Deja vu. Mengulang kejadian kemarin. Apa yang sudah terjadi kemarin terjadi lagi sekarang kepadaku. Perbedaannya hanya pada perspektifku saja. Dan itu membuatnya menjadi mengerikan. Kejadian yang terjadi di depanku seperti sebuah sandiwara yang sudah kumainkan sekarang diperankan oleh orang lain. Sangat muak melihatnya. Hidup ini. Hari ini. Waktu ini. Adalah yang terburuk.
Mereka berdua pergi dengan menggunakan sepeda. Membuntuti mereka, jelas-jelas orang yang kemarin sudah mati. Lalu tadi pagi dia hidup lagi. Sekarang diriku menjadi dua. Mengambil alih peran yang kulakukan kemarin. Apa yang sudah terjadi? Tepat berapa kejadian yang menimpaku berkali-kali setiap waktu hari ini. Tanpa jeda istirahat.
Proses otopsi. Acara pemakaman. Diriku yang termenung insomnia. Aku mengawasi mereka dari kejauhan, melakukan hal yang sama dengan kemarin. Rasanya seperti mimpi, menonton semua terjadi begitu saja tanpa bisa melakukan apa-apa. Kulihat ke telapak tanganku. Aku bisa bergerak. Sekujur tubuhku masih dalam perintah otakku. Ini bukan mimpi, aku masih bisa melakukan pilihan.
Tengah malam. Tepat setelah semua orang terlelap di rumah masing-masing. Aku mengambil cangkul secara diam-diam di penyimpanan. Lalu menggali kembali kubur tersebut. Tanahnya masih sangat gembur, mudah untuk digali. Setelah setengah jam menggali, aku menemukan papan, liang lahatnya. Kubongkar, mencabutinya satu persatu. Dan di dalamnya, nihil.
Entah kenapa, aku sudah tidak terkejut dengan apa yang terjadi. Kejutan ini lama-lama membosankan. Wahai hari, kurasa kau harus mencoba lebih keras untuk selanjutnya. Kulempar cangkul ke tembok makam. Kutinggalkan bukti dari aksi kriminal yang akan terungkap besok. Rumah sakit jiwa, aku datang.
Memilih untuk menyerah daripada berusaha untuk membongkar misteri. Tinggalah aku di bawah pohon dengan kantung mata yang lebar. Jika beruntung aku bisa tidur. Menutup mata, berharap ada yang menemukan. Tidak seperti tadi sore, kini bulan terlihat sangat jelas, tanpa sedikitpun awan di langit. Hanya saja tidak bertemankan bintang.
Bergeser ke barat. Sebuah cahaya putih. Fajar menyingsing. Tanpa tenaga dan penuh kantuk. Aku seperti pasien sekarat yang menunggu ajal. Kalaulah aku bisa bertukar posisi dengan mayat tadi. Jika benar ini hari kemarin, aku yang lain pasti saat ini sama-sama tidak bisa tidur sepertiku. Lalu pagi nanti, masuk hutan, patroli pagi. Seterusnya, bertemu.
Yang kutemui kemarin pagi, sosok bayangan berlari menjauhiku tadi pagi. Jika sosok itu adalah sosok yang sama dengan si mayat. Tidak mungkin, aku melihatnya baru keluar tenda setelah patroli saat itu. Arahnya juga berlawanan dengan arah keluar hutan. Apabila aku mengikuti apa yang kulakukan kemarin, mungkin aku bisa mengetahui sosok itu. Mengejarnya, dan kalau ada orang yang sama. Mayat hidup itu akan kubunuh lebih awal.
Berdiri membersihkan tubuh. Aku melihat ke arah makam. Kekacauan yang tadi kubuat. Sekarang sudah rapi kembali seperti semula. Aku kembali ke hari kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayat di Sore Hari
Science FictionKonon, Hutan Singkir dikenal sebagai hutan penerima jiwa yang tersesat. Seorang pria bernama Musa, tidak diketahui sebabnya, bisa menjelajahi Hutan Singkir tanpa pernah tersesat. Dipercaya oleh penduduk sekitar, Musa menjadi polisi hutan dan mengawa...