***Teng..teng..teng..teng..teng..
Bunyi lonceng gereja di ujung lorong terdengar bergema, membangunkan serta mengajak umat Kristiani melakukan ibadah mereka. Suaranya terdengar sangat keras seakan lonceng tersebut terletak di dalam rumah. Kusibakkan selimut sambil berusaha bangkit dari kasur. Mataku masih terasa berat, badankupun terasa pegal. Tidurku terasa belum cukup.Diluar keadaan masih gelap. Cahaya matahari belum nampak walaupun seberkas. Tanpa melihat jam yang tertempel di atas meja rias, aku tahu pasti bahwa saat ini pukul 5 subuh. Setiap pagi aku selalu terbangun, lebih tepatnya dibangunkan oleh dentang lonceng yang sama. Biasanya setengah jam kemudian akan terdengar seseorang membacakan renungan pagi. Selalu seperti itu. Aku bahkan hafal dengan lagu pujian mereka. 5 tahun tinggal dirumah ini mau tidak mau aku bisa hapal semua rutinitas harian disini.
Setengah melompat aku bangun, membasuh muka sekalian berwudhu untuk kemudian mendirikan sholat subuh. Hari ini aku harus bergegas. Ada acara pisah sambut Bos baru di tempat kerjaku.Selesai berpakaian, aku melangkah ke teras depan sambil membawa mug berisi kopi hitam yang lumayan kental. Kebetulan rumah yang kutinggali Memiliki pondasi yang lumayan tinggi. Terdapat 3 anak tangga di depan serta 5 dibelakang. Dari teras, aku dapat menyaksikan semua yang terjadi di sekelilingku.
Satu per satu rumah tetangga depan serta samping mulai menampakkan aktivitas. Walaupun pintu depan semuanya masih tertutup, tapi dapat kulihat sosok-sosok berlalu lalang didalam rumah-rumah itu. Di rumah depan misalnya, Arul, siswa SMA berjalan dengan mata mengantuk berusaha mengeluarkan motornya di teras samping. Disamping rumah Arul, ada rumah pak Bima. Ibu Lela, pembantu di keluarga Pak Bima tampak keluar dari pintu samping sambil menjinjing keranjang. Kemudian ada Ketua RT yang menemani ayahnya yang sudah renta untuk sekedar menghirup udara segar. Semuanya tampak terburu-buru. Bergerak dalam diam sesuai rutinitas masing-masing. Seperti inilah pemandangan setiap pagi hari. Seakan kegiatan di kompleks ini sudah terprogram demikian. Jika Mas Udhi sudah lewat dengan sepeda yang dilengkapi tempat jualan pentolan, berarti waktu sudah menunjukkan pukul 07.30.
Aku harus berangkat.******
Aku bekerja sebagai kasir di sebuah Butik di Mall. Jumlah karyawan di Butik ada 5 orang termasuk aku. Hari ini kami kedatangan Manager baru. Setiap 2 tahun, manager kami di rolling. Manager kami kali ini masih muda serta cantik. Amanda namanya. Orangnya supel dan mudah akrab.
Manager lama kami, Linda dipindahkan ke kota lain. Setelah acara perkenalan selesai, Amanda langsung jalan-jalan berkeliling Mall.******
Hari kamis
Sudah 3 bulan Amanda menjadi bos kami. Selama itu pula omset kami meningkat. Pelanggan bertambah setiap harinya. Amanda termasuk bos yang cekatan. Dia juga baik. Dia tidak segan-segan membantu melayani pembeli ketika dilihatnya kami kerepotan.
Mendekati waktu pulang, Amanda mendekatiku sambil menyerahkan 2 lembar kertas.
"Meily, sebentar malam kamu sama Elisa temani aku ke Lotus ya. Ini free pass buat kamu berdua. Jangan lupa, jam 8 aku tunggu disini"
Tanpa menunggu jawabanku, Amanda langsung pulang.
Aku masih terpaku memandang kertas di tangan. Lotus Pub & Resto.Sebenarnya aku tidak terlalu suka ke tempat seperti itu. Bukan apa-apa, tapi menurutku tempat itu terlalu glamour. Aku tidak pernah. Aku tidak percaya diri.
*****
Malamnya, saat tiba di butik, Amanda dan Elisa terlihat tengah duduk santai sambil ngobrol di kursi pengunjung. Amanda tampak elegan dengan terusan panjang berlengan pendek berwarna biru dongker serta belahan yang lumayan panjang di samping, memperlihatkan kakinya yang panjang dan mulus. Dilehernya melilit syal rajut berwarna-warni. Tampak serasi sekali. Sedangkan Winda mengenakan terusan selutut warna abu-abu tua, dilengkapi sepatu boot warna coklat. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda. Aku cepat-cepat masuk, sambil menyapa keduanya yang langsung di sambut dengan tatapan aneh dari mereka berdua, terutama Amanda. Matanya sampai membulat seperti melihat hantu.
"Ya ampun Meily kita mau Clubbing, bukan mau rapat. Ayo cepat ganti baju. Winda, kamu bantu Meily berpakaian. Pilih saja di pakaian yang disewakan"
Butik kami memang menyediakan jasa sewa pakaian.
Aku bingung. Apanya yang salah? Celana jeans hitam dengan atasan sweater rajut warna kuning dengan sulaman bunga kecil-kecil berwarna putih. Aku memang tidak terlalu mahir dalam hal fashion.
******
Lotus Resto & Pub
Suasananya memang lumayan ramai. Hmpir semua meja sudah terisi. Untunglah kami sudah memesan tempat sebelumnya. Aku diam saja sambil memandang sekeliling dengan kagum. Aku memang baru pertma kali ke Restoran mewah seperti ini. Aku lebih sering makan di warteg, atau kedai di dalam Mall.
Tak terasa sudah pukul 11. Dudukku sudah tidak tenang, tapi kulihat Amanda dan Winda masih sangat menikmati. Mereka asyik bercakap-cakap dengan para cowok berpenampilan menarik di sudut bar sambil minum bir. Sedangkan aku dari tadi duduk sendiri sambil main hp. Untunglah disini free wifi. Aku sedikit menyesal ikut kesini. Sebenarnya aku sudah menolak waktu di butik tadi tapi Amanda memaksa. Aku tidak mampu membantah, bagaimanpun dia bosku. Dan aku memang tidak bisa membantah. Dari dulu aku selalu menurut, walaupun dalam hati aku tidak mau. Aku tidak tega. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa. Ah, aku memang lemah, kampungan. Aku tidak cocok disini. Tempatku bukan disini.
"Hai, boleh kenalan? Namaku Edwin"
Tiba-tiba aku dikejutkan suara berat seorang cowok didepan ku. Untuk sementara aku tergagap, tidak menyangka kalau apaan itu ditujukan padaku.
"Boleh aku temani?"
Ah, aku jatuh hati dengan senyum dan tatapan tajam Edwin..❤❤❤
BersambungTerimakasih sudah membaca.. Cerita ini setengahnya berdasarkan true story setengahnya lagi adalah khayalan Author.. Please vote and komentar membangunnya yaa
... 😘💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalikan Anakku
Romance"Bagaimana ini? Aku tidak mau hamil. Apa yang harus kukatakn pada orang tuaku? Meily menangisi kelalaiannya. Bingung memikirkan kehamilannya, impiannya dan impian orang tua. 🎐 (Di panti asuhan) "Aku titip anakku, bu. Namanya Omar. Ini ada uang unt...