PERHATIAN! Bab ini mengandung unsur dewasa. Harap untuk tidak dicontoh. Jadikan sebagai pelajaran. Selamat membaca :)
***
Elian Panca Mahendra, mahasiswa Geologi tingkat akhir. Kisah percintaannya dimulai sejak ia bertemu seorang gadis bersama gitar akustiknya di salah satu kafe daerah H. Ten, Jakarta Timur. Bagi Elian, hubungannya dengan gadis itu penuh dengan pernak-pernik baru. Bagaikan pelangi yang selalu hadir setelah hujan. Seperti gadis itu, yang selalu menghadirkan kebahagiaan sederhana saat dirinya kehilangan mentari. Semuanya terasa hangat dan nyata. Elian tak pernah menyadari bahwa bahagia dan derita persis seperti dua jalan searah yang bersisian. Di ujung persimpangan selalu ada pilihan, tetap lurus atau berbelok. Enam bulan yang lalu, ia meninggalkan Jakarta dengan memberi alasan pada sang kekasih bahwa dirinya akan melakukan penelitian tugas akhir.
Penelitiannya akan dimulai. Namun, kondisi fisik yang melemah, membuat dirinya menemui seorang perawat kenalannya.
"Pemeriksaan TLC (Total Lymphovyte Count) menunjukkan CD4-golongan sel darah putih-dalam tubuhmu berada di bawah angka 200. Ini artinya, sistem kekebalan tubuh kamu cukup rusak. Kamu positif AIDS, Ian. Gimana ini bisa terjadi?" tanya seorang wanita berkerudung-Perawat Mila; namanya terpasang di name tag yang tersemat diseragam cokelatnya.
Elian lama tak menjawab. Tatapan matanya kosong entah mengarah ke mana. Reaksi dan raut wajahnya terpaku bagai tersambar petir.
"Elian?" Perawat Mila menyentuh tangan Elian yang terbujur di atas meja konsultasi.
Akhirnya ia mulai berkata, "Saya candu, La. Sejak SMA saya sering datang ke berbagai club, minum. Sampai akhirnya kecanduan jarum suntik...." Pemuda itu diam sejenak. Tersungging senyuman pahit di wajahnya. "Saya setengah tidak sadar setiap kali 'nyuntik', rasanya sangat nikmat dan ingin berfantasi. Bagai terbang di Nirwana," lanjutnya.
Perawat Mila mengangguk-anggukan kepala. "Lalu?" tanyanya kemudian.
"Itu udah lama banget, Mila. Sekarang, apa saya bisa sembuh?"
Perawat Mila bergeming sesaat. "Sayangnya nggak, Ian. Virus ini udah berkembang cepat dalam tubuhmu. Tapi jangan khawatir, mereka masih bisa dikendalikan, dengan syarat kamu rutin minum obat sepanjang hidup," tukas perawat Mila.
"Benarkah?"
"Ya. Bagusnya pemerintah telah menyediakan ART (Antiretroviral Therapy) untuk mengendalikan virus ini. Meski begitu, bukan berarti kamu bisa bebas menggunakan jarum suntik, narkotik maupun melakukan hal lain yang dapat menyebabkan tersebarnya HIV. ART ini hanya menekan virus. Bukan mengobati. Kamu tetap harus mengonsumsi obat ini seumur hidup. Dengan dosis dua kali setiap hari di bawah pengawasan perawat. Dan hentikan pemakaian berbagai jenis narkotik mulai dari sekarang. Hidupmu hanya bertahan jika Tuhan berkehandak baik padamu."
Elian diam. Ia tidak percaya bahwa dirinya benar-benar menderita HIV setelah melakukan berbagai macam kegiatan penuh hasrat surgawi. Bagi Elian, kehidupan sebelumnya adalah masa bahagia yang dapat ia nikmati setelah kepergian Kakak-nya-Ratna.
"Jika Tuhan berkehendak baik...."
Elian mengulang peringatan itu.
"Kamu mau melakukan tes viral load, Ian?
"Agar tau seberapa banyak jumlah virus dalam tubuh saya?"
"Ya."
Elian menyeringai pahit. "Jangan repot-repot, Mila. Hasil diagnosis telah menyatakan saya positif menderita."
KAMU SEDANG MEMBACA
PERLINA [COMPLETE]
Teen FictionBertemu lagi dengan Elian menjadi misi Alfa selama beberapa minggu ini. Gadis itu menunggu kabar Elian yang hilang selama enam bulan ini bak ditelan bumi. Namun, bukannya mendapatkan hasil, Alfa justru bertemu dengan Aljabar yang total abis menggang...