Jaemin memegangi ponsel Jeno dengan tangan tremor, sebab banyak hal yang ia pendam dan ia tahan di dalam dirinya. Sedangkan Jeno menata rambutnya sesekali sambil menunggu Jaemin.
"T-tunggu sebentar." ucap Jaemin lirih. Sumpah, tremor di tangannya tak kunjung reda. Malah semakin membuat nyeri dadanya. Ia menurunkan tangannya yang semula sedang mengarah pada Jeno karena Jeno memintanya untuk merekam Video Message untuk dikirimkan kepada—ah pinggang Jaemin mulai terasa nyeri.
"Jaemin? Kau baik-baik saja?" Jeno yang merasa aneh dengan gelagat Jaemin akhirnya menghampiri Jaemin. Bodohnya Jaemin terus memaksakan senyumnya untuk menjawab pertanyaan Jeno, bahwa ia baik-baik saja.
"Hanya sedikit nyeri, nanti juga hilang sendiri. Sana kembali ke posisimu, aku akan merekamnya dengan bagus." ucap Jaemin berusaha menenangkan dirinya sendiri. Jeno pun kembali ke posisinya yang membelakangi sunset. Itu saran Jaemin. Katanya kalau siluet itu kelihatannya akan lebih estetik.
Jaemin memposisikan ibu jarinya di tombol record. Setelah hitungan ketiga, ia mengetuknya untuk memulai rekaman.
"Mmm, selamat malam. Bagaimana harimu? Menyenangkan? Ah, aku tidak mau banyak basa-basi. Aku pun sudah pernah bilang padamu kalau aku mencintaimu. So, Huang Renjun, will you be mine?" Jaemin mengetuk tombol stop record. Ada rasa sesak yang semakin menjadi. Tubuhnya melemas. Jeno pun menghampirinya.
"Jaemin, kau kenapa?" Jaemin menggeleng, lalu menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya.
"Aku mau ke sumber air sebentar." kata Jaemin sambil berlalu. Langkahnya lebar, berharap ia bisa menjauh secepatnya. Tepat di bibir sungai, ia terduduk dan semakin bergetar. Air matanya yang memupuk akhirnya turun.
"Kenapa??? Kenapa aku mengisi hatiku dengan Jeno? Kenapa hatiku hanya menginginkan Jeno? Ini semua salah! Hiks..." lirihnya dengan suara sendu. Ia meraih botol kecil di saku celananya, mengeluarkan beberapa butir tablet kecil, lalu menelannya dengan tergesa-gesa. Tangannya yang masih bergetar dibuat menangkup untuk menciduk air lalu diminumnya dengan tergesa-gesa lagi sehingga sweatshirt-nya basah.
Air matanya terus jatuh kala ia menatap pantulan dirinya di permukaan sungai yang airnya bening itu. Dengan sadar ia membasuh mukanya. Namun yang ada ia malah terlihat tambah pucat meski cahaya matahari mulai meremang.
-
-Dua jam yang lalu...
Jaemin dan Jeno sedang asyik menyantap mie instan sebagai makan siangnya. Seusai makan, tiba-tiba Jeno merangkul Jaemin hingga ia tersipu malu. Padahal Jeno sudah sering merangkulnya tapi kenapa ia masih merasa degdegan, huh.
"Jaemin, kau tau Renjun kan? Murid pindahan dari China itu." Jaemin mengangguk. Lalu menenggak air minumnya. "Kau juga tau kan kalau aku sedang dekat dengannya?"
Jaemin terdiam. Ia berusaha tenang meletakkan botol minumnya di tanah dan kembali mengangguk. "Lalu?"
"Kau lihat disana kan, tempat melihat sunset itu? Aku ingin membuat rekaman video untuk Renjun disana. Kau mau membantuku kan agar Renjun jadi kekasihku?" Tak ada senyum di bibir Jaemin, yang ada hanya lengkungan kecil yang dipaksakan. Lagi lagi kepalanya dianggukkan dengan kebohongan.
"Tentu saja, aku kan sahabatmu. Mana mungkin aku tidak membantu." ujar Jaemin sambil membereskan bekas makannya. Jeno terkekeh dan secara tiba-tiba mencium pipi Jaemin.
"Terima kasih Na Jaemin, kau memang sahabat terbaikku! Huh, Mark pasti menyesal meninggalkan orang yang sangat baik sepertimu." Jeno tidak tau kalau apa yang barusan ia lakukan dan yang ia katakan berefek komplikasi pada jiwa Jaemin. Rasanya seperti kau diterbangkan dengan tinggi lalu dijatuhkan sampai ke dasar bumi. Yang bisa Jaemin lakukan hanya tetap tersenyum agar Jeno tidak merasa risih.
—
Maaf kalau ada typo hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Pupus
Teen Fiction"Kita kan sahabat, mana mungkin aku membohongimu..." by. jaeminister based on 'Hanin Dhiya - Pupus'