Track 02

1.2K 61 1
                                    

"Ini sangat mudah."

Terdengar suara seorang gadis dari salah satu ruangan di kantor polisi. Sementara, seorang petugas tampak mempersiapkan diri mendengar lanjutan dari keterangan yang akan disampaikan oleh Devina. Gadis itu hanya duduk santai sambil mengoceh seolah tidak terbebani oleh apa pun.

"Aku hanya mempermainkannya sedikit. Sangat mudah mengarahkan pikiran seseorang saat dia sedang panik. Itulah sebabnya, saat aku duduk di sana dan menatapnya terus-menerus sampai dia sadar sedang diikuti adalah ide yang bagus."

"Dengan sengaja membuatnya menyadari keberadaanku, mungkin bisa jadi ide yang buruk sih, tapi kepanikannya membuat dirinya sangat mudah diarahkan untuk masuk ke jebakanku. Ide yang sederhana, tapi selalu berhasil pada orang sepertinya," lanjutnya.

Sang petugas sedikit terkejut dengan perkataan narasumbernya itu, tapi tetap berusaha bersikap formal dan terus mengerjakan tugasnya.

"Seperti yang kubilang, itu adalah ide yang buruk, kecuali saat kau sudah menguasai kondisi psikis lawanmu," ujar Devina sembari tersenyum licik.

"Dia... dia sedang dalam keadaan panik. Dia akan melihat keadaan sekeliling, jadi hal itulah yang mendasariku untuk membuat beberapa pelayan di sana memakai jaket hoodie yang sama denganku. Maka dari itu, ke mana pun dia memandang, dirinya hanya akan melihatku, dan akhirnya tanpa berpikir panjang dia akan masuk ke pintu jebakan itu sendiri. Dan tentu saja untuk sentuhan akhir, pelicin di pintu keluar adalah lelucon yang cukup lucu untuk mengakhiri permainan."

Cerita Devina berakhir, begitu pun dengan laporan yang berhasil dibuat oleh sang petugas.

"Baiklah, terima kasih atas kerja sama Anda. Keterangan yang Anda berikan akan sangat berguna untuk ka—"

Belum selesai petugas itu berbicara, Devina berdiri dari kursi dan berjalan meninggalkan ruangan. Sementara, petugas itu hanya terdiam menatap narasumbernya yang berjalan menjauh.

***

"Apa kau yakin?"

Andi sedang berusaha menenangkan seorang wanita di ruang kerjanya yang terlihat kurang puas dengan dokumen yang saat ini ada di tangannya.

"Apa-apaan ini? Aku tidak mau memercayakan hal sebesar ini kepada seorang gadis sepertinya," keluh wanita itu pada Andi.

Ia tampak tidak senang dengan isi dokumen yang dipegangnya saat ini, dan itu membuat wajah Andi sedikit cemas. Sementara, terdengar langkah kaki seseorang sedang berjalan menelusuri lorong kantor.

"Maafkan aku, Nona Regita, tetapi kau harus percaya padaku. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa menyelesaikan misi ini," ucap Andi.

"Di dokumen ini dijelaskan bahwa dia membunuh keluarganya tepat disaat ulang tahunnya yang ke sembilan. Jujurlah padaku ini ... artinya ... buruk? Iya,'kan?" Regita—wanita itu—menunjukkan salah satu poin di dokumen yang dipegangnya saat ini.

"Dia ... adalah yang terburuk dari yang terburuk," kata Andi dengan raut wajah yang lebih serius dari sebelumnya.

"Psikopat ini?! Pemerintah tidak akan mempekerjakan orang seperti dia! Ini terlalu berisiko!"

"Dia adalah Devina. Apakah kau pernah mendengar tentang dia? Diusianya yang masih muda dia telah memecahkan banyak kasus besar! Kau tidak perlu meragukannya, Regita."

"Aku tahu betul tentang berita itu. Justru karena itulah aku tidak yakin memercayakan misi ini padanya. Metodenya bukanlah sesuatu yang bisa kami terima," timpal Regita terdengar khawatir.

Perdebatan Andi dan Regita menjadi semakin serius. Sementara itu, gadis yang berjalan di lorong tadi kini semakin dekat dengan ruang kerja Andi. Sebuah headphone tampak terpasang di telinganya.

"Maafkan aku, Nona. Tapi aku tahu betul sesuatu terjadi dan ini sangat berbahaya! Bukan hanya untuk negara, tetapi juga bagi dunia. Percayalah padaku! Hanya dia yang bisa menyelesaikan misi ini," ujar Andi masih berusaha meyakinkan calon kliennya itu.

Mereka berdua hanya saling menatap tajam, sampai akhirnya pintu ruangan terbuka. Devina—gadis tadi—masuk tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia hanya berjalan kemudian duduk di bangku kosong. Sementara, Regita hanya terdiam melihat seorang gadis dengan pakaian mencolok duduk di sampingnya.

"Anak ini adalah Devina yang terkenal itu? Tapi dia hanya terlihat seperti seorang gadis pemberontak biasa, bahkan terlihat lemah dengan tubuh kecilnya. Terlebih lagi, dia adalah seorang detektif lapangan yang menangkap sendiri tersangkanya? Aku ... aku tidak habis pikir...," pikir Regita dalam hati sembari menatap gadis yang baru saja duduk di sampingnya.

"Apa yang kau lihat?"

Pertanyaan Devina yang terdengar dingin mengurai lamunan Regita yang sedari tadi terkejut melihat sosoknya yang sangat berbeda dengan sosok yang dia bayangkan.

"Ahh? Ehh, tidak ... tidak," jawab Regita gelagapan.

"Nona Regita, perkenalkan ini Devina. Devina, perkenalkan ini Nona Regita," ucap Andi memperkenalkan klien dan detektifnya itu satu sama lain

Regita mengulurkan tangannya, tapi Devina tidak membalas.

"Ok. Hmm ... baiklah karena kalian berdua telah bertemu, sebaiknya kita langsung membahas tentang permasalahannya," kata Andi sambil tersenyum dengan harapan ketegangan tidak berlanjut usai mereka diperkenalkan.

Wanita dengan dandanan formal itu mengeluarkan sebuah amplop bertuliskan 'Top Secret' dan meletakkannya di samping koper. Ia mulai mengeluarkan isi amplop tersebut dengan perlahan.

"Misi ini adalah misi yang sangat penting, bukan hanya untuk negara, tetapi juga untuk dunia. Misimu adalah menemukan peti ini."

Regita menunjukkan sebuah gambar yang ada pada dokumen di amplop tadi.

"Apa itu?" tanya Devina.

"Aku juga tidak tahu persisnya, tetapi benda ini adalah benda yang sangat rahasia dan sudah dijaga oleh negara semenjak era reformasi. Aku tidak tahu detailnya, tapi ... konon peti ini berisi rahasia terbesar tentang dunia."

Ruangan seketika hening. Devina bergeming, tetapi matanya sedikit melirik, menunjukkan kalau sebenarnya dia cukup tertarik dengan cerita Regita, apalagi ia tampak curi-curi pandang melirik simbol aneh yang terdapat pada dokumen yang ditunjukkan wanita itu.

"Tugasmu adalah mencari tahu siapa dan bagaimana dia mencuri benda ini, tetapi prioritas utamamu adalah menemukan petinya dan mengembalikannya kepada pemerintah."

"Aku menolak misinya!" jawab Devina dengan tegas.

"Apa?!" Andi dan Regita sontak kaget mendengar jawaban gadis itu.

"Ta—tapi kenapa?" tanya Andi setengah panik.

"Aku hanya tidak tertarik untuk mencari barang yang hilang."

"Apa?! Kau menolak misi besar hanya karena kau tidak tertarik dengan kasusnya?!" Regita berdiri seraya meninggikan nada bicaranya.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu Andi. Aku benci berurusan dengan pemerintah dan kau sudah berjanji padaku kalau aku boleh menolak jika tidak menyukai misinya. Apa kau ingat?" Devina menatap lurus ke arah Andi.

Pria itu tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara, Devina lantas mulai berdiri dari kursinya.

"Baiklah, tidak ada lagi pertanyaan. Aku akan pulang dan tidur siang. Selamat tinggal."

Devina berjalan meninggalkan ruangan, sedangkan Regita dan atasannya itu hanya bisa menatap kepergiannya.

"Lalu bagaimana sekarang? Gadis kecil yang kau banggakan itu bahkan tidak mau menjalankan misinya," tanya Regita sambil menatap sinis kepada Andi.

"Tenang saja. Dia akan kembali. Aku sangat mengenal gadis itu."

Keadaan sangat jauh di luar perkiraan Andi, tetapi dia sama sekali tidak menunjukkan keraguan di wajahnya. Pria itu terlihat sangat yakin dengan sesuatu yang dia katakan barusan.

***

Devina(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang