Bab 5. A problematic day

325 51 2
                                    

Shota.

Begitu Maruyama meminta Andara untuk memanggilnya.

Di Jepang para kolega memang tidak terbiasa untuk memanggil dengan nama depan. Praktek memisahkan penggunaan nama sudah berlangsung secara turun temurun.

Nama belakang untuk pekerjaan atau urusan profesional.

Nama depan untuk keluarga dan teman-teman akrab.

Apakah itu artinya?

Andara tersipu-sipu malu.

Ia tersenyum manja di pojok pantry sambil mengaduk kopi hangatnya.

"Ho-ho... bukannya kerja! Apa yang kamu lakukan disini? Ini namanya korupsi waktu" hardik Miss Watanabe sambil merampas gelas kopi Andara.

Wajah Andara pucat.

Mati! Pagi sekali dia datang, gumamnya panik.

"Andara.... Miss Andara..." panggil wanita cantik itu dengan nada tinggi. Ia membetulkan gagang kacamatanya dengan tatapan yang sadis.

Andara mendekat. Ia menghampiri Miss Watanabe yang sudah duduk menunggu di meja pantry.

Wanita itu mengetuk meja dengan jemarinya yang lentik, ia melihat ke arah Andara seperti burung elang yang siap menukik mangsanya.

"Kamu... merasa melanggar peraturan saya tidak?".

Gleg, Andara menelan ludah.

Ia sudah menduganya. Miss Watanabe sudah mendapatkan laporan dari karyawan wanita itu.  Nyali Andara ciut. Ia tidak tahu harus berbicara apa dengan atasannya yang cantik tapi berperilaku seperti penyihir di film Sleeping Beauty tersebut.

Miss Watanabe menengadahkan tangannya.

"Berikan...".

Andara melirik. Ia tidak mengerti maksud bosnya itu. Miss Watanabe kembali menggerakkan telapak tangan, ia seperti meminta sesuatu.

Tapi ia minta apa, pikir Andara bingung.

Khawatir jika sang bos tidak bisa meredam emosi, Andara cepat-cepat membuka dompetnya.

Mungkin ia kena denda karena melanggar peraturan yang sudah mereka sepakati bersama, gumam gadis itu lagi.

Tunk!

Ia menyerahkan selembar uang 10.000 yen ke tangan Miss Watanabe.

Mata wanita itu terbelalak. Ia memperhatikan uang bergambar wajah Yukichi Fukuzawa, salah satu tokoh pendidikan yang mendirikan Universitas bergengsi Keio di Jepang.

"Apa ini?" tanyanya bingung.

Andara menunjukkan respon yang tidak kalah bingungnya. Bukankah tadi ia minta uang denda? Dengan suara tergagap, gadis mungil itu berusaha menjelaskan logikanya.

"Kamu pikir saya kurang uang apa!" omel sang bos sambil melempar uang itu ke lantai. Ya, Watanabe Shiori memang tidak memerlukan uang upeti dari anak buahnya. Dengan gaji 600.000 JPY alias setara dengan 75 juta rupiah per bulan, apalah arti dari 10.000 yen baginya?

Tatapan Miss Watanabe semakin tajam. Ia kembali menengadahkan tangan. "Kamu tidak paham maksud saya?" tanyanya meneror.

Andara menggeleng. Gadis itu memang polos. Terkadang lebih menjurus ke arah bodoh. Ia seringkali tidak bisa membaca situasi dan hanya melakukan sesuatu berdasarkan instingnya belaka.

"Saputangan Sakamoto! Berikan padaku!" hardik Miss Watanabe.

Anggukan Andara membuat Miss Watanabe puas. Akhirnya, gadis asal Indonesia itu mengerti juga maksud hatinya. Ia pun menggoyangkan telapak tangannya, jauh lebih agresif dari sebelumnya.

You Can't (できないこと)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang