Part 6

125 12 4
                                    

"Gue kaya tukang ojek, Mel."

Melly merasa pipinya memerah. Jojo meraih satu tangannya yang ada dibahunya lalu diletakkan dipinggangnya. Tangannya pun melingkar dengan kaku dipinggang Jojo.

Oke. Ini jelas bukan kali pertama ia berboncengan motor dengan laki-laki. Belakangan juga ia bolak balik sekolah dengan dibonceng oleh Kevin dan Rian. Ia bisa dengan mudahnya memeluk pinggang mereka. Malah kadang Melly sengaja melakukan itu tepat di depan penggemar Kevin dan ia baik-baik saja.  Jantungnya tidak sampai hampir jatuh. Pipinya tidak pakai acara merah segala. Dadanya tidak berdegub. Biasa saja. Kenapa dengan seorang Jonatan Christie ini beda? Dan semua ini bermula sejak ia dan Jojo berangkat ke sekolah bersama waktu itu.

Melly mengingat-ingat kapan terakhir kali ia merasakan perasaan aneh ini.

"Udah sampe, Mel."

Suara Jojo menyadarkan Melly dari pikirannya. Ia turun dari motor, melepas helm dan memberikannya pada Jojo. Ia perhatikan Jojo yang mengeluarkan kacamatanya dari saku jaket lantas memakainya. Jojo berkaca sebentar pada spion. Berbalik, tersenyum kecil lalu memberi isyarat pada Melly untuk berjalan bersisian dengannya. Dan dilangkah ke tiga, barulah Melly sadar kapan terakhir kali ia merasakan sesuatu seperti ini.

Saat ia naksir berat pada Rian.

Dulu, waktu ia tertarik pada Rian, ia seperti orang gila. Meski saat itu ia masih remaja dan mungkin masih buta soal cinta, tapi ia bisa merasakan bahwa ia tidak sekedar suka saja dengan Rian. Saat Rian menatapnya, saat mereka makan bersama, saat mojok diperpustakaan sambil pura-pura baca buku, saat ia menunggu Rian keluar dari kelasnya, Melly masih ingat bagaimana rasanya. Dan semuanya sama persis seperti ini. Saat ia bersama dengan Jojo.

Selama sekolah di Singapore, sebenarnya ia sempat dua kali dekat dengan laki-laki. Tapi semua tidak ada yang bertahan lama dan tidak ada yang berkesan. Ia hanya merasa tak nyaman menolek perhatian dan perlakuan baik mereka. Dan merasa rugi saja kalau menolak karena mereka sangat tampan.

"Lu mau cari buku apa, Mel?"

Pertanyaan Jojo membuyarkan lamunan Melly. Ia melihat kiri kanannya dan tidak menemukan Ginting serta Mitzi. Sadar kebingungan Melly, Jojo memberitahunya bahwa mereka ke stand sebelah kanan. Disana ada kumpulan buku-buku pelajaran.

"Jadi...lu mau cari buku apa?" tanya Jojo lagi.

Melly mengetuk dagunya pelan. Tadi sih rencananya ia mau mencari novel romance lawas karya Nicholas Sparks untuk melengkapi koleksinya. Karena kata Mitzi banyak buku dan novel bekas yang dijual disini. Tapi ternyata tidak ada. Lebih banyak karya lokal. Jadi ia berputar-putar lagi. Mencari yang kiranya belum pernah ia baca atau yang sampulnya menarik. Jojo mengikutinya di belakang sambil melihat-lihat juga.

"Kevin sama Rian tau gak lu pergi sama gue?" tanya Jojo tiba-tiba.

Melly berbalik. "Gue gak ngomong."

"Kalo mereka tau terus marah, gimana?" tanya Jojo lagi sambil menggeser sedikit posisi kacamatanya.

"Ngapain marah?" Melly menaikkan akisnya bingung. Ia berjalan lagi sambil melihat-lihat.

"Apapun masalah lu sama Kevin, gak ada urusannya sama gue walaupun gue kepo banget."

Jojo mengangguk-angguk paham.

"Tapi untuk hal-hal kaya gini tuh kita dari dulu gak pernah mau ikut campur. Musuhnya Kevin bisa jadi temen gue, atau sebaliknya. Kita gak mau larang-larang gak boleh ini dan itu."

Melly berhenti berjalan. Ia memegang salah satu novel yang membuatnya tertarik.

"Kita emang temen deket. Tapi di luar lingkaran itu,  kita punya lingkaran masing-masing juga dan kita sepakat gak mau ngerecokin satu sama lain. Kevin punya kumpulan teman-teman gamenya, Rian punya kumpulan pengajiannya."

THE CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang