Bab II : Perempuan di Penghujung Jaman

278 3 0
                                    

Berikut adalah beberapa istilah asing yang dipakai dalam cerita:

Konio 姑娘: nona

Sinshe先生: tuan

Enci: kakak perempuan

Suatu hari di lautan kosmos dewa-dewa beristirahat sambil menyeruput arak. Mereka mulai berdiskusi mengenai mengapa harus menjadi dewa dan tugas-tugas mereka yang semakin hari dirasa semakin berat adanya. Hingga mereka berkonesus bahwa.

"lebih enak ya kita kalau semenjak dulu menjadi manusia biasa saja".

Belasan Li telah dilewati oleh dara itu sebelum akhirnya dia melihat tulisan membentang di atas gapura bertuliskan Phek Swa Seng白沙城 (kota pasir putih). Berjuta pikiran bertengkar di pikiran dara itu. dia mulai berusaha membuang hal-hal yang sekiranya sudah tidak bisa ia pegang lagi.

Telah banyak yang terjadi sebelum akhirnya perempuan itu tiba di kota ini. Kematian, kegelisahan, amarah, dendam, tapi tidak cinta kasih. Dunia ini sungguh kejam begitu pikirnya selama ini. Namun hari ini dia sadar bahwa dunia tidaklah sekejam itu hanya saja dunia terus berubah dan berubah sangat cepat secepat dewa-dewi mengedipkan matanya di lautan kosmos.

Sebuah jaman telah berlalu. Orang-orang menyebutnya dunia Kangouw, jaman kepahlawanan atau jaman kependekaran. Sekarang dunia sudah berubah dan mulai memasuki jaman baru dimana tidak ada lagi yang namanya pahlawan ataupun penajahat yang ada hanyalah manusia yang dituntut berubah untuk bertahan hidup. Yang dahulu disebut jahat mungkin harus terpaksa berbuat kebaikan, yang dahulu terkenal baik mungkin terpaksa harus berbuat kejahatan. Mereka harus meninggalkan hal-hal yang mereka pegang teguh sebagai manusia atau pendekar dan mengisi kepalanya dengan hal hal yang baru yang mungkin sangat sulit di mengerti.

Barangkali dahulu kilin, naga, dan burung hong adalah hidup adanya namun karena mereka tidak pernah berubah mereka pun punah, atau mereka berubah dan saat ini menjelma menjadi kadal dan ayam? Barangkali itulah yang dialami pendekar di jaman sekarang dulu mereka adalah naga yang perkasa dapat membakar kota dalam hitungan detik. Atau burung hong yang sakti bisa terbang menembus atmosfir dan menghantam bulan. Sekarang mereka tiada pilihan berubah menjadi ayam dan kadal atau mati.

Phek Swa Seng atau Kota Pasir putih. Kota di pinggir lautan yang sangat panas. Sangat panas bagaikan seluruh kota dikutuk oleh matahari. Gedung gedung menjulang tinggi kelangit tali-tali jemuran bergelantungan. Warung-warung makan mengeluarkan kebul dengan bau masing-masing yang kemudian bercampur dengan bau keringat para kuli yang berkeliaran. Begitulah pemandangan di kota pasir putih dari mata seekor elang yang sedari tadi bersliweran.

Dara itu she Souw bernama Chu. Souw Chu 苏梓namanya. Ia berjalan menyusuri kota pasir putih sambil sesekali menyeka keringatnya yang sedari tati menetes tiada henti. ia membawa tongkat kayu di tangan kanannya, mengenakan jubah dari kain satin ungu untuk menutupi tubuhnya, dan caping untuk menutupi wajahnya. Namun meski begitu tetap banyak saja lelaki yang memelototinya. Suara Souw Chu yang renyah turut mewarnai keramaian kota di siang itu.

Dilihatnya lelaki bertubuh gemuk besar telanjang mengangkat karungan beras di punggungnya keringatnya mengucur deras dan bau tubuhnya begitu amis "Apakah tuan tau dimana Liok Fang putri Liok Kim Kong? Tanyanya dengan suaranya yang renyah itu.

Lelaki itu Cuma menggeleng.

Ditanyanya lagi seorang gadis kecil bermata sipit yang sedang bermain bersama ayamnya. "Permisi apakah Konio melihat Liok Fang putri Liok Twahiap?" dia dan ayamnya hanya menggeleng bersamaan.

"Permisi ibu apakah ibu tau di mana kediaman Liok Fang Putri Liok Kim Kong?" tanyanya lagi pada ibu penjual kaki babi di pinggir gang. Dan ibu itu hanya berkata "maaf disini saya tidak mengenal Liok manapun"

Rumah Harimau Emas 金虎門 (Kim Houw Bun)Where stories live. Discover now