabiskan waktu untuk berkeliling. Bukan untuk mengawasi atau mencari orang. Tapi untuk sekadar jalan-jalan, menyendiri, menikmati alam.
Kadang aku teringat kejadian pertama kali aku ke sini. Mencuri harap untuk itu bisa terjadi kembali. Aku cinta hutan, dan aku tidak mau menyakitinya. Jadinya aku tidak pernah kendaraan bermotor selain pertama kali masuk ke sini. Saat kuputuskan untuk menetap, aku pergi kemari dengan menggunakan sepeda gunung. Aku tampak cocok dengan itu dua puluh tahun lalu. Tapi sekarang aku seperti kakek-kakek yang berolahraga tiap pagi.
Tidak tiap pagi, aku megayuhnya sepanjang waktu. Dari pagi sampai sore. Sepedaku sampai kupasang lampu berdinamo, agar bisa menyala saat malam. Setelah kukelilingi hutan ini berkali-kali, rasanya jarak antar semuanya menjadi kecil. Sudah seperti taman bermain pribadiku.
Waktu itu, tidak ada orderan sama sekali. Aku menunggu di pos dengan sangat bosan. Memang hari itu mendung sepanjang hari. Tidak bisa dibedakan mana pagi, siang atau malam saat tidak ada matahari. Tapi saat itu, aku tahu kalau kejadiannya adalah sore hari. Aku berpatroli dan menemukan ada yang aneh di depanku. Dengan cahaya yang sedikit oleh lampu sepeda, aku berhenti dan mencari senter. Sore itu, aku menemukan sebuah mayat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayat di Sore Hari
Science FictionKonon, Hutan Singkir dikenal sebagai hutan penerima jiwa yang tersesat. Seorang pria bernama Musa, tidak diketahui sebabnya, bisa menjelajahi Hutan Singkir tanpa pernah tersesat. Dipercaya oleh penduduk sekitar, Musa menjadi polisi hutan dan mengawa...