Entah permainan apa yang di lakukan oleh Miftah dan Caca di sebuah kamar mandi yang berada di dalam club tersebut. Yang jelas Miftah keluar dari bilik kamar mandi dengan sibuk menaik kan resleting celana jensnya serta memakai kembali sabuknya dan Caca yang sibuk dengan merapikan rok mini yang dia kenakan, serta rambut panjangnya yang berantakan.
"Permainan mu enak" bisik Caca dengan meninggal kan kecupan singkat di bibir Miftah.
Miftah hanya diam, tidak menanggapi omongan Caca, yang ada dipikirannya hanya lah jangan sampai Arinda apa lagi orang tuanya tau. Bisa habis dia.
Miftah mengedarkan pandangannya, mencari sosok Rio yang tidak terlihat lagi di kursi bar yang tadi di dudukinya.
Masih sibuk mencari sahabatnya itu, Miftah di kejutkan dengan tepukan di pundaknya."Bengong kamu! Keenakan nih pasti" goda Rio yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
Miftah menoleh dan mengusap dadanya, kaget. Dia melihat Rio yang merangkul bahu perempuan yang mereka temui di rumah kost milik Anggun dulu.
"Balik yuk.. Ini dah malem banget" ajak Miftah
"Masih sore ini. Tar aja lah" sahut Rio
"Ya sudah aku balik naik Grab aja deh, motor ku biar ku ambil besok sepulang sekolah ya" kata Miftah
"Gak papa nih kamu balik sendiri? Atau kamu aja yang bawa motor aku, biar aku yang naik Grab. Kayaknya aku mau nginep di kostnya mbak Lani deh" tawar Rio
"Gak usah! Nanti orang rumah malah curiga lagi." Kata Miftah "Yaudah, aku pulang ya" kata Miftah berpamitan
**
01.55Miftah baru saja sampai di rumahnya. Rumahnya sudah terlihat sepi, untung saja dia selalu membawa kunci cadangan rumahnya, jadi dia tak harus mengetuk pintu dan membangunkan orang rumah.
Disaat Miftah akan menaiki tangga untuk menuju kamarnya, tiba-tiba saja lampu ruang keluarga menyala terang. Miftah menoleh ke saklar lampu yang ada di ujung dekat jendela dan...
"Dari mana kamu, jam segini baru pulang?" Tanya Aryo dingin menatap tajam putranya
"Miftah ketiduran di rumah Rio, Pak." Jawab Miftah seraya menunduk dalam, tak berani menatap Aryo.
"BAPAK BUKAN IBU MU YANG GAMPANG KAU BODOHI, MIFTAH!" Bentak Aryo dengan suara yang menggelegar
"Maaf, Pak" hanya itu yang mampu Miftah ucapkan
Aryo mendekat, dan mencegkran kuat kerah jaket yang di kenakan Miftah saat mencium bau alkohol yang begitu menyengat, dan...
plakk..
Satu tamparan keras mendarat sempurna di pipi kiri Miftah. Aryo menatap nyalang anak lelakinya itu.
"Mau jadi apa kamu mabuk-mabuk kan seperti ini?!" Tanya Aryo pelan tapi sangat penuh dengan penekanan
"Kamu memohon sama Bapak untuk mendesak keluarga Arinda, agar mereka mau menikah kan Arinda dengan mu!"
"Kamu meminta Bapak untuk mendesak keluarga Arinda agar mengijinkan Arinda keluar dari rumah mereka dan tinggal bersama mu, disini!"
"Dan kamu meminta Bapak dan keluarga Arinda untuk menutup rapat pernikhan kalian agar kalian tetap bisa bersekolah dengan tenang, tanpa ada yang akan membuka mulut tentang pernikahan kalian!"
"Apa kau tidak berfikir, berapa rupiah yang harus bapak, bahkan keluarga Arinda keluar kan? APA KAMU TIDAK BERFIKIR, BETAPA BERSALAHNYA BAPAK TELAH MELUKAI HATI KELUARGA ARINDA DENGAN SEMUA DESAKAN YANG BAPAK LAKUKAN?!"
"ITU SEMUA DEMI KAMU! DEMI KAMU, ANAK BAPAK, MIFTAH" ugkap Aryo, mengekuarkan semua perasaan yang Aryo rasakan.
Miftah hanya diam, mendengar segalah omongan yang di keluar kan oleh Bapaknya.
**Arinda menangis dalam pelukan Lulu di kamar. Menangis sejadi-jadinya sampai dadanya begitu sesak dan seakan oksigen sangat sulit ia hirup.
Satu setengah jam yang lalu, saat Arinda baru saja akan menutup pintu rumah keluarga Miftah, karena kepulangan Aryo dari pondok pesantren tempatnya dulu menimba ilmu, Arinda mendapat sebuah kiriman foto dari Anggun melalui whatsappnya.
Foto yang memperlihat kan sebuah suasana club malan dengan objek yang serasa membuat detak jantungnya berhenti berdetak. Foto dua lelaki yang terlihat sedang mengobrol dengan seorang wanita yang berdiri diantara mereka. Foto yang memperlihat kan wanita tersebut meletakkan tangannya di paha kiri Miftah dengan memandang Miftah begitu intens dan nakal.
Ya..foto itu adalah foto dimana Rio dan Miftah yang berada di club sebelum Caca mengajak Miftah untuk 'main'.
"Syhuutt... Yang sabar. Ini baru permulaan di awal pernikahan kalian. Insyallah, semua akan baik-baik saja" bisik Lulu menenangkan Arinda.
Padahal di dalam lubuk hati Lulu yang terdalam, Lulu merasakan apa yang saat ini di rasakan oleh Arinda. Dia sangat marah dan sangat kecewa dengan Miftah yang bertingkah semakin menjadi-jadi.
Anak lelaki kebangganya itu seperti belum puas telah mencoreng-moreng seluruh kelurga besarnya dan malah menambahi dengan melempar kan kotoran tepat di muka mereka. Sungguh hati Lulu begitu sakit sampai dia tak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa sakitnya itu.
Belum cukup kah Miftah yang telah merenggut keperawanan dari anak sahabat ayahnya sendiri?
Belum cukup kah Miftah membuat seorang gadis hamil dan hampir saja mati karena berusaha mengugurkan kandungannya?
Apakah Miftah, anak lelakinya itu akan kembali membuatnya bersedih, terluka dan terpukul lebih dalam lagi?
**"Apakah kamu melakukannya juga pada gadis di foto ini, Miftah?" Tanya Aryo memperlihatkan foto yang terpampang di ponsel Arinda yang di pegang oleh Aryo.
Miftah diam, tidak berani menjawab pertanyaan dari Aryo tersebut. Miftah hanya kembali menunduk kan kepalanya setelah sempat terangkat, memandang foto yang di tunjukkan Aryo kepadanya.
"JAWAB, MIFTAH" kembali, Aryo berteriak seraya mencengkram kuat lagi kerah jaket Miftah.
"Iya" cicit Miftah pelan, nyaris seperti bisikan.
"Astaghfirullah" lemas Aryo melepaskan cengkramnnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Muda
RomancePenyesalan itu berada di akhir cerita kehidupan. Penyesalan tanpa adanya perubahan tak akan menjadikan kita lebih berguna. Jadikan masa lalu sebagai cerminan kehidupan agar kita jauh lebih baik untuk kedepan.