Satu kelas

11 4 4
                                    

Tiga hari telah berlalu. Tiga hari itu pula Zaza, Salma, dan Deff menjadi sangat dekat satu sama lain.

Pembagian kelas sudah ditempel pada mading. Zaza tidak sabar untuk melihat dengan siapa ia akan sekelas.
Ia sangat berharap akan satu kelas dengan sahabatnya, Salma.

Namun Zaza keliru. Ia keluar dari kerumunan dengan wajah yang murung.

"Za, kok cemberut gitu? Masih pagi loh ini, " ucap Salma

"Kita ga sekelas, Dwi" balas Zaza.

Zaza memanggil Salma dengan sebutan "Dwi" atas permintaan Salma sendiri, Karena menurut Salma dipanggil "Ma" itu berasa kayak ibu-ibu. Dan dipanggil "Sal" itu berasa kayak Salma di Film Dear Nathan.Zaza hanya tertawa ketika mendengar jawaban dari calon temannya itu ketika di awal perkenalan di SMP Harapan Bangsa beberapa tahun lalu. Panggilan itu hanya berlaku untuk Zaza. Oleh sebab itu, Zaza merasa sangat spesial menjadi teman Salma, Salma mampu membuat Zaza merasa spesial dengan cara yang sangat sederhana dalam berbagai keadaan. Persahabatan mereka sangat indah, apalagi bagi remaja seusia mereka, banyak yang iri dibuatnya.
Dalam pandangan Zaza, Salma itu unik. Ia merasa sangat bahagia telah bersabahat dengan Salma selama kurang lebih tiga tahun.

"Apa?! " Salma pura-pura terkejut dengan gaya lebay yang sengaja dibuatnya.

"Yaelah.. Woles kali, Za. Kita cuman ga sekelas, bukan hidup di belahan dunia yang beda."

"Iya, sih. Lagian jarak antarkelas kita cuman satu kelas doang kok, hehe."

Salma memutar bola matanya.

"Lu lebay sih! Segitu takutnya jauh sama gue, padahal satu sekolahan loh kita."

"Bukannya gitu, Dwi. Gue gak siap buat temenan sama orang lain. Kan lu tau, dari dulu sampai sekarang, cuman lo teman dekat gue satu-satunya."

"Za, gue sayang sama lo. Gue pengen lu itu bisa berteman sama orang lain juga. Bukan cuman sama gue. Bukannya gue nggak mau terus-terusan sama lo, tapi kita ini makhluk sosial, Za. Lo juga butuh interaksi sama manusia lain. Kalau lo ga mau buka diri lo buat orang lain, kapan lo bakalan berkembang? Za, gue slalu bersedia buat ada di samping lo, tapi gue ga bisa kasih jaminan apa-apa."

"Iya, gue bakalan buka diri gue dengan lingkungan yang baru ini" balas Zaza dengan wajah tersenyum yang membuat pipi tembemnya mengembang.

"Gitu dong kalo jadi sahabat gue" balas Salma ceria sembari menoel pipi sahabatnya itu.

Sebenarnya yang lebih Zaza khawatirkan bukan karena tidak sekelas dengan Salma, namun karena ia sekelas dengan Deff.
Ia merasa ada hal yang berbeda dalam cara Deff memperlakukan ia dengan Salma.

"Dwi, gue khawatir kalau suatu hari pacar lo suka sama gue. Elah lu apa-apaan sih, Za! Kepedean banget jadi cewek!" batin Zaza.

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah. Kelas Zaza adalah kelas yang lebih dulu ditemui. Zaza memasuki kelas setelah berbincang sejenak dengan sahabatnya itu.

Mata Zaza menyusuri setiap sudut kelas barunya itu.

Deff mana ya, kok belum kelihatan batang hidungnya. Dih, sejak kapan gue jadi mikirin tu cowok. Sadar Za, Sadar!

Zaza meletakkan tangannya di meja dan menenggelamkan wajahnya.

"Selamat pagi, Za."

Suara lelaki itu mampu membuat Zaza mengangkat kepalanya dengan malas.
Meski mengenali suara itu, Zaza tetap kaget saat melihat siapa yang kini tengah dihadapannya.

"Pagi" balasnya singkat.

"Haha, kamu lucu banget deh Za. Masa ngeliat aku sebegitu kagetnya. Aku boleh duduk di samping kamu? " ucap Deff  to the point.

"Gimana kalau lo duduk di tempat yang lain aja? Kan masih banyak yang kosong , hehe"

"Jadi kamu nggak ngebolehin aku nih?

"Bukannya gitu, tapi..."

"Okey, aku duduk disini. Aku anggap itu sebuah persetujuan " potong Deff.

Lalu Deff duduk disamping Zaza dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.

"Semerdeka lo, Deff"

Assalamu'alaikum
Terima kasih telah membaca cerita ini, maafkan kalau typo bertebaran. Hehe.
Tetap tunggu part berikutnya ya.
Jangan lupa vommentnya.
Terima kasih.

After You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang