Part 1

294 16 0
                                    

Melly menghembuskan nafasnya. Menatap gedung sekolah bertingkat yang ada di depannya. Ia bukannya gugup karena akan menjadi murid baru. Tapi ia sedang berdoa semoga saja ini adalah sekolah terakhirnya dan ia tidak akan pindah lagi. Ia ingin terus disini. Di Jakarta.

Perlahan, ia mulai melangkah memasuki halaman sambil merapikan rambut panjangnya. Matanya berpencar ke segala penjuru untuk menemukan dua wajah yang dikenalnya. Tapi sejauh ini ia belum menemukan apa-apa selain melihat berbagai kesibukan disekitarnya. Banyak yang baru tiba sepertinya. Ada yang menggunakan angkot, mobil pribadi, sepeda motor matic, motor sport hingga jasa ojek online. Ketika ia sudah ada di area sekolah, semakin banyak murid lain yang ia temui. Ada yang berkumpul dengan grupnya masing-masing. Ada yang berjalan di belakang seorang guru laki-laki. Anak itu nampak sedang memelas. Entahlah.

Di halaman sekolah, di sebalah kiri tepatnya, ia melihat sekumpulan pria bermain basket. Mereka nampak hanya bermain sekedarnya saja. Lalu ia menoleh ke kanan dan...

"Hallo anak baru."

Melly tersenyum. Tiga orang anak laki-laki tiba-tiba saja menghampirinya. Yang menyapanya barusan agak kurus. Ia tersenyum paling lebar dan dengan terpaksa Melly harus mengakui bahwa itu senyuman yang sangat manis.

"Jadi lu anak baru itu kan? Kenalin, nama gue Fajar Alfian. Anak-anak panggil gue Aa' Lee," ujar anak itu sambil menjulurkan tangannya. Melly bingung. Dari Fajar Alfian ke Aa' Lee? Kok bisa?

Belum sempat Melly mengenalkan diri, anak yang bertubuh agak besar menyingkirkan tangan Fajar.

"Aa' Lee dari Hongkong! Kenalin gue Praveen Jordan."

"Aelah. Biasa dipanggil Ucok aja banyak gaya. Kenalin gue Ricky Karanda."

Melly menatap ketiganya dengan bingung. Tadinya ia berusaha ramah, tapi lama-lama risih juga. Tidak ingin berlarut-larut, ia menyalami ketiganya secara singkat.

"Nama gue Melly. Maaf, bisa minta tolong tunjukin ruang kepala sekolah?"

"Oh, hayuk hayuk sini Aa' anter," ujar Fajar dengan semangat 45. Meski risih, Melly terima bantuan itu dan berjalan bersama mereka. Yang penting ia mau cepat-cepat sampai ke ruang kepala sekolah dan terlepas dari gangguan mereka. Yang dua orang sih masih normal. Yang namanya Fajar ini cengengesan sendiri dan terus mengeluarkan gombalan yang hanya membuat Melly ingin segera menghilang.

"Nah, ini dia ruangannya. Yuk masuk," ajak Fajar. Melly mengernyit.

"Gue aja ya yang masuk. Kan gue yang murid baru. Makasih atas bantuannya."

Setelah tersenyum, Melly buru-buru masuk tanpa sempat mengetuk pintu lebih dulu. Ah, yang penting ia terbebas dari ketiga anak itu.

Disisi lain, tepatnya diparkiran. Dua anak laki-laki baru saja memarkirkan motor sportnya. Salah satunya nampak buru-buru melepaskan helm, dan bersiap untuk lari.

"Woy lu kenapa buru-buru?" teriak Kevin pada Rian, temannya yang terpaksa mengerem larinya.

"Gue belum ngerjain tugas dari Pak Putu," jawabnya dengan wajah agak panik. Kevin mendekat. "Gak salah denger gue? Lu belum ngerjain tugas?"

"Yang semalam ngajakin gue tanding game sampe tengah malem siapa?"

"Ya mana gue tau lu belum ngerjain tugas. Gue sih udah ya."

Rian kesal. Semalam sebenarnya ia sudah akan mengerjakannya, tapi Kevin memaksanya tanding game dan bodohnya ia nurut. Sampai akhirnya ia ketiduran. Dan yang semakin membuatnya kesal adalah ekspresi wajah Kevin yang seolah berkata, "Mau nyontek tugas gue gak?"

Tapi Rian tidak mau. Bisa-bisa nilainya jelek.

"Bodo amat, gue mau minta bantuan Ginting aja."

Rian langsung berlari ke kelasnya, sedangkan Kevin memilih memainkan handphone. Ia tersenyum saat membuka pesan whatsapp.

THE CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang