"Kak Dika?"
Dika menoleh ke asal suara yang memanggilnya, suaranya tidak asing menurutnya.
"Loh? Kamu ngapain disini?" didepannya, ada Lisa dengan seorang laki-laki yang menurut Dika sedikit familiar.
"Oh, aku lagi jenguk temen yang lagi sakit kak. Oiya kak, kenalin ini Ten, temenku"
"Dandika?" lelaki yang dipanggil Tendra itu menunjuk Dika dengan sedikit ragu.
"Siapa ya?"
"Buseh makin cakep aja ya lo. Gue Tendra Abdi, tetangga komplek lo dulu"
"Wih Tendra," Dika memukul pundak Ten, "makin waras apa makin gila Ten sekarang?"
"Makin gila" sahut Lisa, mereka bertiga tertawa. Dan tawa Ten lah yang paling keras.
"Gue duluan ya" ucap Dika ketika makanannya sudah siap. Lisa dan Ten kemudian kompak mengangguk.
"Ketemu siapa Dik? Kok kayaknya akrab banget"
"Ah, temen, satunya tetangga komplek dulu"
"Tania cemburu tuh" Juna menunjuk Tania yang duduk disebelah Dika dengan matanya.
"Apaansih kak Jun!"
"E–eh, cuma temen kok"
"Iyalah, kan cinta nya cuma buat Tania" ucap Cakra lalu memalingkan mukanya.
"Diem lo, kembarannya Obang!"
"Bangsat, disamain sama anjing wkwkwk" Yuno tertawa sambil memukul bahu Bobby yang duduk disebelahnya.
"Udah, makan, keburu dingin ntar gaenak" Bintara menengahi, semua langsung diam.
——
Dika dan Tania berjalan bersama di koridor rumah sakit, sementara teman-teman nya yang lain sudah pulang. Dika bilang, dia yang akan mengantar Tania nanti.
"Dika, pulang gih" ucap Mama Dika ketika sudah memasuki ruangan Papa nya.
"Tapi Ma—"
"Udah, nggak usah tapi-tapian, kamu pasti capek semalaman nggak tidur karna ngejaga Papa. Sekarang kan ada Mama sama Esther. Mobilnya bawa pulang aja" Mama Dika tersenyum teduh pada Dika.
"Lagian itu pacarnya kakak kan juga capek pasti, pulang ngampus langsung kesini" ucap Esther.
"Eh? Bukan pacar kok hehe" elak Tania dengan cengiran.
"Belum" Dika tersenyum kemudian memandang Tania sekilas. "Yaudah Dika pulang dulu ya Ma, Esther"
"Tania pulang dulu ya Tante" Tania mencium tangan Mama Dika lalu mengelus puncak kepala Esther.
"Hati-hati dijalan ya"
Mereka berdua berjalan keluar dari rumah sakit, tangan Dika yang masih menggandeng Tania sejak keluar dari ruangan Papa nya tadi membuat Tania semakin salah tingkah.
Mereka berdua memasuki mobil Dika yang terparkir di basement rumah sakit.
"Makasih ya, udah mau repot-repot jenguk Papa" Dika tersenyum pada Tania.
"Santai aja dong kak, lagian gue nggak bawa oleh-oleh buat Papa nya kakak kok, malah ngrepotin kakak pake di traktir makan segala"
"Nggapapa, itung-itung sedekah"
"Ish" Tania memukul lengan Dika yang dibalas kekehan lelaki itu.
Dika mencubit pelan pipi Tania karena gemas, "lucu banget sih."
Limabelas menit, akhirnya mereka sudah sampai dirumah Tania.
"Nggak mampir dulu kak?"
"Lain kali aja ya, udah pengen cepet-cepet nyampe rumah trus mandi soalnya"
"Yaudah gue masuk dulu ya" Dika mengangguk kemudian tersenyum.
"Tumben telat, mampir kemana?" Tania celingukan, ada sepupunya yang sedang duduk melipat kaki di sofa ruang tamu dirumahnya.
"Oh, mampir jenguk bokapnya temen di rumah sakit"
"Dianter siapa tuh tadi?"
"Temen, senior" jawab Tania lempeng.
"Hey Nat, you make me jealous!"
"Nick, what's wrong with you? Tell me something, are you stupid?"
"Nathania, i'm not kidding, i'm jealous"
"Nicky, he's not my boyfriend, and you're not my boyfriend too." Tania memutar bola matanya malas kemudian meninggalkan sepupunya yang masih duduk di sofa.
Sungguh, dia bosan mendengar cerocosan sepupunya itu yang mengatakan Ia cemburu setiap Tania pulang diantar oleh laki-laki. Dia adalah sepupunya sendiri, bagaimana mungkin bisa cemburu?
Semenjak sepupunya itu, Nicky, pulang dari Shanghai tiga tahun lalu sifatnya berubah drastis. Nicky nya yang sekarang jauh lebih protektif dan cerewet. Terkadang aneh juga.
