KONYOL

4.8K 113 0
                                    

"Arinda sudah tidak mengandung anak dari putra ku! Tidak terlalu harus di perjelas dalam status mereka! Setelah Arinda lulus SMA, mereka baru nikah secara resmi." Kata Aryo

"Apa kalau gila?! HAH?! Kau tau pasti, jika nikah siri itu yang pasti di rugi kan adalah pihak perempuan! Apa kau mau menghancurkan anak ku lebih hancur lagi?!" Kata Indra berang, tak terima atas keinginan Aryo

"Apa kabar nasip calon cucu ku yang dibiarkan luruh begitu saja?" Kata Aryo dengan alis terangkat setengah

"Itu bukan keinginan ku! Salah kan juga anak mu yang membiarkan anak ku meminum obat itu! Salah kan juga anak mu yang malah mendukung aksi bodoh Arinda!" Desis Indra tajam

"ITU SALAH MU! Arinda tertekan tinggal di rumah mu ini! Kau tak mengijinkan Arinda tinggal bersama ku, kau pula yang dulu menentang untuk menikah kan secara resmi, dan kau malah mengancam tidak mau menikah kan mereka!" Bentak Aryo

"Kau kan tau, nikah dibawah umur itu syaratnya ribet! Harus ijin sana sini, harus sidang dulu, apa lagi dalam keadaan hamil. Kau harusnya paham itu" bela Indra

"Apa bedanya sekarang dengan kemarin? Sama-sama nikah di bawah umur kan? Apa gunanya kau menjabat sebagai wali hakim dan penghulu di KUA kalau mengurus pernikahan anak mu sendiri kamu tak bisa." Lagi-lagi Aryo meremehkan segala ucapan Indra

"Kau benar-benar keterlaluan Ar" kata Indra dengan menatap Aryo tak percaya

"Bagaimana kalau aku memberi mu dua pilihan?" Tanya Aryo.

Indra yang tadinya baru saja menunduk, kembali mendongokkan kepalanya menatap Aryo.

"Bagaimana kalau kita nikah kan Arinda dan Miftah secara resmi, makan Arinda harus tinggal bersama Miftah di rumah ku? Terserah mereka kalau mereka mau berhubungan badan atau tidak, dan jika Arinda kembali hamil.. Arinda harus siap akan keadaannya dan tidak akan lagi bertindak konyol!" Kata Aryo

"Tapi, jika kau tak setuju... Ya sudah, kita nikah kan mereka secara siri. Tapi kau juga harus tau batasan, akan hubungan orang tua dengan anak perempuannya, jika anaknya itu sudah menjadi seorang istri." Lanjut Aryo.

"Kau benar-benar sinting Ar! Apa kau tidak berfikir kalau Arinda baru berusia 13 tahun? Dimana otak mu?! Anak mu saja belum lulus SMP, kerjaan tidak punya. Lalu bagaimana dia menghidupi Arinda, apa lagi kalau mereka sampai punya anak dalam waktu dekat?! Otak mu benar-benar tak bisa berpikir dengan matang, Ar!" Kata Indra frustasi

"Gaji ku masih bisa untuk menghidupi anak mu dan 5 orang cucu sekaligus" kata Aryo menyombongkan diri

"Atauu...." Kata Aryo mengantungkan kata-katanya.

"kau mau kalau aku suruh saja Anak ku meninggal kan anak mu itu? Hemm...???" Tantang Aryo

**
1 bulan kemudian.
Jumat pagi, di bulan Desember. Miftah baru saja selesai mengucap Ijab Qobul. Sekarang Arinda Mutiara, sudah resmi menjadi istri Miftah Ayoda Marwa yang sah, menurut agama dan juga negara, setelah wira-wiri meminta surat ijin ke beberapa orang dan menjalani prosesi sidang di pengadilan agama yang cukup membuang banyak waktu.

Pernikahan mereka di adakan secara tertutup di rumah Arinda. Hanya di hadiri beberapa tetangga, kerabat dekat kedua belah pihak dan juga para sahabat dari Aryo. Hanya Indra yang seakan menutup rapat akan pernikahan putrinya itu.
Malu, kecewa dan marah yang bercampur menjadi satu. Indra tak bisa membayangkan bagaimana nasip anaknya itu jika dia tinggal di rumah Aryo. Tinggal bersama dengan Miftah, tidur dalam satu ruangan, tidur dalam satu ranjang yang pasti hal 'itu' akan mereka lakukan lagi.

Besar kemungkin, pasti Arinda akan hamil lagi. Lalu bagaimana dengan pendidikan putrinya? Bagaimana dengan masa depan putrinya? Bagaimana kesehatan putrinya kalau samapai Arinda kembali hamil, bahkan melahirkan di usia yang masih begitu muda. Berbagai pertanyaan melayang-layang di otak Indra dan Maura akan hal-hal yang akan terjadi kedepannya.

Andi dan Hendi menatap tajam Miftah seolah dari sorot mata anak kembar itu menyiratkan sebuah ancaman untuk Miftah dan keluarganya. Mereka berdua berjanji, kalau samapai Miftah atau pun keluarganya menyakiti adiknya, makan mereka berdua tak akan tinggal diam dan akan menghabisi Miftah atau keluarganya detik itu juga.

**

"Yank.. Kita tinggal dirumah ku yah? Sesuai perjanjian.." Kata Miftah mengingatkan

"Apa keluargamu pasti akan menerima ku dengan baik Mif?" Tanya Arinda ragu

"Pasti.." Kata Miftah meyakinkan

**

Dirumah Miftah, Arinda di satukan dalam sebuah kamar yang cukup besar untuknya dan Miftah. Kamar bernuansa Coklat pastel yang di padukan dengan hitam doff. Aroma kamar yang maskulin, ciri khas bau dari tubur Miftah. Sebuah tv led berukuran 29inc yang tertempel di dinding, springbad yang besar, serta kamar mandi dengan bathup yang minimalis. Tak jauh beda dengan kamarnya, pikir Arinda.

Kamar Miftah ini adalah saksi bisu pertama kalinya mereka melakukan semua itu. Kamar yang menjadi tempat mereka mendesah dengan kucuran keringat yang membasahi tubuh polos mereka. Arinda tersenyum dengan pipi merah merona mengingat semua kejadian itu.

"Sayang.. Kan kita sudah menikah, pasti lebih nikmat rasanya" bisik Miftah yang tiba-tiba memeluk Arinda dari belakang.

"Engak ah! Aku takut nanti hamil lagi. Kan aku masih mau sekolah." Tolak Arinda dan mencoba melepaskan rengkuhan Miftah.

"Kamu lupa apa kata bapak di perjalanan kemari tadi?" Tanya Miftah

Flashback On!

"Kamu sudah menjadi istrinya Miftah, Arinda! Kamu harus tau kewajiban dan hak-hak Miftah yang harus kamu berikan"

"Dan kamu, Miftah! kamu juga harus tau apa hak dan kewajiban kamu sebagai suami yang harus kamu berikan kepada Arinda. Jangan keluyuran aja, belajar yang sungguh-sunguh, masuk SMA yang bagus dan favorit, lulus dengan nilai yang memuaskan dan masuk ke perguruan tinggi yang ternama"

"Setelah itu kamu harus dapat pekerjaan yang bagus untuk bisa memenuhi segala kebutuhan Arinda. Apa lagi kalau kalian sudah memiliki anak"

"Walau pun kami sebenarnya belum mau memiliki cucu di waktu dekat, tapi kalau Allah berkehendak, kami juga akan menerimanya dengan ikhlas dan kami pasti akan menyayangi anak kalian. Karena anak kalian itu cucu Bapak. Bapak tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali." Kata Bapak panjang lebar

"Arinda.. Jika Miftah menginginkan hubungan badan, kamu harus mau dan iklhas untuk memenuhinya, karena sekarang itu semua adalah ibadah, pahala jika dilakukan dan wajib untuk dilakukan." Lanjut bapak menjelaskan.

Flashback Off!

**
"Tapi kalau aku hamil lagi gimana Mif?" Tanya Arinda pelan.

"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah.

Janda MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang