Minyuk melihat detik-detik mobil yang dia tumpangi menambrak pinggiran jalan lalu terguling jatuh. Kepalanya terbentur, lalu persekian detik selanjutnya dia sudah jatuh terduduk. Kakinya terbentur. Sikunya menekuk dengan sudut yang menyakitkan. Kadang kala pandangan mata Minhyuk hanya gelap, lalu berganti dengan warna kelabu.
Mobil berguling menuruni tebing dan belum menemukan daratan yang cukup datar untuk berhenti.
Minhyuk merasakan kepalanya berbenturan dengan keras berulang kali. Kesadarannya muncul dan hilang bergantian. Kaca yang pecah menyalurkan desisan angin bersama udara dingin menyapa Minhyuk. Dan pemuda itu telah menahan napas terlalu lama. Darah tercium kuat.
Berhenti berguling!
Minhyuk mencoba menggerakkan tangan. Dia tidak bisa merasakan tangannya. Lalu, hanya ada kegelapan.
--
Minhyuk merasakan sakit luar biasa di tengkuknya. Mata Minhyuk mengerjap mengumpulkan kesadaran. Langit terlihat rabun dari sudut yang salah. Minhyuk akhirnya sadar posisinya terlalu rendah dan tubuhnya tidak terjungkal karena masih terikat seatbelt. Dia menatap langit dengan posisi terbalik. Langit tampak biru pucat.
Leher Minhyuk terasa pegal. Dia tidak bisa merasakan kakinya. Tapi Minhyuk tahu kakinya masih utuh.
"Errr ..." Minhyuk mengerang kesakitan. Dia mencoba menggerakkan tangannya. Saat itulah Minhyuk sadar sikunya terjepit di antara jok kursi dan pintu mobil, dan membengkok ke arah yang aneh.
Minhyuk meluruskan lehernya. Menarik napas lambat-lambat memenuhi paru-parunya yang terasa perih. Bersamaan dengan tarikan napasnya, Minhyuk bisa mencium bau darah yang pekat.
Mata pemuda itu terpejam lagi, lalu terbuka. Minhyuk berulang kali berusaha mengatur napasnya agar paru-parunya tidak terasa sakit. Dia mencoba meluruskan kakinya yang mati rasa. Menggerakkan jari kakinya sekedar memastikan kakinya masih berfungsi.
Minhyuk merasakan dirinya basah. Oleh darah dan air hujan. Dia lalu mencoba membenarkan posisi tubuhnya yang entah kenapa seperti bayi dalam rahim ibu. Lehernya terasa sakit. Minhyuk mendorong tubuhnya dengan menumpukan kaki kirinya. Memberi dia sedikit dorongan agar punggungnya bisa tegak. Minhyuk menarik napas lambat-lambat.
Gerakan sekecil itu membuat paru-parunya menjerit.
Minhyuk diam beberapa saat. Menarik napas, tahan dan menghembuskannya dengan perlahan. Berulang kali hingga tenaganya cukup untuk membenahi posisinya atau dia akan mematahkan tulang punggungnya.
Minhyuk mendorong tubuhnya lebih tinggi dengan bantuan kaki kirinya yang beruntung mendapatkan pijakan cukup kuat. Berulang kali hingga akhirnya dia bisa menarik punggungnya dari himpitan dua jok kursi dan berhasil duduk dengan benar. Napasnya tersengal. Dadanya naik-turun dengan cepat memompa darah dan udara.
Sudah berapa lama ini?
Dengan susah payah Minhyuk mendorong pintu mobil terbuka. Kacanya telah pecah dan menusuk di beberapa titik yang membuat Minhyuk menahan napas setiap kali kaca bergeser di atas kulitnya. Dia kemudian menarik benda itu. Darah mengalir lebih deras dari luka yang terbuka, tapi Minhyuk tidak bias terlalu peduli.
Pintu mobil akhirnya terbuka. Minhyuk menyeret tubuhnya keluar dan merasakan tanah lembab di bawahnya. Hujan masih menyisakan rintik-rintik. Kabut turun dengan tebal menghamburkan pandangan Minhyuk.
Minhyuk membaringkan dirinya di tanah. Merasakan punggungnya basah, dan air menusuk matanya. Minhyuk membuka mulut dan menelan air yang masuk ke mulutnya. Tenggorokannya terasa perih dan kering. Di atas sana langit berwarna biru pucat. Tidak ada cahaya yang berarti. Meskipun begitu, Minhyuk bisa melihat lingkungan sekitarnya.
