3. Seperti Sendiri

9 5 4
                                    

Katanya duka selalu bersanding dengan bahagia
Katanya air mata akan selalu berakhir dengan senyum yang merekah sempurna
Nyatanya sekarang hanya ada duka
Yang membawa serta jiwaku dalam jurang putus asa

Saphire Agatha Ranudya

-unless-

Tujuh hari sudah berlalu, tetapi waktu tidak dapat menghapus pilu. Ia masih diam termangu, menunggu kantuk yang akan menghilangkan rindu.

Tidak ada yang berubah sejak tujuh hari yang lalu. Kekosongan masih berkuasa. Semangatnya juga tertelan putus asa. Kebencian yang didapatkannya pun tak kunjung ada habisnya.

Satu hari, dua hari, tiga hari, pun hingga tujuh hari berlalu, gadis itu masih diselimuti sejuta pilu. Hari-hari itu masih sama, pagi, siang, sore bahkan malam masih terisi dengan seribu hampa.

Bayangkan saja, ketika orang-orang yang begitu kalian sayangi, mereka datang kembali, tetapi hanya sebatas pada alam mimpi. Ia ingin menahan mereka, tak apa jika bersama walau hanya dalam mimpi. Tak apa jika ia harus tertidur selamanya dan hidup dalam mimpi itu. Bukannya itu terdengar lebih baik?

Rasanya seperti ingin menggenggam angin, sekeras apapun kalian mencoba, itu adalah hal yang sia-sia.

Seperti sekarang, sejak kepergian mereka, pagi Phire selalu sama. Hanya ada napas yang menggebu saat ia tersadar dari alam mimpinya. Mimpi itu selalu datang, membawa memoar yang begitu pahit untuk di kenang.

Mimpi dimana ia kehilangan segalanya, dimana dunianya terhenti ketika pusat dunia itu sendiri telah pergi.

Rasanya ketika mimpi mengerikan itu datang, hatinya seperti diremas. Begitu sakit dan memuakkan.

Setelah sedikit demi sedikit ia mampu mengurangi ritme jantungnya yang menggila karena mimpi sialan itu, Phire beranjak dari kasurnya. Ia memilih mandi untuk mengawali hari.

-unless-

Walaupun enggan, Phire tetap menjalani kesehariannya seperti biasa, seperti pergi ke sekolah misalnya. Berdiam diri di rumah rasanya percuma, tidak ada yang bisa ia lakukan. Mungkin dengan bersekolah ia bisa sedikit lupa masalahnya.

Phire mengayuh sepedanya dengan tidak bersemangat. Padahal ini masih pagi, tetapi gadis itu terlihat tidak bersemangat sama sekali.

Pikirannya melayang kemana-mana. Gadis itu hanya melamun sepanjang jalan. Hingga ia tersadar dari lamunannya karena teriakan seseorang.

Phire jadi gelagapan, pasalnya sepedanya oleng dan hilang keseimbangan. Ia pun tidak lagi berada di jalan aspal, melainkan berada di pinggir jalan dan hampir menabrak seseorang. Mereka pun saling berteriak heboh.

"Woy, jangan melamun! Woy!"

"Eh-eh... Awas!"

"Awas!"

Brak

Mereka sama-sama terjatuh. Cowok yang di tabrak oleh Phire jatuh terjerembab tidak jauh dari Phire yang tertimpa sepedanya sendiri. Benar-benar memprihatinkan.

Phire meringis karena siku dan kakinya sepertinya terluka. Dengan susah payah, Phire mendorong sepeda yang menimpanya, lantas gadis itu mencoba untuk bangun.

Di sisi lain, seseorang yang tadi di tabrak oleh Phire juga sibuk dengan perih di siku dan lututnya. Ia mencoba mengibaskan celananya yang kotor sambil masih dalam posisi berjongkok.

UNLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang