Kihyun bernapas dengan lega seminggu terakhir ini. Minhyuk sudah kembali sadar dan kondisinya membaik meskipun dibantu dengan seribu kebohongan dari semua orang. Kebohongan untuk semua pertanyaan dan keluhan-keluhannya. Setidaknya, Kihyun tahu alasan kenapa dia tidak sesak napas seminggu ini.
Matanya menyapu seluruh ruangan. Hanya mereka bertiga, Minhyuk, Shownu dan dirinya sendiri. Member yang lain ada di tempat lain. Tentu masih ada banyak hal yang mereka sesali.
"Kemana Changkyun? Apa dia baik-baik saja?" Minhyuk kembali bersuara memecah kesunyian. Matanya menatap dengan penasaran pada Kihyun dan Shownu.
"Tidak perlu memikirkan hal yang membuat detak jantungmu tidak normal, Minhyuk-ahh. Kita akan menjenguknya sama-sama setelah kau cukup sehat," Kihyun menggengam tangan Minhyuk ketika dia berujar.
"Aku mengahabiskan malam dengan sekarat bersamanya," Minhyuk menunduk ketika bibirnya meluncurkan sebaris kalimat.
Seperti biasa, rasa bersalah itu bergelantungan dalam mata Minhyuk. Kihyun sangat tahu karena dia juga merasakan hal yang sama.
"Kami begitu lemah saat saling bercerita untuk menjaga kesadaran kami yang tersisa. Sungguh, aku sudah berpikir bahwa aku rela mati malam itu jika bisa menyelamatkan dia. Kau tahu, dia begitu polos dan manis. Dia tidak pernah membenciku walaupun aku yang paling terang-terangan membencinya."
Minhyuk menunduk semakin dalam. Kihyun memilih mendekat. Duduk di sisi kanan pemuda itu lalu menggenggam erat kedua tangannya. Kihyun tidak menuntut apapun.
"Apa kalian bisa menerimanya seperti aku menerimanya?"
Pada akhirnya, Kihyun tidak bisa menahannya lagi. Dia ingin menangis. Maka, dengan kepastian hatinya, Kihyun mendekap Minhyuk dalam dekapan erat. Lalu dia menangis.
"Kami selalu melakukannya, Minhyuk-ahh. Selalu," Kihyun terisak.
"Berarti aku yang paling terlambat untuk menyadari kebaikan hatinya?" nada yang Minhyuk keluarkan membuat Shownu mengalihkan matanya. Tidak ingin melihat hal-hal yang membuat kepalanya jauh lebih sakit. Dia bangkit, mengusap rambut Minhyuk dan Kihyun, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Shownu memiliki cara sendiri untuk menuangkan semua perasaannya. Siapa yang tidak merasa bersalah? Siapa korban dan siapa pelaku dalam hal ini?
"Bukan! Bukan kau."
Di balik pintu yang telah tertutup, Shownu bisa mendengar suara serak Kihyun. Dia tahu hari-hari seperti memang akan datang. Berapa banyak lagi mereka harus kehilangan? Yang lebih terpenting lagi, apa hanya dengan kebohongan mereka bisa tetap hidup?
Masih dengan memeluk Minhyuk erat, Kihyun cepat-cepat mengeleng. Wajah Minhyuk yang penuh rasa bersalah menikam dadanya dengan menyakitkan. "Kami semua terlambat menyadarinya," Kihyun menyambung.
Minhyuk sedikit keget dengan jawaban Kihyun yang begitu cepat. Tapi tidak mengambil banyak perhatian. Dia kemudian hanya mampu tersenyum dan membaringkan diri. Terlalu lelah. Meskipun tatapan sedih Shownu padanya memberi detakan menyakitkan pada jantungnya.
Changkyun? Di mana kau?
--
Ruang rawat Minhyuk lebih ramai dari biasanya. Hari ini, Minhyuk sudah diijinkan pulang. Tapi, tentu bukan kenyataan itu yang membuat Minhyuk begitu bahagia.
"Cepatlah, Hyungwon! Aku sudah berbaring selama satu minggu dan terpenjara di sini hampir satu bulan. Aku tidak ingin membuat Changkyun menunggu terlalu lama, bukankah dia juga merindukanku?" Minhyuk mendesak Hyungwon yang bertugas mengemasi barang-barang Minhyuk selama di rumah sakit.
Dan ruangan itu penuh dengan kata-kata dan kebohongan yang menggelantung.
Shownu menepuk bahu Kihyun lalu mengangguk. Mereka tidak punya pilihan yang bagus.
"Minhyuk!" Kihyun memanggil sambil mendekat. Dia meraih tangan Minhyuk lembut dan menggenggamnya di dada.
"Changkyun ... "
"Ada apa dengan Changkyun? Jawab!" Minhyuk menyembur dengan pertanyaan dan seruan keras.
Kihyun membingkai pipi Minhyuk dengan tangan kirinya, sejujurnya rasa dingin yang dia rasakan menahan kalimat Kihyun di tenggorokan.
"Jangan pergi seperti dia."
Minhyuk mengerjap dengan bingung. Bahunya melemas oleh rasa takut yang semakin menjadi-jadi. Tawa kecil dipaksakan keluar dari celah bibir Minhyuk. Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataan pahit menamparnya semakin kuat.
Minhyuk kemudian tersengal. Matanya berkaca-kaca menatap Kihyun, lalu melompat pada wajah-wajah putus asa di sekelilingnya. Detak jantungnya sudah tidak mampu lagi dia kenali sebagai detak jantung.
"Kalian," Minhyuk tersendat napasnya sendiri. "Membohongiku?"
Kihyun merusaha menahan tubuh Minhyuk tapi dia hanya mendapatkan penolakan keras. Minhyuk menggeleng kuat-kuat sambil menepis tangan Kihyun. Matanya berkaca-kaca dan tubuhnya bergetar hebat. Meskipun terlihat sangat lemah dan rapuh, Minhyuk menolak semua rengkuhan padanya.
"Changkyun tidak akan meninggalkanku seperti ini."
"Minhyuk."
"Diam!" Minhyuk menjerit kuat. Kemudian pandangannya mengabur.
Minhyuk memeluk dirinya sendil sambil meringkuk di atas tempat tidurnya. Sepenuhnya menolak sentuhan Kihyun maupun yang lain.
"Aku ... " Minhyuk menarik napas berat.
"Aku masih bisa merasakan tangannya yang kecil dalam genggamanku. Aku masih ingat aroma rambutnya saat kudekap dia di dadaku."
"Dia berkata banyak hal. Dia ingin kita makan bersama lagi, dia ingin kita punya waktu untuk saling mengerti. Aku mengeluhkan banyak hal dan dia tetap mendengarkanku. Aku takut setiap kali dia tidak sadar, tapi aku lebih takut ketika dia sadar dan mundah darah lagi. Aku ... aku tidak tahu harus berbuat apa."
Mata merah Minhyuk menatap Kihyun. Yang saat itu juga tengah menangis dalam diam.
Siapa yang tidak terluka?
"Dia menangis dalam pelukanku, dia meminta maaf untuk semua hal yang tidak dia ketahui. Dia meminta maaf karena aku membencinya."
Minhyuk memeluk lututnya lebih erat. Masih menangis dengan bahu bergetar. Tidak ada yang berusaha membuatnya tenang. Mereka sendiri kesulitan menyakinkan diri mereka sendiri tentang apa yang terjadi pada mereka.
"Aku, aku bahkan belum meminta maaf," Minhyuk merintih.
Semuanya masih terdiam dan sesekali Minhyuk masih bersuara dengan pelan dan tersendat-sendat. Jooheon berdiri di dekat jendela. Menatap sinis entah pada siapa. Merasa muak pada sesuatu yang tidak bisa dia pahami. Apa karena kehilangan Changkyun? Benarkah karena itu?
"Katakan padaku jika hanya kau yang merasa bersalah, Minhyuk hyung." Jooheon kemudian berujar sinis. Kini juga menatap Minhyuk dengan dingin.
"Jika kau berpikir hanya kau yang terluka ... "
"Aku tidak berkata begitu."
"Tapi kau bersikap begitu," Jooheon berteriak keras.
Minhyuk tersengal semakin keras. Napasnya semakin berat untuk ditarik masuk dalam paru-parunya.
Jooheon menatap dingin semua hyungnya lalu pergi dengan cepat.
Siapa yang tidak salah? Siapa yang benar?
.
.
.
.
.
Please, comment and vote if you like this chapter.
LM
