"Semoga berjalan lancar..."
Tak lama kemudian, ia mendengar knop pintu terbuka. Didapatinya sang bunda yang berjalan masuk menemuinya. Wanita paruh baya itu tersenyum dan memeluk gadis bergaun putih itu dari belakang.
"Halwa... mulai sekarang kau bukan lagi milik Abi dan Ummi. Tugas kami sebagai orang tuamu telah selesai, berbahagialah dengan dia dan cintailah ia karena Allah..."
"Terima kasih, Mi. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuknya..." Halwa tersenyum menanggapi penuturan sang ibu.
"Baiklah, ayo pergi. Dia telah menunggumu..." wanita paruh baya itu melepas pelukannya dan menggandeng tangan sang putri untuk berjalan beriringan.
Sementara itu. Di dalam masjid, semua orang terlihat tak sabar menanti kedatangan mempelai wanita. Tak terkecuali Minhyuk yang terlihat lebih lega dari pagi tadi, rasa gugup berlebihnya berubah menjadi bahagia bercampur dengan degup jantung yang cepat.
Dia hanya berdiri dan menunggu perempuannya datang menghampiri. Namun rasanya sangat berbeda, jantungnya berpacu sangat cepat seperti menunggu seorang kekasih di hari kencan pertama atau lebih dari itu.
Pintu terbuka. Kedua pasang bola matanya tak berkedip mendapati sosok cantik bergaun putih panjang dengan kerudung yang senada, berjalan anggun mendekat kearahnya. Senyumnya yang cantik tersemat jelas. Membuat kedua bola matanya enggan beralih pandangan. Menyadari langkah dia yang semakin mendekat, jantungnya semakin tak karuan.
Gadis itu menghentikan langkah tepat di hadapan Minhyuk yang mematung kemudian tersenyum penuh arti. Tangan kekarnya terangkat perlahan, di usapnya dengan lembut pipi gadis cantik yang telah menjadi miliknya.
"Gomawo... Halwa-ya..." lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
Halwa membalas senyum itu lalu mengambil tangan kanan Minhyuk yang masih mengusap pipinya. Dia mencium tangan Minhyuk sebagai rasa hormat dan ketundukannya atas perintah sang pemimpin barunya. Selepas itu, Minhyuk mengusap ubun-ubun Halwa seraya menyematkan do'a.
"Ya Allah... sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya"
(***)
Seluruh acara di Masjid Baitul Amien telah usai beberapa waktu yang lalu. Semua kembali seperti semula, namun sepasang kekasih baru itu belum juga meninggalkan masjid. Mata Minhyuk tak hentinya menatap sang gadis dengan perasaan bahagia.
Perlahan ia menariknya dalam pelukan dan merasakan kehangatan baru. Ini menjadi sangat nyaman, seolah mendapat tempat istirahat yang terbaik. Tapi, semakin jauh pria itu mengikuti alur hatinya bulir air mata berhasil jatuh.
Halwa menyadari jika Minhyuk tengah menangis. Ia tak tahu alasannya, tapi mungkin ada hal yang tak dapat di ungkapkan oleh lisan. Ia memutuskan mengusap punggung kekar itu dengan lembut dan membiarkannya berlama-lama dalam pelukan.
"Mianhae.. aku tidak bisa membawa restu ayahku untukmu..." ucapnya di sela-sela isak tangis.
"Eum... gwaenchana, Minhyuk-a... "
Mungkin seperti ini sakitnya, pernikahan tanpa adanya kerabat atau sekedar restu dari ayah. Memulai hal yang baru seharusnya di warnai kebahagiaan dan suka cita, tapi itu sekilas. Ia tak dapat menyembunyikan kesedihannya lebih lama lagi.
(***)
Pagi lain menyapa, sepasang pengantin baru itu telah menjalani kehidupan rutin meski ada banyak hal yang telah berubah. Saat ini status Halwa bukan lagi sebagai anak melainkan seorang istri dari Lee Minhyuk. Perempuan cantik berkerudung panjang itu tengah sibuk mengemas pakaian ke dalam koper.
"Kamu yakin, kita pergi ke Korea?" tanya Minhyuk yang sedang merapikan diri di depan cermin.
"Iya, gimana pun juga kita harus ngunjungi orang tuamu"
Minhyuk menghela nafas panjang lalu menatap pantulan diri di cermin besar itu,"Aku masih takut..."
Halwa beranjak dari ranjang tidur dan menghampiri lelaki yang masih berdiri di depan cermin itu, ia berdiri tepat di depan tubuh kekar lelaki itu dan merengkuhnya dalam kehangatan.
"Gak perlu khawatir. Serahkan aja semua sama Allah..."
Pelukan hangat yang selalu ia sukai, Minhyuk membalas pelukan itu dan membenamkan wajah Halwa di dada bidangnya. Ia meletakkan dagunya di pundak sang istri dan memejamkan mata. Merasakan detak jantung Halwa yang teratur dan usapan telapak tangan yang menyapu punggung kekarnya dengan lembut.
"Aku menyukainya. Tetaplah seperti ini, sebentar..." tuturnya lembut.
(***)
Seperti yang telah di bahas pagi tadi, kedua pasangan itu benar-benar melakukan penerbangan ke Korea di sore hari. Cukup lama untuk sampai di kampung halaman sang suami mengingat jarak yang cukup jauh dan memakan waktu tak sedikit.
Melelahkan usai menempuh perjalanan udara hampir tujuh jam. Keduanya memutuskan untuk mencari hotel terdekat untuk sejenak melepas lelah. Halwa tahu jika hubungan Minhyuk dan keluarga memang tidak baik, namun setidaknya ia tahu siapa keluarga sang suami.
Malam semakin larut, lelaki itu masih enggan bergelut dalam mimpi. Ia memutuskan untuk shalat malam lalu menatap keluar jendela kamar yang besar. Dilihatnya pemandangan malam yang berbintang dengan satu bulan yang bersinar terang.
Lelah berdiri dan merenungkan banyak hal dalam diamnya, ia memutuskan kembali ke ranjang untuk menemani sang istri. Senyum kecil tercetak mendapati ketenangan milik Halwa. Ia naik ke atas ranjang dan menata posisi. Di gesernya guling yang berada tepat di sampingnya lalu ia merebahkan diri dalam posisi miring. Dengan jelas, ia menatap lekat setiap inci wajah Halwa yang lelap. Perlahan tangan kekarnya mengusap puncak kepala perempuan yang tak lagi berbalut hijab kebanggannya.
"Terima kasih..."
To Be Continue...
Update-nya abis sahur, soalnya sayang sama paket data malam hari hehehe. Mungkin kedepannya aku juga bakal update jam seginian sekalian nunggu adzan subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER THAT ☑
FanfictionSatu per satu, ia membuka setiap lembar kertas rapuh itu. Senyumnya kembali tercetak melihat setiap foto yang tersemat di antara lembarnya. Ia kesulitan membaca tulisan tangan yang tercetak disamping foto tersebut. Namun, tak dapat dipungkiri jika k...