0.6

25 5 3
                                    

Tania berjalan lesu menuju gerbang Universitas. Hari ini dia sendiri, tanpa Dika. Entah kenapa, dari semalam Dika belum memberinya kabar. Mau menelepon juga ragu, takut mengganggu.

Cakra?, batin Tania ketika melihat sesosok Cakra yang sedang berdiri dibawah pohon cemara di seberang jalan.

"Cakra!" Tania melambai-lambaikan tangannya ketika Cakra mencari asal suara yang memanggilnya.

Tania berlari keluar gerbang, melihat kanan – kiri untuk memastikan tidak ada mobil lewat kemudian menyebrang untuk menghampiri Cakra.

"Lo sendirian? Yang lain mana?"

"Ini lagi nunggu yang lain" Cakra melihat ke kanan, "nah tuh udah dateng."

"Oiya, kak Dika kemana ya, Cak? Kok nggak ada kabar?"

"Ini kita lagi mau nyamperin" mobil yang disupiri oleh Yuno berhenti tepat di sebelah Cakra. Di dalamnya ada Yuno, Bobby dan Juna. Dibelakangnya lagi ada mobil berwarna silver yang juga ikut berhenti.

"Eh ada neng Tania" Juna yang duduk di samping kemudi menurunkan kaca mobilnya.

"Gebetan temen yakali mau lo embat Jun." Bintara yang baru keluar dari mobil memukul kepala Juna menggunakan ponselnya.

"Kalian mau kemana sih? Kok rombongan?"

"Kita mau nyamperin Dika ke rumah sakit."

"Hah? Rumah sakit? Kak Dika sakit?" Tania mulai panik setelah mendengar kata rumah sakit.

"Bukan. Papa nya semalem masuk ugd, dia panik dan langsung nyusulin, eh hape nya ditinggal. Jadi sekarang kita mau nganterin hape nya sekalian jenguk bokapnya." Bintara menjelaskan secara rinci setelah melihat raut khawatir dari Tania.

"Ikut kuy, Tan. Pasti Dika butuh penyemangat, soalnya emang akhir-akhir ini bokapnya dia emang suka drop."

"Nggak papa nih?"

"Ya nggak papa" Jay ikut keluar dari mobil.

"Jangan ikut mobil Juna ya, panas banyak cacingnya." Bintara menepuk pundak Tania.

"Suwek lo Bin."

"Ikut mobil gue aja, kalo ikut Yuno ntar nyampe rumah sakit lo nggak utuh bisa-bisa di sunat ntar si Juna sama Dika." Jay menuntun Tania menuju mobilnya.

"YA NGGAK GITU JUGA DONG BAMBANG!" Tania hanya tertawa melihat aksi saling mengejek mereka. Benar kata para mahasiswa, Bintara dan teman-temannya selalu kompak dalam hal apapun. Mengejek pun kompak.

"Kalian kok bisa kenal kak Dika sih? Bukannya dia lima tahun di USA?" Tania mengawali pembicaraan karena suasana yang sangat hening.

"Gue sepupunya Dika, sedangkan Juna sama Bobby udah kenal Dika dari jaman smp. Yang lain mah kenal ya dari festival kampus bulan lalu, gue yang ngenalin." lagi-lagi Bintara menjelaskan secara rinci pada Tania.

Limabelas menit mereka sampai di rumah sakit, tentunya dengan kecepatan penuh.

"Kalian tunggu sini, gue nanya sama resepsionis dulu" Bintara bergegas pergi ke arah resepsionis untuk menanyakan ruangan Papa nya Dika.

Tak berselang lama Bintara sudah kembali. "Kamar VIP nomor tujuh, lantai tiga." sepersekian detik kemudian mereka bergegas menaiki lift menuju lantai tiga.

Dengan mudah mereka bisa menemukan ruangannya karena VIP.

"Tuh, Dika." Juna menunjuk Dika yang sedang duduk termenung di kursi tunggu di depan ruangan Papa nya.

"Kak Dika…" Tania berdiri di depan Dika. Dika mendongak, wajah Dika yang semula kusam berubah cerah seketika.

"Lo, ngapain disini? Kok bisa tau gue disini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo, ngapain disini? Kok bisa tau gue disini?"

"Kak Bintara yang ngajakin, katanya Papa nya kakak sakit." Dika tersenyum teduh, mengusak pelan kepala Tania.

"Hmmm dunia serasa milik berdua" Yuno bergumam.

"Yang lain nyewa"

"Ngontrak goblok" Juna memukul kepala Bobby.

Dika terkekeh, tidak menyangka teman-teman nya akan datang rombongan untuk menjenguk Papa nya.

"Kalian ngapain sih repot-repot kesini"

"Oh yaudah balik aja kuy guys, Dika cuma butuh Tania. Dia nggak butuh kita" Jay sudah ancang-ancang untuk mengajak kelima temannya untuk pulang.

"Dih apaansih sensitif amat kek pantat bayi."

"Oiya, nih Dik" Bintara menyerahkan ponsel milik Dika. "Semalem lo ninggalin hape lo di studio. Udah gue charger di mobil tadi."

"Makasih ya." Bintara mengangguk.

"Kalian udah makan?" kompak mereka ber-enam beserta Tania menggeleng.

"Di depan sini ada cafe, gue ijin Mama dulu" Dika membuka pelan pintu ruangan tempat Papa nya di rawat. "Ma, Dika keluar bentar ya, mau makan dulu sama temen-temen." Mama nya mengangguk, "Mama mau Dika bungkusin satu?"

"Nggak perlu, Dika makan aja sama temen kamu, Mama udah makan dari rumah tadi."

"Oh, oke" Dika menutup kembali ruangan Papa nya lalu bergegas pergi bersama teman-temannya.

Sampai di cafe mereka mencari tempat duduk yang kosong.

"Ih, ganteng-ganteng ya, mahasiswa mana tuh?" semua mata tertuju pada mereka, Tania menunduk merasa dirinya hanya kentang ketika bersama dengan Dika dan keenam temannya.

"Kalian tunggu disini, gue pesenin sekalian. Santuy, gue udah hapal kesukaan kalian kok." Baru sebulan mereka berkumpul, tapi Dika sudah hafal makanan yang mereka suka, apalagi Tania, tentu Dika sangat hafal. Dika penghafal yang sangat baik, bahkan ketika di USA, dari ribuan mahasiswa Dika memegang peringkat ke-30 dari 50 mahasiswa paling cerdas.

Dika berjalan ke arah kasir untuk memesan dan membayar langsung. Dika menyerahkan credit card nya ketika membayar.

"Kak Dika?"

Dika menoleh ke asal suara yang memanggilnya, suaranya tidak asing menurutnya.

"Loh? Kamu ngapain disini?"


YoutuberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang