Part 5

107 8 2
                                    

"Lu masih hutang penjelasan loh sama kita," ungkap Ana saat ia bersama Melly dan Karin berada di halaman sekolah. Mereka duduk di kursi di bawah pohon.

"Penjelasan apalagi?" tanya Melly setelah menutup novel yang tadi ia baca.

"Lu belum cerita detail soal hubungan lu sama Kevin dan Rian. Waktu itu lu cuma bilang kalo lu mantannya Rian. Terus lu gak jelasin lagi."

Melly menghela nafasnya. Memang sulit menghindari rasa penasaran teman-temannya ini. Kalau sudah mau tahu sesuatu, segala hal akan dilakukan. Seolah mereka akan kelaparan kalau tidak mendapat jawaban memuaskan.

"Oke, gue cerita."

Ana dan Karin nampak semangat. Mereka mengatur duduk untuk lebih nyaman lagi.

"Jadi...emang bener gue itu mantannya Rian. Tapi waktu masih SMP sih. Kelas 2 gitu."

Melly memulai ceritanya. Ana menyambar. "Kelas 2 SMP?"

"Yup. Jadi dulu gue naksir sama dia karena emang anaknya ganteng, baik lagi. Dan karena gue orangnya blak-blakan alias gak tau malu, gue nembak dia," kata Melly dengan tawa lebarnya. Kalau diingat sekarang, rasanya memalukan sekali kelakuannya dulu.

"HA??" Ana dan Karin terkejut.

"Serius??? Terus diterima?"

"Iyalah. Rian terima gue dan kita jadian deh. Tapi ya gimana. Namanya juga anak SMP. Masih cinta monyet. Apa sih yang bisa dilakuin anak SMP? Pacarannya juga gak jelas. Gue lama-lama ngerasa aktif sendiri dan Riannya terima-terima aja. Jadi dibulan ke empat, gue putusin dia."

Ana dan Karin semakin terkejut. "Lu putusin seorang Rian Ardianto?"

"Iya. Tapi kita gak musuhan setelah itu. Kita berteman biasa aja."

"Terus gimana ceritanya sekarang kalian jadi deket? Gak canggung gitu?" tanya Karin.

Melly tersenyum. "Seperti yang gue bilang tadi. Itu cuma cinta monyet ala anak SMP, jadi gak perlu sampai menjauh atau gimana-gimana. Nah, gue sama Kevin sebelumnya emang udah temen akrab. Terus Kevin sama Rian jadi pasangan buat ikut pertandingan bulutangkis antar sekolah. Karena Kevin yang lama-lama sering bareng Rian, akhirnya gue jadi akrab lagi sama dia dan kita berteman sampai sekarang."

Ana dan Karin mengangguk paham. Jadi begitu ceritanya.

"Gue kok iri ya sama lu bisa deket sama mereka. Lu gak berminat macarin salah satunya gitu?"

Melly memukul kepala Karin pelan dengan novelnya. "Ngawur. Gue udah anggap mereka kakak gue. Yakali kita pacaran."

Melly memang sudah menganggap Kevin dan Rian seperti saudara. Kevin adalah tipe kakak yang menyebalkan, yang kehadirannya hanya untuk diajak ribut. Sedangkan Rian adalah tipe kakak yang mengayomi. Kalau ia ada masalah, larinya ke Rian. Ia akan dapat ketenangan. Kalau ia ingin cari hiburan, ia tinggal ajak ribut Kevin.

Karin tersenyum. ia kembali bertanya, "Terus Kevin itu aslinya gimana sih? Apa emang secuek itu?"

Melly sebenarnya malas cerita lagi. Tapi mana bisa ia terbebas dari rasa penasaran teman-temannya.

"Kalo Kevin...dia itu..."

"Gue kenapa?"

Melly terdiam. Kevin tahu-tahu sudah ada di depannya dengan tangan melipat didada. Ana dan Karin tersenyum kikuk.

"Gue kenapa?" tanya Kevin sekali lagi.

"Oh...itu...gak. Gue tadi mau cerita kalo lu itu aslinya baik, rajin, seru, terus..."

Kevin memutar bola matanya malas. "Alesan, udah sini uang lu mana! Gue mau pinjem."

Melly seketika bingung. "Pinjem uang? Dompet lu yang tebal itu kemana?"

THE CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang