Three

3.4K 430 15
                                    

Unedited

Sekilas, Konoha tidak terlihat berbeda. Gedung perkantoran besar di pusat kota mungkin sedikit berubah, seperti halnya taman-taman di pinggir jalan yang semakin cantik atau beberapa fasilitas yang bertambah sejak dua tahun lalu. Atau cuacanya panasnya—meski setelah tinggal di Suna selama beberapa bulan, Konoha jauh lebih bersahabat dalam hal iklim.

Tidak sulit menyebutkan perbedaan-perbedaan yang terlihat selama Sakura menuju rumah, Konoha tidak sebesar Sound City atau Giri jadi ia bisa merasakan sedikit perubahan itu walaupun sudah lama tidak berada di sini.

Tapi tetap saja, semuanya tidak sama lagi. Ia tidak melihat Konoha seperti dulu dimana setiap sudutnya dipenuhi dengan bekas-bekas kebahagiaan atau bayangan Sasuke di sisinya. Mungkin salah satu alasan Sakura melarikan diri dari tempat ini karena ia tidak akan pernah bisa melupakan Sasuke jika ia masih harus melihat kenangan-kenangan itu di sudut memorinya.

Bukan berarti berada jauh dari sini membuatnya jadi lebih mudah, pikirnya sinis.

Ah, sudahlah.

Setelah menghabiskan waktu menangis semalaman kemarin malam, hatinya mulai sedikit lapang. Kisah cintanya sudah berakhir dan ia sudah menerima kenyataan itu sepenuhnya. Jika tidak, ia pasti akan hancur ketika melangkahkan kaki kembali kesini.

"Apa kau tahu selama kau pergi, Naruto sudah membuka dua kedai ramen di pinggir kota. Dan kau harus melihat bagaimana ramai antreannya saat makan siang. Aku akan mengajakmu kesana nanti."

Sakura tersenyum. "Syukurlah." Ia mengalihkan pandangannya ke sisi jendela lagi. "Tapi aku tidak yakin bertemu dengannya dalam waktu dekat adalah ide yang baik Ino. Aku takut dia akan mengusirku alih-alih memberiku ramen."

Naruto adalah teman baiknya di SMA, atau teman baik Sasuke lebih tepatnya. Tapi semenjak ia berkencan dengan Sasuke, Naruto sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, meskipun tingkahnya terkadang kekanakan, Naruto adalah teman terdekatnya. Dia lah orang terdepan yang selalu mendukung hubungannya bersama Sasuke dulu. Jadi ide bertemu dengan Naruto saat ini sama buruknya dengan bertemu mantan kekasihnya. Ia tidak sanggup melihat kekecewaan atau kebencian menggantikan tatapan hangat yang biasa dia berikan dulu.

Ino mendesah. "Baiklah kalau begitu maumu. Tapi kau tidak boleh menolak datang ke kantor galeriku besok, oke? Aku akan mengenalkanmu pada Sai. Kau pernah mengoleksi salah satu lukisannya kan?"

"Oke." Sakura menyanggupi. "Apa dia benar-benar ganteng seperti di foto?"

Ino tertawa. "Lumayan. Tapi menurutku temannya, Toneri, jauh lebih tampan. Kau akan menyukai Toneri, dia kolektor lukisan dan barang-barang seni sepertimu. Walaupun kau cuma amatir sih tapi kurasa kalian akan nyambung."

Sakura berdecak, mengetahui arah perkataan Ino. "Jangan mulai, Ino. Aku tahu pikiran licikmu."

Ino mengangkat bahunya santai. "Memangnya kenapa? Bukannya kau bilang kau sudah berpacaran waktu di Suna? Tidak ada masalah kan kalau kau mulai mengenal pria lain?"

Sakura memang sudah bercerita tentang kisahnya dengan Gaara, pria yang sempat dekat dengannya setelah ia pindah ke Suna beberapa bulan yang lalu.

Meskipun hanya berjalan dua bulan hubungan mereka lebih mirip persahabatan dibandingkan hubungan kekasih. Ia dan Gaara sama-sama dekat karena situasi menyedihkan—masih sama-sama terjebak dalam masa lalu. Jadi ia tidak bisa sepenuhnya mengatakan bahwa mereka benar-benar dekat seperti hubungannya dengan Sasuke dulu.

"Aku sedang memantapkan hatiku, Ino. Tidak adil jika aku memulai suatu hubungan sementara hatiku masih setengah-setengah."

"Tapi Sakura, sayang, kau tidak akan pernah mantap jika kau tidak mau mencoba. Aku juga tidak menyuruhmu langsung berhubungan dengan siapa pun," balas Ino. "Hah… sudahlah. Kita lanjutkan pembicaraan nanti."

brumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang