Unedited
19 Desember 2018
Ada banyak hal yang disesalinya. Ia menyesal tidak mengambil jurusan seni dan mengutuk dirinya yang terlalu pragmatis dan memilih menjadi ilmuwan. Hari ini, ia juga menyesal harus bertengkar dengan Hinata dan membuat hidupnya di apartemen sewaan mereka menjadi canggung.
Ia lebih menyesal, kalau boleh dibilang, memutuskan untuk mengambil pekerjaan sambilan barunya karena bosnya ternyata seorang mata keranjang yang seringkali melihatnya dengan tatapan menjijikan-seberapapun besar tip yang bisa didapatkannya.
Tapi tidak ada yang pernah ia sesali sebesar ia menyesali keputusannya untuk meninggalkan cintanya.
Penyesalan yang walaupun hari telah berganti dengan begitu cepat, musim bergilir, detik menyambut dengan suara antusias yang berdetak di dinding mampu membuat perasaannya serta penyesalannya hilang.
Semua emosi itu terkurung statis di dalam dirinya. Seolah rekaman memori yang siap menghujam karena ia telah berani melukai Sasuke. Sasuke Uchiha-orang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Mungkin bukan perkara hati, tapi siapapun akan terinjak harga dirinya jika dipermalukan di depan semua orang di pesta pernikahan mereka sendiri.
Mungkin Sasuke lebih tangguh di banding kebanyakan orang, tapi Sakura yakin bahwa pria itu sudah pasti sangat marah saat mengetahui dirinya ditinggalkan di depan altar.
Mungkin Sasuke sudah berubah membencinya.
Sakura melemparkan celemeknya dengan kasar. Nafasnya tersengal karena lagi-lagi ia memikirkan pria itu.
Memikirkan keputusan bodohnya yang sudah membuatnya begitu menderita.
Jika ia bisa mengulang keadaan, ia akan memarahi bagian dari dirinya yang sudah membuatnya menyerah pada Sasuke. Dan bukannya justru lari seperti orang bodoh, ia akan berlari kepada pria yang dicintainya. Mengikatnya hingga mungkin saat ini mereka sedang hidup bahagia bersama. Mungkin sudah memiliki buah hati yang mereka cintai dan mungkin ia tidak perlu merasa kesakitan seperti ini.
Benarkah?
Apa kau yakin akan merubah keputusanmu, Sakura?
Diam! Sudah cukup kau membuatku menderita, brengsek!
"Sakura, sayang, seseorang mencarimu di luar."
Tenten, salah satu pelayan di Cueva, teman barunya yang memiliki suara selembut sutera memanggilnya. Menarik atensinya yang sempat tenggelam dalam luapan memori beberapa waktu lalu.
Alis Sakura bertaut. "Siapa? Hinata?"
Ia agak heran mendengar seseorang mencarinya. Ia berpikir positif bahwa Hinata yang sedang menyusulnya kesini karena tidak kuat bermarah-marahan lebih lama. Mungkin ia akan meminta sahabatnya itu menunggu lebih lama, sehingga mereka bertiga-bersama Tenten-bisa mengulang girls night out mereka beberapa minggu lalu.
Tenteng menggeleng. "Bukan. Aku tidak kenal tapi dia bilang dia temanmu."
Teman? Kalau bukan Hinata mungkin Temari atau Kakashi yang entah darimana tahu dirinya bekerja disini. Mereka sudah lama tidak bertemu. Atau mungkin Gaara? Mana mungkin mantan pacarnya repot-repot mencarinya sampai kesini bukan?
"Kalau kau penasaran temui saja langsung. Waktu istirahat sebentar lagi loh."
Sakura tidak pernah merasa penasaran-ia hanya takut. Meskipun ketakutannya agaknya sangat konyol.
"Baiklah, trims Tenten."
Ia mencari-cari sosok yang mungkin di kenalnya. Ia tidak memiliki banyak kenalan-kecuali teman-teman lamanya di Konoha.
KAMU SEDANG MEMBACA
brume
Fanfiction[sasusaku fanfiction] Mereka saling mengisi. Saling menjanji. Terlihat banyak masa indah yang menanti di depan sana. Khayalan indah di tengah malam. Ukiran nama yang bersandingan. Lalu suka cita itu menghilang. Perlahan. Pelan-pelan. Hingga kabut ge...