[IA POV]
(Lokasi Rumah Sakit, 2014)
"Syukurlah kau sudah bangun, Aria"
Aku terbangun dari tempat tidur, sinar matahari mulai masuk dari balik jendela, aku tersadar bahwa kau sudah berada di kamar pasien. Aku melihat sekitarnya ternyata kakakku sudah duduk disampingku. Aku juga melihat diriku yang sudah terkapar di ranjang ini dengan beberapa infus dan alat bantu pernafasan.
"Kakak.." ucapku dengan suara serakku, Kak Yohio segera menggenggam tanganku
"Maafkan aku Aria, seandainya kakakmu lebih tahu dari awal pasti kau tidak sakit separah ini" katanya lalu ia mengeluarkan air matanya dan menangis keras di samping tempat tidurku.
"Eh.. apa maksud kakak?" aku sebetulnya sudah tahu aku sakit batuk seperti ini tapi aku tidak menyangka bisa dibilang sakit parah. Aku heran kakakku menangis keras seperti ini biasanya ia sering menunjukkan senyumannya.
"Kata..kata dokter kau menderita penyakit kanker paru paru" jawab Yohio masih menggenggam erat tanganku lalu menundukkan kepalanya
"Apaa..." kata itu yang bisa kuungkapkan sekarang, jadi ini penyebab aku sering batuk selama ini. Sekali lagi aku tidak menyangka bahwa aku ternyata menderita penyakit berat seperti ini. Akupun ikut menangis disamping kakakku. Kami berdua adalah yatim piatu, paman dan bibi kami yang merawat kami. Tapi sayang mereka jarang menemui kami tapi kami tetap dikirimi uang.
Jadi jika aku pergi maka kakakku akan sendirian, aku tidak mau hal itu terjadi, aku tidak ingin berpisah dengan kakakku. Tangis kami mengisi ruangan itu, sepasang kakak beradik tanpa orang tua mengeluarkan emosi terdalam melihat kenyataan pahit ini.
Kemudian kakakku menemaniku sampai siang, ia sampai ijin ke sekolah untuk tetap menemaniku di rumah sakit. Tentu ia masih menggegam tanganku. Berbaring di tempat tidur dan mengamati wajah kakakku, aku jadi teringat saat saat dulu aku sering mengantarkan bekal makanan buatanku padanya dan ia mengatakan terima kasih padaku dan tersenyum padaku. Lalu aku teringat pertandingan basket nanti sore...
"Kakak..uhuk..uhuk" aku memanggil Kak Yohio tapi batukku kambuh lagi
"Aria, ada apa.., kau mulai merasakan sakit lagi'kah, aku harus memanggil dokter sekarang" Yohio kuatir melihat batukku mulai kambuh lagi, tapi aku menghentikannya dengan memegang lengan bajunya
"Tunggu Kak jangan, apa nanti sore apa seharusnya kakak ikut bertanding basket bersama team kakak" tanyaku keras dan tentu aku langsung batuk keras setelahnya karena aku tidak boleh berbicara keras seperti tadi.
"Apa yang kau katakan, lihatlah kondisimu, mengapa kau masih kuatir dengan pertandinganku? Kau sebaiknya mengkuatirkan dirimu sendiri Aria" marah Yohio padaku apalagi melihatku batuk keras seperti tadi.
"Tidak..uhuk..tidak kakak..., Kak Hio.., su..su..dah.. berusaha keras... untuk hari'kan. Kenapa kakak..uhuk..mau menghindari...hari yang..uhuk..yang.. sudah kakak tunggu.. selama ini" bantahku terbata bata, sangat tidak enak berbicara dengan kondisi batuk seperti ini, semoga Kak Yohio bisa mendengarkan perkataanku.
"Aria..." Kak Yohio sudah berlatih sangat keras untuk team basketnya ini, ia sampai merelakan waktunya hanya untuk berlatih dan menjadi team inti pertandingan dan akhirnya berbuah manis, iapun dimasukan di team inti dan menjadi kapten teamnya.
"Apalagi Kak Yohio adalah kapten team basket, mereka pasti akan memerlukan kakak untuk menyemangati mereka selama bertanding.." aku tidak mau impian kakak sirna karena diriku.
"Tidak bisa Aria, kakak lebih baik mengubur impian kakak, daripada tidak bisa menemanimu disini" tolak Yohio keras kepala
"Kakak..., kau..kau..sampai berkata seperti itu. Berarti kakak sudah membuat bekal yang kubuat untukmu terbuang sia-sia..Uhuk..uhukk, aku membuatkan untukmu agar kau semangat berlatih basket dan bisa meraih impianmu..uhuk uhuk...menjadi pemain inti basket.." marahku sampai membentak kakakku yang memandangku tidak berdaya.
"Tapi.. tapi kau mau mengubur impianmu.. itu berarti mengubur impianku juga.., untuk bisa melihat kakakku satu satu yang kubanggakan bisa bermain di lapangan resmi" kata kataku ini membuat Kak Yohio menangis lagi lalu memelukku erat.
Setelah perkataan tadi, Kak Yohio akhirnya mau bertanding di lapangan basket namun ia berkata akan segera kembali ke rumah sehabis pertandingan selesai.
"Tunggu kakak..." aku menghentikan Kak Yohio yang mau keluar kamar
"Ada apa Aria?" tanya Kak Yohio mau menggenggam pegangan pintu
"Anu..., aku ingin ikut melihat pertandingan kakak" pintaku sambil berusaha duduk disamping kasurku. Selain aku ingin melihat pertandingan kakakku, aku ingin mengucapkan terima kasih langsung pada Yuuma yang sudah mengantarku ke rumah sakit kemarin.
Aku dengar dari kakakku, bahwa handphone kau tidak bisa dihubungi dari kemarin dan kenapa kau yang menyelamatkanku tapi sampai tidak menjengukku. Aku tidak tahu alasannya tapi aku merasa sedikit kecewa, ia bilang kita adalah teman.
"Siapa bilang kau tidak boleh ikut, ayok" kali ini Kak Yohio mensetujui permintaanku tanpa perlu berdebat lagi. Aku senang sekali. Aku mengangguk..
Lalu aku segera berganti pakaian, melepaskan infus, terasa sakit rasanya melepas jarum ini tapi aku tidak menyerah gara gara ini. Kemudian kami berdua diam diam menyelinap dari rumah sakit. Untung saja kondisiku sekarang sudah mulai membaik meskipun masih batuk beberapa kali.
Sesampai di lapangan basket, kakakku menaruhku di kursi penonton strategis agar aku melihat pertandingan dengan jelas dan ia kembali ke kursi team. Aku melihat dia disambut teman teman yang sudah menunggunya.
Tentu saja aku juga melihat Yuuma juga duduk sambil menikmati minuman menunggu pertandingan dimulai. Seperti biasa ia terlihat mempesona dan berwibawa dibawah cahaya stadion olahraga ini. Aku merasa beruntung dapat melihatnya meskipun kondisiku sedang tidak sehat sekarang. Tapi setidaknya aku bsia melihat dia dan kakakku bertanding sebelum ajalku menjemput.
Suara peluit wasit berbunyi.., saatnya pertandingan dimulai.
.
.
.
.

YOU ARE READING
Awal dan akhir berbeda ( The Beginning and End are Different )
RomanceGumi adalah seorang penulis yang sedang menemani saudaranya yang sakit di rumah sakit. Disitu ia mengobrol dengan gadis berambut putih yang juga dirawat disana. Gadis ini menceritakan kisah cinta pertama dan terakhirnya. Bagaimana kisahnya..., Endin...