Mayat di Sore Hari 05.0

32 6 0
                                    

Melihat aku pagi yang bangun dari rumah. Dengan muka tidak tidur semalam. Aku berangkat lebih awal, aku harus mendahuluinya. Sosok itu, yang kukejar. Mengambil jalan pintas dari jalan utama. Jika kemarin aku berdiri melihatnya sejauh lima puluh meter dari tempat kejadian. Aku harus sampai di tempat itu.

Pada waktu dan tempat seperti yang kuperkirakan. Tidak ada orang sejauh aku memandang. Mengelilingkan bola mata ke sana kemari. Aku terlalu cepat. Aku juga tidak melihat aku yang lain di tempat lima puluh meter dari sini. Akan mencurigakan jika orang itu melihatku lalu mencari jalan lain. Jadi aku memanjat pohon.

Tanpa tidur dua hari, entah darimana aku mendapatkan energi ini. Mungkin dari semangat. Atau dari nafsu. Orang yang melakukan ini harus membayar. Hanya itu yang ada di pikiranku. Sekitar tiga puluh menit tidak ada pergerakan, aku melihat orang dengan sepeda di jalan utama. Itu aku, masih mengayuh. Mengamati sekitar, tidak ada tanda-tanda orang yang kucari.

Turun dari pohon menghantam tanah. Melihat orang lain berjarak sangat dekat, lima meter. Kami bertatapan sesaat. Sosok bayangan hitam. Orang dengan pakaian serba hitam. Jaket kulit, celana hitam panjang, sabuk, tas slempang, sarung tangan, lalu masker. Hampir tertutupi semuanya kecuali matanya.

Terkejut, orang itu linglung dengan keberadaanku. Mencoba mencari arah lari. Kawasan kami berada cukup curam, harus berhati-hati melangkah. Malah kami berdua berlari. Lurus diantara pohon dan di atas medan terjal. Samping kami serasa tebing jika dilihat dari atas. Keseimbangan tingkat akrobat. Dia berlari dan melompat tanpa terpleset ataupun sedikit kesusahan dari rintangan di depan. Aku mengikuti jalannya dan apa yang dilakukannya untuk melewatinya. Meskipun mengejar, aku harus hati-hati, tidak bisa melebihkan kecepatanku untuk menangkapnya.

Menuruni medan curam. Hanya berbekal sepatu boot yang biasanya kupakai bertugas. Jalan kami mulai melambat karena kaki kami bercampur dengan tanah. Aku berhasil mendekat.

"Tunggu!" kata itu yang pertama kuteriakkan. "Aku tidak bermaksud jahat. Berhentilah! Lalu kita akan bicara." Mencoba bernegoisasi. Berharap mau mendengarkan dan berhenti. Yang ada dia semakin menjauh.

Melompati sebuah batu besar. Memanjat pohon. Berayun seperti monyet. Lalu turun dengan melingkari pohon. Dia berhasil mendarat dengan roll menurun. Lalu diikuti aku, terjebak di sebuah lubang kecil. Menerobos lubang yang tertutupi dedaunan. Aku mendarat di dasar tanpa ada ruang gerak. Dari atas dijatuhi sesuatu. Sebuah anyaman tali, dengan banyak rasa rotan. Kulitku terasa ditusuk seusatu. Mataku berkunang-kunang. Baru kali ini aku merasakan sakit. Setelah kejadian buruk akhir-akhir ini, aku merasakan kenikmatan. Rasanya aku baru akan bangun dari mimpiku.

Mayat di Sore HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang