04

104 15 0
                                    

“Eoh... kita pernah ketemu?”

“Benarkah?”

Pria itu mengangguk lalu menjelaskan pertemuan singkat yang berakhir memalukan. Di tempat yang sama. Ketika ia berbahasa Indonesia dengan kaku. Sejenak Halwa mengingat kembali waktu itu, dan benar saja rupanya pria ini masih mengingatnya.

“Ooh, iya aku inget...”

“Omong-omong, banyak sekali beli bukunya. Buat ngajar?” gadis itu memerhatikan pria didepannya yang masih sibuk dengan tumpukan buku.

Pria itu justru menggelengkan kepala,”Aku belajar tentang Islam. Karena tidak tahu harus memulai dari mana, jadi kubeli saja semuanya”ucapnya dengan kata yang terdengar polos.

Alhasil gadis itu terkekeh pelan, ia terlihat mulai memahami pria tak dikenal bersama tumpukan buku,”Carilah seorang guru dan belajarlah padanya. Kalau Cuma buku, nggak akan cukup”

“Aku sudah memiliki seorang guru. Ini sekedar menambah ilmu...”

“Eum... kalau begitu, aku permisi dulu, ya” gadis itu berpamitan dengan senyum cantik yang sama seperti pertemuan pertama hari itu.

“Tunggu sebentar!”

Pria itu meletakkan buku-bukunya dan melihat gadis dihadapannya sudah pergi. Sejenak ia mengamati sekeliling, namun sosoknya benar-benar menghilang.

“Kenapa sudah tidak ada? Hmm... sudahlah” ia menghela nafas panjang lalu mengangkat lagi tumpukan buku-buku itu.

Bukannya membawa ke meja kasir, ia justru mengembalikan semua buku dan mengambil beberapa saja. Sepertinya dia mulai ragu dapat membaca semua buku, sementara tujuannya bukan sekedar membaca tapi memahami dan mendapat ilmu yang sampai ke dalam hati.

(***)

Mentari telah condong ke arah barat dan sinarnya mulai menjingga. Udara bahkan sudah lebih membaik dibanding dengan siang yang selalu terik. Minhyuk masuk ke dalam sebuah cafe yang masih dalam lingkup pusat kota Jember. Dia tampak terbiasa dengan cafe yang beraroma kopi segar.

“Cappucino”

“Siap!”

Usai memesan, ia memilih meja yang tak jauh dari meja kasir. Dikeluarkannya sebuah buku dan ia mulai membaca setiap lembarnya. Fokusnya hanya tertuju pada buku itu dan mengabaikan apa saja yang berada disekeliling.

“Waah... Anda terlihat sangat fokus, Dokter”

Minhyuk terkejut ketika mengetahui siapa yang telah duduk dikursi kosong didepannya. Namun, keterkejutan itu berubah menjadi senyum saat menyadari bahwa pria itu adalah Tuan Jung. Sebuah kebetulan, bertemu ditempat umum dengan guru bahasanya yang telah beralih menjadi guru pengajar Islam untuknya.

“Sejak kapan Tuan ada disana?” tanyanya seraya menutup lembar buku dan meletakkannya di atas meja.

“Baru saja...”

Keduanya pun saling bercengkrama, sekalipun lebih pada Minhyuk yang banyak berbicara tentang perubahannya akhir-akhir ini. Pria muda itu tampak antusias menceritakan banyak hal pada sang guru.

Pembicaraan itu terhenti ketika seorang perempuan mengantar kopi untuk Tuan Jung. Tunggu! Dia sungguh tidak asing. Wajahnya, senyumnya bahkan suara lembut itu. Benar!  Dia gadis yang ditemuinya sebanyak dua kali dalam toko buku.

“Kita pernah bertemu,’kan?” tanyanya tiba-tiba memotong percakapan gadis itu dengan Tuan Jung.

Gadis itu sedikit terkejut lalu mengangguk pelan,”Oh... Mas yang waktu itu beli buku banyak”

“Untuk apa kau disini?”

To Be Continue...

REMEMBER THAT ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang