Chapter 4 🍓

31 9 0
                                    


Tampak begitu banyak siswa berlalu lalang menuju kelas maupun kantin untuk sarapan.

Di kantin terlihat 3 remaja sedang menikmati sarapan mereka, terlihat tenang tanpa bicara mereka mulai menghabiskan sarapan.

"Gue kenyang ahh," ucapa Fira diikuti sendawanya.

"Najis, lo cewe tapi ngga tahu sopan santun banget di depan orang makan," cibir Bagas sembari meminum jus alpukatnya.

Sedangkan Arkan hanya mengamati dengan wajah datar, tak urung ia juga menimpali ucapan Fira dengan deheman.

"Gue udah, ayo ke kelas keburu guru laknat itu masuk," ujar Bagas sambil melangkah keluar kantin menuju kelas diikuti sahabatnya.

Di kelas terlihat ramai akan celoteh-celoteh dari teman temannya. Bagas dkk duduk di tempat masing masing.

Jarak beberapa menit setelahnya, guru laknat yang dimaksud bagas datang memasuki kelas.

"Pagi semua," sapa pak Safari.

"Pagi juga pak," jawab sekelas dengan serentak.

"Kemarin kita sudah sampai mana ? " tanya pak safari.

"Lah, bapak kan yang nerangin, kenapa tanya kami ?" Ucap Bagas dengan tampang polos polos bangsad. (Hehehe, maapkeun author)

"Bagas! Jaga sikapmu! Bapak hanya mengetes kemampuan kalian," ucap tegas pak Safari dengan mata tajam tertuju pada Bagas.

"Bapak yang budiman, tes nya masih lama loh, masih sebulan lagi," ucap bagas santai masih dengan tampang menyebalkannya.

Sedangkan semua teman sekelasnya terkikik geli kecuali kedua sahabatnya yang hanya bisa menghela nafas kasar.

"Bagas! Sudahlah! Mari kita lanjutkan materi kemarin," ucap pak Safari mengalah karena ia tahu tidak akan pernah berhenti jika meladeni seorang Bagas, dan Bagas hanya memasang tampang kemenangannya.

.

.

.

.

.

.

Nampak seorang pemuda tengah duduk di bangku taman belakang sekolah, memandangi langit dengan posisi bersender di pohon belakangnya.

Kenangan masa kecilnya seakan berputar bagaikan kaset di kepalanya. Dimana dia sering menghabiskan waktu luangnya bersama kedua orang tuanya dan juga sahabat kecilnya. Yang mungkin tak akan dirasakannya. Lagi.

Ya, dia adalah Arkan yang tengah mengenang masa indah bersama kedua orang tuanya.

Kalau boleh jujur, dia sangat rindu dengan sosok yang memarahinya ketika telat pulang sekolah, sosok yang memberikan nasehat ketika dia membuat kesalahan, yang sering membelanya ketika menghadapi kemarahan ayahnya, yang selalu memeluk erat Arkan ketika dia berada dalam masalah, dan yang selalu memberikannya kenyamanan.

Dia merindukannya, merindukan sosok sahabat yang selalu menemaninya ketika pulang sekolah, sosok sahabat yang sangat terbuka kepada arkan.

Namun sosok sosok itu perlahan lahan semakin menjauh semakin menjauh dan tak pernah menghiraukannya lagi.

Arkan memejamkan mata untuk mengistirahatkan otaknya yang terlampau jauh membayangkan masa lalunya.

Tanpa disadarinya dua pasang mata mengamatinya dengan tatapan sendu.

'Gue selalu ada buat lo, gue bakal berusaha jadi sahabat terbaik buat lo'

'Kunyuk, gue janji akan selalu ada buat lo, gue ngga bakal biarin siapapun ganggu lo, gue pengen buat lo tersenyum'

Dua pasang mata itu kemudian pergi dan membiarkan Arkan sendiri untuk saat ini, dan bertekat dalam hati akan selalu membuat arkan bahagia meski bukan keluarganya.

.

.

.

.

.

Arkan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, kamar yang didominasi dengan warna abu- abu cerah.

Tas dilemparnya ke sembarang arah, melepas sepatu sekolahnya dan bergegas membersihkan diri.

Setelah mandi dan berganti pakaian Arkan bergegas turun ke bawah dan menuju ruang makan, di sana hanya terlihat pembantu yang sedang sibuk menyiapakan makan siang unutknya, kedua ujung bibirnya terangkat dan membentuk senyuman tipis.

"Den Arkan sudah selesai mandinya, sini den makan siang dulu. Bibi sudah menyiapkan makanan kesukaan den Arkan," ucap bi Laila dengan senyuman di bibirnya dan dibalas anggukan arkan.

"Bi, mama mana ?" Pertanyaan itu lagi, pertanyaan yang selalu keluar dari mulut arkan. Dia sudah tahu jawabannya, tapi tak pernah berhenti menanyakan itu.

"Nyonya pulang larut lagi den, katanya den Arkan tidak perlu menunggunya," ucap bi Laila dengan tatapan sendu.

Kedua bibir Arkan hanya terangkat mendengar jawaban yang sama untuk kesekian kalinya.

"Kalau begitu bibi ke belakang dulu den."

Wanita paruh baya itu kembali ke dapur untuk membersihkan sisa kegiatan memasaknya.

Kesendirian, itu yang selalu Arkan rasakan, keheningan melanda acara makan siangnya, dan satu lagi kerinduan akan kehangatan keluarga begitu besar di benaknya.

Orang tuanya yang berambisi mengejar harta, dan seolah olah tak memperdulikannya. Hanya sekedar menanyakan kabar jarang sekali.

Kehampaan, dia tidak membutuhkan uang banyak dan segala failitas mewah, yang diinginkannya hanya kasih sayang kedua orang tuanya kembali padanya.

Arkan ingin melihat kekhawatiran di wajah kedua orang tuanya saat melihat Arkan jatuh sakit. Dan sekali lagi di balik senyuman itu menjatuhkan sebulir cairan bening dari kedua matanya, seperkian detik kemudian Arkan langsung menghapusnya, karena ia tak ingin terlihat lemah di hadapan siapapun.

.

.

.

.


Gimana ceritanya ? Jangan lupa kasih vomen ya.. yayaya...

Aaaaa... semoga kalian suka dengan cerita yang author buat

Salam sayang_WIRESHI



TBC.... 🐣

Friend Zone [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang