Tyas menatap lelaki di depannya.
Lelaki dengan kemeja kotak-kotak berwarna merah dan celana jens berwarna hitam. Tengah berdiri di depannya. Tyas sedikit mengembangkan seulas garis di bibir."Gue Febian anak Bu Nina. Panggil aja Bian," ucap lelaki itu seakan menjawab kebingungan Tyas.
"Oh, Mas Bian. Saya Tyas," jawab Tyas dengan senyuman manis di bibirnya.
Bian mengangguk, lalu lelaki itu ingin masuk kedalam. Namun, segera Tyas melarangnya. "Maaf, Mas. Kita di luar aja ya ngobrolnya. Takut menjadi fitnah."
Bian mengangguk paham. Lalu, mereka pun memilih mengobrol di luar. Di teras, duduk di kursi gang telah di sediakan.
"Jadi apa yang bisa gue bantu?" tanya Bian.
"Kata bu Nina SMA kakak lagi ada program beasiswa. Nah kira-kira saya bisa daftar gak? Karena saya butuh banget beasiswa itu. Dan cara daftarnya bagaimana ya, Mas?" tanya Tyas beruntun.
"Persyaratan untuk mendaftar beasiswa di SMA Cakrawala: yang pertama(1) punya riwayat prestasi yang bagus. Kedua(2) bukan dari kalangan orang berada. Ketiga(3) mampu mempertahankan nilainya selama belajar di sana, " ucap Bian menjelaskan semuanya.
"Kira-kira dari persyaratan yang gue sebutin tadi. Ada yang gak bisa lo penuhin?" tanya Bian.
"Insyaallah Mas.... Saya sanggup memenuhi syarat itu," jawab Tyas dengan mantap.
"Oke kalau begitu gue ambil laptop dulu. Karena pendaftarannya Via online," ucap Bian berdiri dan berjalan meninggalkan Tyas yang masih duduk di teras kostnya.
***
2 hari sejak pendaftaran beasiswa malam itu. Tidak ada kabar yang pasti dari Bian. Tyas mulai risau apakah dia bisa masuk kedalam sekolah itu. Lalu jika ia tak bisa masuk ke dalam sekolah itu mau sekolah dimana ia?
"Kayaknya saya gak bisa berpangku tangan gini deh. Uang saya makin hari makin nipis mending saya cari kerjaan aja dulu. Atau gak saya dagang makanan keliling. Pasti laku," ucap Tyas dengan semangat 45 yang membara.
Tyas bangkit dari duduknya. Ia mengambil tas, dan dia akan pergi ke pasar untuk membeli bahan kue. Yang akan dia jual. Namun, saat ia membuka pintu. Ia melihat Bian yang ada dj depan rumahnya.
"Mas Bian? Ngapain ke sini?" tanya Tyas bingung. Bian menyerahkan amplop berwarna putih itu.
"Ini apa, Mas?" Tyas membolak-balikkan amplop tersebut.
"Itu hasil tes beasiswa kemarin," jawab Bian.
Seketika jantung Tyas berdegup lebih kencang. Dengan tangan yang gemetar. Gadis itu segera membuka amplop yang di serahkan oleh Bian. Lalu, helaan nafas lega keluar dari mulutnya.
"Alhamdulilah..... Terimakasih ya Allah," gumam Tyas dengan tetesan air mata di pipinya.
"Tyas, gimana hasilnya?" tanya Bian.
"Alhamdulilah Mas, aku di terima. Beasiswa full sampai lulus," jawab Tyas dengan senang hati.
"Bagus deh kalau begitu," ucap Bian ikut senang mendengarnya.
"Lo mau kemana udah rapih aja. Inget loh besok kan lo harus sekolah. Mana besok hari pertama buat lo, kan?" ucap Bian memperingatkan Tyas.
"Saya mau ke pasar. Pengen buat kue untuk di jual," ujar Tyas. Memasukkan amplop tersebut kedalam tasnya.
"Jualan?" ucap Bian yang bingung.
"Iya dong. Kan saya harus menyambung hidup saya. Kalau gak berkerja, dari mana saya mendapatkan pekerjaan?" ucap Tyas dengan senyuman manis di bibirnya.
Bian mengangguk paham. Ia sungguh sangat salut dengan gadis seperti Tyas.
"Mau gue antar?" ucap Bian memberi penawaran.
"Tidak usah, Mas. Saya selalu merepotkan, Mas Bian." Tyas menolak penawaran Bian dengan begitu halus.
"Eh, enggak kok. Malah gue seneng, lo bisa bantuin lo. Santai aja lagi," ucap Bian.
Sekali lagi, Tyas menggelengkan kepalanya. "Saya tidak mau ada fitnah. Mas bukan mahrom saya, jadi. Sekali lagi terimakasih untuk bantuannya. Saya permisi dulu, mau pergi ke pasar."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut. Tyas pergi dengan berjalan kaki. Bian tersenyum, menatap gadis itu dari jauh.
"Benar-benar gadis, langka. Kagum gue sama dia," ucap Bian.
"Eh! Sadar Bian mau lo kemanain Rhea kalau gini?" ucap Bian menampar pipinya. Untuk menyadarkannya.
***
Setelah membeli bahan-bahan. Tangan gadis itu dengan lincah membentuk adonan. Tyas cukup hafal teknik membuat kue. Meski ia baru saja melihat tutorial membuat kue di youtube.
Tapi Tyas yakin, ia bisa membuat kue. Tyas tersenyum, ketika kue yang ia buat telah siap untuk di jual. Tidak lupa, Tyas mencicipi satu kue untuk memastikan rasanya. Sudah pas, kah? Atau kurang rasanya.
Tyas tersenyum, kue yang ia buat hari ini enak. Empuk dan tidak bantet. Ia segera mengemasi kue-kue yang akan dia jual. Dan memasukkannya kedalam keranjang. Tidak lupa ia menganti pakaiannya.
Di depan kost Tyas. Sudah ada sepeda, yang tadi ia beli dengan harga terjangkau. Karena kondisi fisiknya masih bagus. Hal itu membuat ia tertarik untuk membelinya.
Tyas menjajakan jualannya. Memang cukup susah. Karena mungkin memang dia yang tergolong sebagai orang baru di sini. Namun, semangatnya tidak pernah pudar. Ia tidak boleh mengendurkan semangatnya.
"Kue.... Kue.... Kue... " teriak Tyas. Di cuaca siang menjelang sore hari yang terik ini.
"Dek... Dek... Kue," teriak seseorang. Tyas segera memutar sepedanya dan menghampiri orang itu.
"Iya. Ibu mau kue apa?" tanya Tyas dengan sopan.
"Ada apa aja, dek?" tanya Ibu tersebut.
"Ada kue lapis, donat, dadar gulung, naga Sari, gorengannya juga ada bu. Ibu mau yang mana?" tanya Tyas.
"Saya mau semuanya, campur-campur 20 ribu ya dek," ucap Ibu tersebut.
"20 ribu, Bu? Alhamdulillah... " ucap Tyas begitu senang. Ia segera membungkus kan kue untuk Ibu tersebut.
"Panas ya, dek," ucap Ibu tersebut mengusap keringatnya. Memang cuaca begitu terik.
"Adek gak kepanasan? Belum lagi adek mengunakan baju seperti ini?" tanya Ibu tersebut kepada Tyas yang sedang membungkukkan makanan untuknya.
"Alhamdulillah tidak, Bu. Panasnya api di neraka jauh lebih panas. Dari pada panas matahari di dunia," jawab Tyas membuat Ibu itu kagum kepada Tyas.
"Ternyata, masih ada anak muda. Yang bermoral seperti kamu. Padahal Ibu non muslim. Tapi, kita saling jaga aja toleransinya," ucap Ibu tersebut kepada Tyas.
"Maaf, Bu. Saya tidak tau kalau Ibu non muslim," ucap Tyas tidak enak.
"Tidak pa-pa. Di negara ini kan, kita bebas untuk memilih keyakinan. Kamu pertahankan ya, seperti ini," ucap Ibu tersebut seraya membayar kue Tyas.
"Iya Bu, terimakasih," ucap Tyas dengan senyuman manis di bibirnya.
Ibu itu mencoba salah satu kue Tyas. "Eum, ini enak banget loh. Saya suka."
Ucapan dari Ibu itu membuat Tyas mengucap syukur berkali-kali. "Jadi langganan ya dek. Kamu tiap sore lewat sini aja. Kalau saya gak ada, ini rumah saya. Jadi kamu bisa antar kan langsung ke rumah saya."
"Alhamdulillah, terimakasih Ibu. Pasti saya akan ke sini kok bu," ucap Tyas dengan raut wajah yang gembira.
Satu pelanggan sudah ia dapat. Memang benar, kalau melibatkan Allah dalam setiap urusan. Semuanya akan jauh lebih mudah.
<<<>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
SEINDAH AYAT-AYAT SYAHADAT
Fiksi RemajaTyas jovanka lydyana harus ke kota untuk mencari Ayah dan Kakak kandungnya. Kedua orang tuanya bercerai karena perbedaan yang ada. Di kota, Tyas bertemu dengan pemuda non muslim. Dia mendekati Tyas. Bahkan Tyas juga menyukai pemuda tersebut. Lalu a...