TENTANG HATI

1.8K 177 2
                                    

Hinata menatap nanar pada kondisi tubuhnya yang dipenuhi dengan ruam-ruam merah yang hampir memenuhi seluruh tubuh atasnya. Miris, ketika bahkan dirinya tidak dapat melakukan apapun selain berpasrah pada keadaan.

Hinata akan menerima segala apa yang Naruto lakukan pada dirinya. Tidak peduli jika batinnya menjerit, sebisa mungkin gadis itu akan menutupi segala keputusasaannya di hadapan Naruto.

Hinata tidak ingin dianggap lemah, melawan bukan berarti menunjukan jika dirimu seorang yang berani dan diam juga tidak dapat diartikan dengan ketidaberdayaan.

Hinata lebih memilih diam karena dirinya lelah ~ teramat lelah bahkan. Gadis itu berusaha menghilangkan segala bentuk ekspresi dan emosi jika dihadapan Naruto, itulah bentuk perlawanan yang menurutnya efektif untuk saat ini.

Nyawa ibunya berada dalam bahaya jika Hinata mencoba melawan atau mengutarakan ketidaksukaannya. Biar saja hatinya mati, Hinata memilih untuk tidak ingin merasakan segala bentuk emosi yang dapat membuatnya menjadi gadis lemah.

Hatinya sakit dan perlu beristirahat dalam waktu yang lama ~ mungkin hingga ajal menjemputnya. Hinata tidak menyalahkan Tuhan atas kemalangan yang menimpa keluarganya.

Memang segala sesuatu telah digariskan dalam suratan takdir, tapi manusia memiliki berbagai pilihan dan setidaknya dapat merubah beberapa takdir jika berusaha serta berdoa.

Tuhan begitu baik dengan memberikan kasih sayang dalam bermacam bentuk. Tapi terkadang manusia buta dan tidak menyadari.

Hinata tentu lebih menyalahkan ayahnya atas apa yang menimpa ibu dan juga dirinya. Pria itu bisa memilih untuk menahan nafsu duniawi dan tidak merusak hubungan yang begitu suci hanya untuk seorang wanita matrealistis yang sedikit lebih menarik dari ibunya.

Ayahnya bisa saja mengabaikan Arshinta Watanabe dan tentu kehancuran tidak akan datang pada keluarganya. Hubungan yang telah dibangun belasan tahun hancur hanya karena seorang wanita yang bahkan tidak peduli telah merusak kisah wanita lain.

Tapi setidaknya ada satu hal yang membuat Hinata merasa jauh lebih baik. Pernikahannya dengan Naruto membuat dia mengenal sosok penyayang pada diri seorang Kushina Uzumaki ~ ibu Naruto.

Hinata bahkan tidak segan untuk mencurahkan segala keluh kesah pada ibu mertuanya, dan dirinya percaya jika semua itu tidak akan sampai ke telinga Naruto.

Memang adakalanya selalu ada pelangi setelah badai. Hinata percaya jika ibu mertuanya adalah pelangi itu. Disaat dirinya merindukan pelukan hangat ibunya, Kushina akan hadir dengan segala kehangatan dan kata-kata yang menguatkan.

Untunglah saat ini Naruto selalu disibukkan dengan banyaknya pekerjaan di club, Hinata jadi bisa lebih sering menghabiskan waktunya dengan Kushina.

Bahkan hanya 2 kali Hinata dapat bertemu Naruto disetiap minggunya. Setidaknya pria gila itu tidak membuatnya setiap hari berada dikondisi yang paling menjijikan menurutnya.

Hinata tahu jika dia adalah seorang istri dan hubungan seperti itu memanglah wajar, tapi bagi Hinata kondisinya adalah pengecualian.

Pernikahannya adalah salah satu cara Naruto membuat dirinya terus terikat padanya tanpa takut dihantui dengan tuntutan hukum. Padahal bagi Hinata mustahil jika Naruto takut pada tuntutan hukum.

Aparat penegak hukum lebih takut berurusan dengan kelompok mafia sekelas Rubah Merah. Hinata merasa jika tidak akan ada hasilnya jika dirinya meminta bantuan aparat.

Naruto memiliki pengaruh yang besar dan tidak ada satu orang pun yang mau mencari masalah dengan pria itu, begitulah fikirnya.

Hinata hanya selalu beharap jika kelak pria itu akan mendapat balasan atas segala kejahatan yang telah diperbuatnya. Hinata yakin akan tiba saatnya dimana Naruto berada dalam posisi tidak berdaya dan terkalahkan.

<><><><><><>
Mati Rasa
<><><><><><>

Mati RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang