"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah.Arinda terdiam mendengar ucapaan Miftah. Anak haram? Ingatan akan dirinya yang hamil lalu di kucilkan oleh keluarganya sendiri, melakukan cara nekat mengugurkan kandungannya hanya untuk bisa segera menikah dengan Miftah yang berakhir dengan dirinya masuk rumah sakit dan hampir saja kehilangan nyawanya.
"Maaf Mif, aku ga bisa." Kata Arinda melepas tangan Miftah dan menjauhkan tubuhnya.
Miftah meremas rambutnya sendiri. Kenapa disaat hubungan mereka sudah jelas, malah Arinda bersikap jual mahal seperti itu.
"Kita sudah halal Rin! Aku mau minta hak ku! Aku sedang ingin!" kata Miftah yang sedikit menaikkan volume suaranya.
"Tolong pahami aku Mif" kata Arinda memohon
Entah apa yang di rasakan Miftah saat ini, hasratnya begitu besar untuk melakukan hubungan itu. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu keras dan menegang. Miftah keluar dari kamar dan menuju ke ruang keluarga. Menduduk kan bokongnya dengan kasar di sofa, lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Sebuah ide terlintas di otaknya untuk mencoba menjajaki dunia malam. Mungkin dengan keluar rumah bisa membuat ketegangan yang ada di bawah sana menghilang, begitu pikirnya.
"Di mana, Yo?" Tanya Miftah ketika sambungan telpon sudah diangkat oleh seseorang di sebrang sana.
"Di rumah. Kenapa?" Tanya Rio santai.
"Aku main kesana ya, tunggu!" Kata Miftah dan menutup sambungan telpon.
**
"Ibu.. Miftah keluar sebentar ya, mau ngerjain tugas di tempat Rio" kata Miftah, meminta ijin kepada Lulu.
"Tugas apa Kak?" Tanya Lulu
"Tugas Matematika bu. Tugas kelompok." Jawab Miftah
"Bener tugas kelompok? Kasian Arinda, dia pasti masih cangung berada disini. Kan kamu sendiri yang meminta Bapak untuk menikah kan kalian dan mendesak Om Indra untuk menyetujui Arinda tinggal disini" kata Lulu
"Miftah cuma sebentar kok Bu." Jawab Miftah
"Yaudah jangan lama-lama ya. Ini sudah malam, nanti kalau bapak mu samapai tau kamu kluyuran malam-malam, bisa ngamuk dia." Kata Lulu mengigatkan.
Miftah mengangguk dan menyalimi Ibunya "assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" nawab Lulu.
**Deru motor Miftah terdengar dari pekarangan depan. Arinda menatap kepergian Miftah dari balik jendela kamar, satu tetes air mata mengalir membasahi pipi. Sedih sekali akan sikap Miftah tadi, selama pacaran Miftah tak pernah berkata kasar, membentak dan melakukan kekerasan. Tapi baru hari pertama mereka menikah, Miftah sudah berani membentaknya. Arinda merebahkan tubuhnya, menangis sejadi-jadinya.
**
Rumah Rio"Ngapain kamu kesini? Baru juga kemarib menikah, masa udah kelayapan? Dulu aja pengennya dempelan terus" sindir Rio setelah menutup pintu kamarnya
"Sumpek!" Jawab Miftah singkat
"Clubing aja yuk.. Mumpung masih jam segini, tar sebelum jam 12 jadi kita bisa pulang" ajak Rio
Miftah nampak berpikir, sepertinya tidak akan terjadi apa-apa jika dia ikut Rio. Toh Miftah belum pernah merasakan suasana club malam. Miftah melihat jam di pergelangan tangannya, baru menunjukkan pukul 9.05 , belum terlalu malam dan pasti juga dia tidak akan pulang terlalu larut.
"Yaudah ayok.." Ajak Miftah
"Pakai satu motor saja." Kata Rio. Miftah mengangguk dan berangkat menuju club menggunakan motor Rio
**
Galaxy Club!"Duduk disana yuk, minum dulu. Haus aku." Ajak Rio ketika melewti security yang sedikit gempal persis seperti preman pasar.
"Maaf, bisa tunjukkan KTP atau kartu membernya?" Tanya security itu kepada Miftah yang akan ikut masuk ke dalam.
Miftah berhenti dan mengerutkan dahinya bingung. Lalu detik berikutnya Rio berbalik dan menghampiri Miftah yang ternyata berjalan sedikit jauh darinya."Biarkan dia masuk. Dia temanku" jawab Rio dingin kepada security itu. Security itu langsung meminta maaf dan mempersilahkan dua bocah abg itu masuk dalam club.
Hingar-bingar suasana club, lampu warna-warni yang berkedip, serta suasana remang-remang yang tercipta adalah pemandangan pertama bagi Miftah.
"Apa memang harus menunjukkan KTP atau kartu member untuk bisa masuk kesini Yo?" Tanya Miftah sedikit berteriak karena suara dentuman musik yang begitu memekakan telinga.
"Kalau dibawah 17 tahun memang harus menunjukkan kartu member. Tapi kalau sudah diatas 17 harus menunjukkan KTP." Jawab Rio cuek
"Biasa, dua" kata Rio kepada seorang bartender di balik meja bar.
Bartender berambut hijau lumut itu mengacungkan jempol sambil sedikit berjoget untuk memainkan botol yang ada ditangannya. Lalu beberpa menit kemudian dua gelas minuman pesanan Rio pun sudah ada di atas meja.
"Minum! Ini enak" kata Rio
Miftah melirik gelas yang ada di hadapananya, lalu menatap Rio yang sudah meminum minuman itu dengan satu tegukan besar.
"Apa rasanya enak? Kenapa kau meringis setelah minum itu?" Tanya Miftah heran sekaligus penasaran
"Coba saja.. Jangan banyak tanya!" jawab Rio dan menyodorkan gelas berisi vodka kepada Miftah.
Miftah menerima uluran gelas dari Rio dan mencoba mengirup aroma minum minuman itu. Baunya aneh, batin Miftah.
Di minum lah sedikit dan Miftah langsung menjulurkan lidahnya, merasakan tenggorokannya seperti terbakar."Hahahaha...minumnya jangan seperti itu. Begini nih" kata Rio meminum minuman yang sudah dia pesan lagi
Miftah mencoba mengikuti cara minum Rio, dan yaa... Tidak terlalu buruk.
Segelas, dua gelas, tiga gelas dan Miftah sudah menghabiskan 5 gelas sloki vodka saat itu. Miftah yang memang baru pertama meminum minuman beralkohol merasakan kepalanya begitu berat dan bayang-bayang Arinda bergentayangan di matanya yang sudah menyipit, mempertahankan agar matanya tetap terbuka.
"Hai sayang" sapa seorang wanita kepada Rio.
"Hey... Lama ga ketemu? Dah jarang ke sini ya?" Tanya Rio pada wanita itu.
"Iya, kemarin-kemari lagi ga di ijinin keluar sama mama papa. Ini siapa? Anak baru?" Tanya wanita itu yang melirik Miftah yang sedang meracau tak jelas
"Ho.oh lagi galau, kaga dikasih jatah ma ceweknya. Hahaha" jawab Rio melekdek
"Hai.. Aku Caca.." Kata wanita itu memperkenal kan diri dengan menyentuh paha Miftah. Miftah menoleh dan menatap wanita itu.
"Miftah" kata Miftah cuek
"Main yuk?!" Ajak wanita bernama Caca itu kepada Miftah
"Main?" Tanya Miftah yang tak paham dengan maksut ajakan main itu
"Udah sana.. Cobain main sama temen baru" kata Rio sambil terkekeh melihat kebingungan Miftah.
Caca menarik tangan Miftah untuk turun dari kursi dan mengikutinya.
**Di lain sisi, Arinda masih terbaring dengan Air mata yang mengalir semakin deras. Dia merasa cemas akan keberadaan Miftah saat ini, pasalnya jam sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi Miftah tak kunjung pulang.
Tok.. Tok.. Tok..
"Arinda.. Apa kamu sudah tidur nak?" Tanya Lulu dari balik pintu "apa ibu boleh masuk?" Tanyanya
Arinda menghapus air matanya dan berjalan menghampiri pintu dan membukanya. Lulu kaget melihat mata sembab Arinda.
"Ada apa Nak? Kenapa kamu nangis?" Tanya Lulu.
Air mata Arinda kembali menetes dan Lulu segera memeluk menatu kecilnya itu.
"Miftah kemana ya bu, kok jam segini belum pulang?" Tanya Arinda di sela tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Muda
RomancePenyesalan itu berada di akhir cerita kehidupan. Penyesalan tanpa adanya perubahan tak akan menjadikan kita lebih berguna. Jadikan masa lalu sebagai cerminan kehidupan agar kita jauh lebih baik untuk kedepan.