Naville Valeria Ravika Lamont

57 9 0
                                    

Just read this. Then gimme your support and your opinion!!!
___________________________________

Farewell was indeed made to make the meeting feel wonderful again.
-Ken Terate-

"Guys, kalian udah tau bakal masuk sekolah mana?" Vale bertanya pada tiga sobat yang sudah menemaninya dari awal ia menjejakkan kaki di sekolah tercinta ini.

"Welvarend." Jawab Fara.

"Kemungkinan besar gue bakal balik ke Aussie." Timpal Nath dengan wajah sendunya membuat mereka menoleh kearahnya.

"Serius?" Tanya mereka kompak.

"Iya, masa kerja dadda disini udah habis." Nath menggembungkan pipinya.

"Lo jangan lupain kita, ya." Ujar Vale.

"Sip." Nath membentuk kata ok dengan jari tangan kanannya.

"Vale, lo ke Welvarend kan?" Tanya Fara sambil memasang wajah penuh harap.

"Nggak. Gue ke Gloria." Jawab Vale mantap.

"Yah. Masa kita pisah sih? Lo nggak mau satu sekolah dengan kakak lo?" Bujuk Fara.

"Nggak." Vale memasang wajah tegas.

"Ayolah, Vale." Rayu Fara.

"No." Vale tetap pada pendiriannya.

"Lo, Ka?" Tanya Fara pada Ika.

"Gue ke Gloria." Jawab Ika.

"Terus gue gimana dong? Masa nggak ada yang gue kenal disana?" Fara merajuk pada kedua sahabatnya.

"Lo ke Gloria aja deh." Ika memberinya saran.

"Nggak bisa. Papa udah netapin pilihan." Fara menggeleng.

"Kita kepisah-pisah, ya? Ntar kangen dengan kalian." Ucap Fara sendu.

"Kalo kita bertiga masih bisa nih ketemuan. Tapi Nath jauh." Vale menimpali.

"Udah deh, masih bisa skype-an, chat-chatan juga. Kok pada lebay sih." Nath memasang wajah tenang.

"Iya, nikmati aja dulu. Belum juga UN." Timpal Ika.

"Duh, jangan diingatin lagi. Pala gue masih puyeng gegara simulasi tadi." Fara menggerutu.

"Nih, biar nggak puyeng lagi." Ika menjulurkan tangannya yang ditumpahi lelehan es krim pada Fara, membuat Fara berlari menghindarinya.

"IKAAA" Fara menjerit ketika Ika sengaja mencolek pipinya dengan tangannya yang kotor.

"Mampus lo, mampus." Fara menyumpah serapahi Ika yang masih menjulurkan tangannya ke arahnya.

Vale hanya menggelengkan kepala menatap kedua sobatnya yang sudah menjadikan lobby sebagai arena kejar-kejaran, dering ponselnya mengalihkan perhatiannya.

"Halo." Suara bariton papa mengawali pembicaraan mereka.

"Halo, Pa." Jawab Vale sambil berdiri mengambil tasnya.

SEVILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang