prolog

8.6K 540 14
                                    

Unedited

brume /bro͞om/
noun mist or fog
.

23 Desember 2016

Pernikahan musim dingin adalah impiannya. Dalam terpaan angin yang menusuk kulit, kepingan salju yang jatuh di kepala, aroma cokelat panas yang mengental di udara. Semua itu sudah terbayang indah di kepalanya.

Meski itu tidak sepenuhnya benar sih, toh pesta pernikahannya tidak diadakan di luar ruangan meskipun ia sudah berdebat selama sebulan penuh dengan calon suaminya.

Entah Sasuke menggunakan keahlian negosiasinya dengan sangat baik atau dirinya lah yang terlalu lemah jika berurusan dengan laki-laki itu.

Sakura tersenyum kecil sambil menghirup pelan-pelan kopi espresso favoritnya. Mengingat Sasuke dan kenangan mereka memang selalu memberikan efek samping seperti ini. Apalagi jika ia menggali memori mereka selama enam tahun bersama. Terlalu banyak ingatan, terlalu banyak hal yang membuatnya mau tidak mau tersenyum selayaknya remaja.

Tapi bagi Sakura, mencintai Sasuke tidak pernah berubah: rasanya, sensasinya, detail-detail kecilnya. Masih sama seperti ketika pertama kalinya laki-laki itu menerima perasaannya bertahun-tahun lalu.

Suara dering notifikasi mengalihkan perhatiannya dari pemandangan di balik jendela. Sakura sedang berada di sebuah kafe yang biasa dirinya dan Sasuke datangi beberapa kali dalam seminggu. Mereka memang coffee-addict-Sasuke lebih tepatnya, tapi entah mengapa selama persiapan pernikahan mereka berlangsung, tingkat adiksinya juga sampai menyaingi pria itu-dan kafe itu, meskipun tidak terlalu besar dan populer, memiliki barista favorit mereka.

Sasuke
Maaf, Sakura. Aku tidak bisa datang. Hari ini klien dari Giri tiba-tiba datang untuk bertemu. Jangan marah.
Aku akan menemuimu nanti malam.

Senyumnya menghilang.

Selalu begitu.

Bukan, bukannya Sakura tidak mengerti dengan kesibukan Sasuke sebagai seorang Manajer, dan bukannya ini tidak sering terjadi sebelumnya-Sasuke memang seorang workaholic sejati, pekerjaan adalah tiga per empat hidupnya-hanya saja, entah mengapa, hal ini memicunya menjadi begitu gelisah belakangan ini.

Jenis kegelisahan yang mampu membuat air matanya menetes dalam sendu. Seolah sesuatu telah menekan jalur pernapasannya hingga rasanya ia menjadi sesak.

Bukankah ia baru berpikir bahwa ada banyak masa indah bersama Sasuke selama bertahun-tahun?

Sakura juga lupa bahwa ada banyak kepahitan dan kesakitan yang ikut menggiring memori manis mereka.

Delapan belas hari lagi mereka akan menikah. Semuanya hampir siap. Ia hanya perlu menyiapkan diri dan berjalan menuju altar dan dirinya akan bersama Sasuke selamanya.

Tapi kegelisahan, ketakutan dan memori pahit itu yang justru mengganggu mimpi indahnya. Kesibukan Sasuke juga tidak membantu dan justru membuatnya kembali mengingat alasan-alasan bodoh bahwa sampai kapanpun, menikah atau tidak, selamanya atau tidak, ia tidak akan pernah memiliki Sasuke seutuhnya.

Inikah yang disebut pre-wedding blues? Rasanya omong kosong, karena Sakura yakin kegelisahan itu selalu ada di dalam dirinya. Mungkin tertutup rapat, mungkin sama sekali tidak terlihat. Tapi dia ada-disana, menunggu dalam diam, siap menerkam.

Sudahlah, ia sudah muak dengan semua pikiran tolol ini.

Sakura
Baiklah. Aku akan menunggumu. Sebaiknya kau membawa makan malam yang enak atau aku akan benar-benar marah. Aku mencintaimu :)

brumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang