06.

609 49 9
                                    

"Seokjin. Kamar mandi nya sudah tidak ada yang pakai kan?"

Pria yang ditanya mengangguk dengan handuk kecil menggantung di lehernya.
"Ya."

"Baiklah. Kalau begitu aku masuk. Katakan pada jaewon kalau aku tidak ke kamar nya hari ini."

Pria dengan paras tampan itu mengangguk lagi.

Seokjin. Setelah menjawab sederetan pertanyaan kawan nya, dia langsung berlari ke ranjang nya, menghinggap jaket dan syal yang tergeletak di sana. Lalu mengenakan nya.

Tubuhnya memiliki suhu minus dari yang banyak orang ketahui. Jika orang bertanya, kenapa dia selalu mengenakan syal, dia hanya akan menjawab kalau lehernya terlalu cantik untuk di ekspos. Tapi baginya, itu hanya lelucon. Tentu saja. Karena dia tahu, kalau dia berbeda.

Seokjin meraih hairdryer dan segera mengeringkan rambutnya dengan singkat. Setelah itu dia memilih untuk berbaring di atas kasurnya, dengan sebuah pulpen di tangan nya.

Seokjin menatap pulpen itu sejenak, memperhatikan nya dengan teliti, dari ujung ke ujung.

Kemudian kristal es menjalar dari pulpen yang mendapat sentuhan nya. Dan membekukan pulpen itu dalam waktu beberapa detik saja.

Dia sendiri juga masih belum mengerti, kenapa dia bisa mendapatkan kemampuan itu. Riset yang dia lakukan dari awal dia memasuki asrama pun tidak membuahkan hasil. Hanya sekumpulan teori tak masuk akal yang berhasil dia dapat.

Hanya pertanyaan singkat yang ingin dia tanyakan.

Apa dia tidak normal.

Seokjin melempar pulpen beku itu asal. Lalu menyentuh wajahnya, tepat pada luka yang membekas di alisnya.

Kalian tahu. Luka itu terjadi karena sebuah kesengajaan. Seokjin pernah diculik. Waktu itu, saat dia berumur tujuh tahun. Saat dia rasa hidupnya sudah sempurna. dan sempat terpikir oleh benaknya kalau dia akan membalas semua kesempurnaan itu dengan menjadi superhero. Seperti film-film yang dia tonton itu. Menolong banyak orang, sebagai tanda syukur.

Tapi semuanya berakhir, seketika setelah dunianya di habisi dengan paksa.

.
.
.
.
.
.

Seokjin kecil tengah berlari di halaman rumahnya saat dia mendengar tangisan seekor kucing dari balik semak-semak.

Di dekatinya suara itu, dan dia mendapati seekor kucing sudah tak berdaya tergolek di atas tanah, dengan darah yang mengalir deras dari kakinya.

"Kasihan sekali.. "

Menyadari dia tidak punya banyak waktu. Dia pun segera berlari ke dalam rumahnya. Sambil memanggil pelayan pribadinya yang biasa setia melayaninya.

"Chadeng~!!  Chadeng~!!" Panggilnya keras.

Pria dengan ekspresi terkejut muncul dari balik dinding. Memenuhi panggilan tuan nya.

"Iya, tuan?"

Seokjin meraih tangan nya. "Ikut aku."

Dan menariknya keluar rumah, menuju tempat dimana dia menemukan kucing tadi.

Ditunjuknya kucing kecil tak berdaya itu. "Kucing itu sekarat. Aku ingin membantunya."

Pria muda yang dipanggil chadeng itu melongo. Menatap darah yang mengalir dari kucing itu yang terlihat tidak normal.

Dia mengulum bibirnya. Lalu berujar pelan. "Mm, mungkin dengan sedikit alkohol dan perban bisa membantu."

Seokjin menatapnya dengan mata membulat. Mata penuh harapan yang membuat pelayan prianya tak kuat menahan rasa gemasnya.

Inside Of Us "Something We Never See"  [ slow update 🙏 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang