Lucid dream. Tersadar oleh sesuatu, ini hanyalah mimpi. Aku yakin, tidak salah lagi. Semua yang ada dihadapanku adalah semua yang aku inginkan. Bagaimana otak dan hatiku bekerja sama membuat harapanku menjadi nyata. Aku berada dalam dunia mimpi dan aku mau bangun.
Dalam lucid dream, orang dapat mengendalikan seluruh dunia mimpi yang dimilikinya seorang. Menggerakkan awan, menggeser gunung, menghempas laut, bahkan mengendalikan orang lain. Semua harapan indah itu, aku muak dan membuangnya. Di sekitarku hanya ada kegelapan. Hanya ada aku. Meringkuk di tengah suatu medan. Tanpa bergerak. Aku adalah benda diam. Benda diam yang tidak akan pernah bergerak. Otakku sudah berhenti berputar.
Aku tidak dapat mengendalikan mimpiku. Hal itu disebabkan karena otakku terus bekerja. Tanpa henti. Di luar batas. Di luar pengaruh dari hati kecilku. Yang sedari tadi terus merengek seperti anak kecil. Aku bisa dikatakan bangun. Karena meskipun dalam mimpi aku masih mempunyai kesadaran utuh. Tidak kubutuhkan dunia tanpa satupun partikel. Aku membutuhkan dunia lain, partikel yang lain. Yang dapat mempengaruhi aku. Yang akan menumbukku dan membuatku tergerak. Ini payah, sebuah benda tidak akan bergerak kecuali diberi gaya oleh benda lain.
Kehilangan keseimbangan dari dunia. Aku jatuh. Entah aku bergerak ke atas atau ke bawah, yang pasti kepalaku berada di bawah dan terus bergerak. Mendatangi suatu garis, lalu merobeknya keluar. Aku terbangun dari mimpiku.
Dunia yang kulihat hitam adalah mimpi. Kini di depanku adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari batuan. Keras, berwarna biru gelap, dan meneteskan air. Tetesan kedua, kini aku menghindar, bangun. Kutemui seseorang yang menjadi satu dengan bayangan. Memberikan air dengan wadah keramik. Aku meminumnya, sudah lama tidak ada yang masuk ke kerongkonganku.
Tempat ini sangat gelap. Cahaya remang-remang dari dinding. Menembus bebatuan yang digigiti air. Tanah yang beralas batang kayu yang ditebang. Perabotan yang terbuat dari hasil hutan. Dari dalam, terlihat sebuah pintu masuk besar. Ini adalah sebuah gua. Lalu orang yang ada di depanku adalah orang yang sama. Ingatanku persis, tidak ada yang kurang, aku seratus persen bangun.
"Sudah kau bangun. Kini tak perlu basa-basi." Kata itu yang pertama dia katakan setelah menjebakku. Tapi alasan aku di sini pasti juga karena dia. Ingatanku terbelok ke jalur mimpi, aku tidak ingat apa yang terjadi pada tubuhku saat aku tidur. Meskipun aku dalam keadaan bangun di dalam.
"Tunggu, pak. Kamu orang mana? Bagaimana bisa tinggal di sini?"Tidak pernah satupun aku menemukan sebuah gua di hutan ini. Apakah ini kawasan yang berbeda. "Ini masih dalam Hutan Singkir, kan?"
"Bisa ya, bisa tidak. Janganlah kau pedulikan itu. Hidupmu lebih penting di sini." Percakapan ini akan menyangkut tentang keselamatanku. Dia sepertinya tahu apa yang telah terjadi padaku. Alasan kenapa aku mengulang hari kemarin. "Kau telah terjebak."
"Terjebak dalam apa?" Cetusku
"Dalam hutan, lah." Jawabnya cepat.
"Hutan Singkir?"
"Ya." Keberadaan kami masih dalam daerah yang sama seperti daerah yang kutinggali selama dua puluh tahun. "Hutan Singkir ini adalah hutan yang ganas. Sekali kena jebakan, tidak akan pernah bisa keluar."
"Lalu di sini?"
"Ini bisa dibilang di luar kawasan hutan singkir. Tapi masih di dalamnya."
Aku menggeleng. "Maksudnya?" tanyaku bingung.
"Hutan ini melingkari gunung. Kita berada di tengah kawasan itu. Di tengah lingkaran."
"Artinya kita terjebak."
"Itu yang kukatakan tadi." Mengajakku keluar. Kami berada di kaki gunung. Batuan terjal ada di atas gua yang tadi kumasuki. "Ikut aku. Kita masuk lagi." Tidak tahu apa alasanya, aku mengikutinya. Kami masuk ke dalam hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayat di Sore Hari
Science FictionKonon, Hutan Singkir dikenal sebagai hutan penerima jiwa yang tersesat. Seorang pria bernama Musa, tidak diketahui sebabnya, bisa menjelajahi Hutan Singkir tanpa pernah tersesat. Dipercaya oleh penduduk sekitar, Musa menjadi polisi hutan dan mengawa...