"boleh gue duduk di sini?" Suara bariton itu tiba-tiba mengagetkan Reina tengah menikmati semilir angin. Reina hanya mengangguk mendengar pertanyaan yang telah di ajukan oleh pemuda yang ingin duduk di kursi tersebut.
Hanya keheningan yang tercipta diantara keduanya, Reina hanya diam menikmati semilir angin, begitu juga dengan pemuda itu.
"Apa yang kau lakukan disini, sendirian?" Tanya pemuda itu membuka suara
"Hanya ingin menikmati senja, kau sendiri?"
"Hanya ingin mencari ketenangan" ucap pemuda itu, Reina hanya mengangguk mendengarnya. Keheningan kembali tercipta.
"Apa kau ada masalah?" Tanya Reina memecah keheningan yang tercipta diantara mereka. Pemuda itu menautkan kedua alisnya, dia merasa bingung, tiba-tiba gadis yang berada di samping nya bertanya seakan dia tahu apa yang kini terjadi pada pemuda itu
"Menurutmu?" Bukannya menjawab, pemuda itu bertanya kembali
"Mungkin, Kurasa seperti itu. Tapi, sebesar apakah masalah mu hingga kau lebih memilih lari dari pada menyelesaikannya?"
"Apakah salah, jika gue lebih memilih lari daripada menyelesaikannya?" Pemuda itu kembali bertanya
"Menurutku.. kau tidak salah, hanya saja kau sudah kalah" jawab Reina, pemuda itu sedikit bingung dengan ucapan Reina. Pemuda itu menghadapkan tubuhnya ke arah Reina.
"Maksudmu?" Tanya pemuda itu, dia masih bingung dengan ucapan Reina
"Hidup itu seperti sebuah permainan, kita harus bisa memenangkannya. jika kau lebih memilih mengalah berarti kau tidak ingin memenangkannya."
"Lalu apa yang harus aku lakukan agar aku bisa memenangkannya?" Pemuda itu kembali bertanya
"Ikuti,dan jalani. Jangan menghindar, tetap lalui dan jalani hingga kau menemukan titik kemenangan mu"
Pemuda itu hanya diam mendengar ucapan Reina."Apa kau juga pernah punya masalah?" Pemuda itu kembali bertanya. Reina hanya membalasnya dengan senyum dan anggukan.
"Bukan masalah, lebih tepatnya cobaan. Setiap orang pasti punya masalah dalam hidupnya terutama aku. Walaupun aku belum bisa mengatasi masalahku, tapi setidaknya aku bisa melaluinya. Meskipun hanya kegelapan yang kini menemani ku"
Ucap Reina kembali membuat pemuda itu terdiam."Kau sendiri, masalah apa yang kau hadapi hingga kau lebih memilih tuk lari daripada menyelesaikannya?" Sambung Reina, bertanya kepada pemuda itu.
"Apa kau pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuamu?" Bukannya menjawab pemuda malah bertanya balik pada Reina.
"Ya. Sebelum Tuhan memanggil mereka. Aku tau, Tuhan punya rencana yang baik untukku, Tuhan memanggil mereka terlebih dahulu agar aku bisa menjadi orang yang lebih kuat dalam menghadapi segala cobaan hidup"
"Jika kau punya masalah dengan kedua orangtuamu ku harap, kau bisa menyelesaikannya. Dalam masalahmu ini mereka punya alasan kenapa mereka melakukannya. Hargailah mereka selagi mereka masih ada, karena penyesalan akan datang disaat semua nya telah terjadi"
Ucapan Reina membuat suasana hening kembali tercipta.Hingga suara bariton, memecah keheningan diantara mereka."Reina.. yuk pulang. Udah mulai gelap ini" Ucap Andra seraya membantu Reina untuk berdiri dari kursi taman tersebut. Tapi disaat Reina hendak berdiri, ia merasa tangannya dicekal oleh seorang yang tak lain adalah Gatra, pemuda yang sejak tadi berbincang dengannya.
"Terimakasih. Aku harap kita bisa kembali bertemu" ucap Gatra dengan begitu tulus.
"Iya, semoga Tuhan kembali mempertemukan kita kembali" Ucap Reina tak kalah tulus. Gatra melepaskan cekalan tangannya pada Reina.
"Hari mulai gelap, kami balik dulu" ucap Reina yang hanya dibalas anggukan oleh Gatra.
Andra menuntun Reina untuk berjalan dan meninggalkan Gatra sendiri. Gatra baru tau, bahwa Reina tidak bisa melihat. Karena sedari tadi Gatra merasa bahwa Reina seperti gadis normal yang bisa melihat. Gatra juga tidak menyadari bahwa sedari tadi di sampingnya ada sebuah tongkat yang biasanya diperuntukkan untuk orang yang tidak bisa melihat.
Kini Gatra tengah termenung memikirkan ucapan Reina tadi. Bahwa kata-kata Reina memang benar adanya. Gatra bingung, apakah dia harus kembali ke rumahnya dan meminta maaf kepada kedua orangtuanya, atau lebih baik pergi dan menenangkan diri?
Gatra mencoba untuk memejamkan matanya seraya menikmati hembusan angin, mencari ketenangan dan jawaban dari kebingungan hatinya.
-----
"Cowok tadi siapa Rei.. temen kamu? Kok kakak nggak pernah lihat"
"Nggak, tapi aku harap dia mau jadi temen aku nantinya" ucap Reina sembari menyantap makanan yang sudah di siapkan oleh sang kakak
"Karin bilang kamu bosen ya.. di rumah seharian? Maafin kakak ya, karena kakak nggak bisa nemenin kamu"
Andra mengusap pucuk kepala Reina dengan lembut, ia juga memeluk Reina. Andra merasa kasian pada Reina yang tidak bisa lagi melihat dan menggapai mimpinya. Jika saja keadaan bisa dirubah ingin sekali ia menggantikan posisi Reina, biar saja dirinya yang buta daripada ia melihat sang adik yang selalu memaksakan senyumnya di depan semua orang agar dia bisa menutupi segala kesedihannya.
"Nggak kok, ini bukan salah kakak. Kakak kerja kan juga buat aku. Kakak nggak usah merasa bersalah kayak gini. Udah, kita lanjut makannya"
"Kakak sayang Reina" ucap Andra seraya mengecup pucuk kepala Reina dan melonggarkan pelukannya.
"Iya.. Reina juga sayang kakak. Ya udah kita lanjut makannya" ucap Reina sembari tersenyum.
"Aku tau bahwa senyuman itu bukanlah senyum bahagia, kamu seakan-akan tersenyum bahagia padahal hatimu merasakan kesedihan yang amat dalam" Andra membatin.
Andra dan Reina kembali melanjutkan makan. Suasana di meja makan kembali hening hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring, mengisi keheningan malam itu.
Maaf kali ini part nya cuma sedikit, ini pikiran lagi buntu banget jangan lupa vote dan coment 😀☺️

KAMU SEDANG MEMBACA
Redupnya Senja
Teen FictionHanya sebuah sebuah cerita pasaran yang menceritakan seorang gadis buta yang mampu memberikan kenyamanan dan kehangatan layaknya senja kepada seorang Gatra Sean Erlando cowok yang terkenal dingin dengan sejuta pesona, putra dari seorang pengusaha ka...