red 🖍

2.2K 416 76
                                    

Hanya Yuna yang tidak peduli pada kehadiran Kamal. Ketika orang lain paling tidak melirik atau membisikkan nama Kamal, Yuna terlalu fokus pada kasus kriminal misterius yang ia baca lewat ponsel Juni dan hal-hal di luar dunia yang suka terlintas di kepalanya.

Kamal sendiri sedang berjalan bersama teman-temannya, berusaha baik-baik saja dalam keramaian yang sering membuatnya tidak nyaman, menundukkan wajahnya, menghindari sapaan orang-orang, merindukan ruang sendiri.

Kamal adalah tipe orang yang lebih suka menghabiskan waktu menggambar di dalam kamar, memainkan gim-gim dengan grafik 8bit, atau mempelajari ulang materi pelajaran kalau bosan main gim. Di sekolah, ia lebih suka bertapa di kelas karena ia merasa apapun yang dibutuhkannya telah tersedia dari rumah, termasuk kudapan dan makan siang. Hanya baru-baru ini saja ia suka pergi ke kantin, itupun bukan karena ingin jajan, tapi karena ada hal yang lebih ia sukai dari ruang sendirinya.

"Mal, sini, lo ngehalangin jalan," Teman sekelas Kamal, Ajis, memanggilnya agar tidak terpisah dari rombongan.

"I-Iya," Sahut Kamal. Lalu dalam sepersekian detik, semesta mengizinkan matanya menangkap sosok gadis itu. Terduduk di meja lingkar, berjarak dua warung dari tempatnya berdiri, terlihat angkuh di depan layar ponselnya dengan rambut diikat ke atas menggunakan kuncir warna kuning.

Kamal langsung tersenyum, gadis itu tampak manis dengan penampilan itu.

Ajis menarik lengan Kamal karena bocah itu tidak segera menggerakkan kakinya dan malah menghalangi arus lintas banyak orang. Sial, hilang sudah kesempatannya oleh kerumunan kantin yang makin membludak.

¤•¤•¤•¤

Gadis yang menjadi pusat semesta Kamal hari itu sama sekali tidak merasakan gempa apapun, berbeda dengan Kamal. Ia mengembalikan ponsel Juni dan melihat ke arah Lana sambil menyesap susu kocoknya lewat sedotan, "Hani mana nih?" Tanyanya.

"Katanya tadi mau nyelesain PR Kimia," Jawab Lana

"Kagak lo bantu?"

"Tahu sendiri tuh bocah kayak mana, gue suruh nyontek PR gue aja kagak mau."

"Ya bagus deh, calon presiden anti korupsi," Kata Yuna, meminum lagi susu kocoknya.

Lana mencondongkan wajahnya ke arah Yuna dan berbicara pelan-pelan, "Sepatu pantofel lo yang kapan itu, gimana?"

"Masih gue taruh kelas,"

"Pagi ini dia dapet kuncir btw," Juni mengedik ke arah Yuna, lalu Yuna memamerkan rambutnya yang dikuncir dengan kuncir kecil berwarna kuning, tersenyum sok oke, dan mengibaskan rambutnya ala iklan sampo ke arah Lana. "Suratnya bilang, 'Supaya rapi, supaya Bu Jessi nggak meledak,'" Kata Yuna.

"Terus, gimana? Udah ketemu yang ngasih siapa?" Lana bertanya.

"Gue curiga sama Nando, gue rasa cowok itu emang naksir gue sejak MOS," jawab Yuna tak tahu diri.

Nando yang kebetulan berjalan melewati meja mereka langsung mengernyitkan keningnya seperti membaui bau busuk, melirik ke arah Yuna risih, lalu melanjutkan perjalanannya ke kelas.

"Idih," Cemooh Juni, "Malu lo sama Nando, dia jelas-jelas kagak naksir lo."

"Lo nggak pernah tahu, Juni sayang," Yuna menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.

"Emang kapan lo dikomentarin Bu Jessi?"

"Selalu! Setiap saat pas ketemu gue! Apalagi pas dia jadi guru piket di depan sekolah!!! Mungkin dia sirik kali ya sama kecantikan gue,"

"Ewwww..." Balas Juni dan Lana bebarengan.

"Shintya Yuna."

Suara Bu Jessi merayap menyusuri pori-pori Yuna, membuatnya merinding.

¤•¤•¤•¤

"Rambut di cat-cat begitu, bisa cepat botak kamu. Baru tahun pertama saja sudah suka bikin masalah."

Sudah ketiga kalinya dalam dua minggu ini, Shintya Yuna yang batu beradu perspektif dengan Bu Jessi yang konservatif dan kaku.

"Iya, Bu, nanti saya ikat," Jawab Yuna, tapi Kamal tahu gadis itu tidak akan melakukannya.

"Sekarang sepatunya dilepas! Segera ditaruh di karung, setelah itu segera ke kelas!Tidak ada acara ke kantin dulu!"

"Iya, Bu, siap!" Jawab Yuna sok militan.

Yuna melepas sepatu dan kaus kakinya di hadapan Bu Jessi, lalu berjalan ke arah Kamal, membawa sepasang sepatu adidas warna abu-abu dan memasukkannya ke dalam karung yang dibawa Kamal. "Warna rambut merah kamu cocok sama kamu kok," Kata laki-laki itu nyaris berbisik. Gadis itu mendongak, "Apa?" Tanyanya bingung.

Kamal menggeleng, menahan senyum.

"Kayaknya Kak Kamal ngomong sesuatu deh,"

"Nggak ada."

Yuna mengerjap-ngerjapkan matanya, membuat laki-laki itu ingin memasukkan dirinya sendiri ke dalam karung karena gadis itu sangat manis dan ia nyaris overdosis dan pecah dari karakternya.

"Oke," Kata Yuna sambil mengangguk, pelan-pelan membuang muka.

Laki-laki itu menghembuskan napasnya lega saat gadis itu jauh. Ia sedikit menyesal tidak berusaha membuat gadis itu tersenyum, harusnya ia tidak usah pura-pura tidak peduli. []

how ya'll cute people doing? this is my submission for this week, gon' be very busy today, wish me luck. Thanks for the comments and the stars, ily.

[✔] innocent crush || kai, yuna #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang