Kedua

15 7 0
                                    

Waktu siang di SMA Kartini adalah momok yang paling membosankan. Jam-jam seperti ini adalah jam memulai hobby bagi teman kelasku. Lihat saja sekarang! Faisal, teman cowok dikelasku yang notabene adalah murid hobby tidur telah membuka pabrik ilernya. Sedangkan kaum cowok yang lain sibuk wiritan alias main gadget. Mereka tuh pada main tembak-tembakan yang lagi trending di permainan online sekarang. Aku tidak tahu pasti nama permainannya. Dan aku juga tidak mau tahu.

Sesuatu yang lumrah melihat mereka memulai aksi saat jam kosong begini. Padahal, sudah ada guru piket yang memberitahu bahwa ada tugas yang harus dikumpulkan besok pagi. Tapi tetap saja mereka santai. Kalau kami, kaum cewek marah-marah ke mereka. Malah jawabannya:

“Karna ku selow, tetap selow, sangat selow, santai, santai, kuyakin aku bisa.”

Hello! Sekalian aja kalian nyanyi lagunya Via Valen di gazebo.

Alhasil para cewek cuma diam seribu kata. Dan pura-pura aja tidak peduli, padahal aslinya khawatir tingkat tinggi kalau misalnya ada yang tidak mengerjakan. Alasan kami (para cewek) bukan karena kasihan atau apa, tapi kami tidak mau kena hukuman juga! Apalagi tiap guru di sekolahku ini kalau ngasih hukuman selalu kena satu kena semua. Selalu adil tanpa ada yang tersisa. Maka dari itu, kami tetap mengawasi mereka. Walau yang diawasi tidak tahu diri.

Aku sendiri lagi bosen. Tidak tahu harus melakukan apa. Karena aku anak yang rajin jadi tugas dari guru sudah aku selesaikan duluan. Aku jadi bingung. Kulihat Jani, gadis itu kalau sudah di taraf kebosanan mulai dengerin lagu lewat earphone-nya sambil tiduran.

Sedangkan aku? Aku tidak punya hobby. Payah kan?

Aku tidak terlalu suka sama musik. Suka sama musik cuma pas lagi galau aja. Kalau bosen begini biasanya main hp. Selain dari itu, biasanya tidur. Iya, aku suka tidur. Mungkin karena tidur aku bisa hidup di dunia imajinasi tanpa seorang pun bisa melarangku.

Ting!

You have a message!

Notif dari Line. Kok tumben ada yang chat? Biasanya tidak ada notif. Wajarlah kehidupan orang jomblo kan ya begini.

Sagara Halitar : p

WHAT!!!!!
Apa aku tidak salah lihat nih?

“Oh My God! Jani, lihat ini. Buruann!!” pekikku sambil menggoyang-goyang tubuh Jani.

Jani terganggu, “Apaan sih, Nja! Ngagetin orang tidur aja lo!”
“Ini, lihat deh!”

Jani membaca pesan singkat Sagara. Bukan pesan sebenarnya, hanya satu huruf yang membuat jantungku serasa turun ke diafragma.

“Lo bales buruan. Mumpung ada kesempatan emas,” Balas Jani.
“Balas apa? Gue bingung.”
“Ada apa? Kenapa? Iya pakai tanda tanya kan bisa sih. Jawaban lo pokoknya harus nanya.”
“Entar kalau gak dibalas gimana?”
“Nih orang ribet dah! Ngapa pesimis duluan sih, gak baik tau.”
“Iya iya bawel deh,” balasku sambil mengetik balasan di layar hp.
“Dih, yang bawel sebenarnya tuh lo. Main nuduh-nuduh sembarangan.” Sengit Jani yang tak kugubris.

Senja Primanatugga : Iya?

“Gini udah?” tanyaku pada Jani sambil menunjukkan balasanku sebelum kukirim.
“Singkat amat balasnya. Sini biar gue,” sahutnya.

Senja Primanatungga : Ada apa, Gar? Tumben nge-chat gue duluan?

Sent!

Pas aku baca. Lah kok panjang banget kayak jalannya kereta. Padahal Sagara cuma ngasih satu huruf doang. Dasar si Jani!

Sagara, emm..

Lebih tepatnya Sagara Halintar. Temen masa SMP-ku. Yang selalu baik dimataku. Lelaki tampan yang bikin meleleh pasang mata. Dermawan, yang suka memberi sesama. Tidak pelit sama aku, yang lebih dewasa dari pada aku, punya pikiran kritis, dan lebih menyukai segala bentuk yang simpel namun tidak berlebihan.

Lelaki yang kuceritakan ke Mama tiap malamnya. Teman yang membuatku jatuh cinta kali pertama. Memang sejak SMP-Sekarang kami berteman. Tapi karena ada salah paham diantara kami membuat hubungan pertemanan itu jadi renggang. Hampir seminggu aku lost kontak sama Sagara. Dan hampir seminggu pula aku tidak bertatap muka dengannya.

Entah, dia seperti menghindariku seminggu ini.

Dan ini rekor terlama Sagara marah kepadaku. Oke, memang aku sudah keterlaluan padannya. Wajarlah kalau dia marah sangat lama kepadaku.

***

Sepulang menjemput Ira. Aku hanya dirumah. Mengurung diri didalam kamar. Karena aku lagi tidak ada mood untuk keluar kamar, apalagi keluar rumah. Pesan Sagara tadi berakhir sampai ia bilang bahwa ingin menemuiku. Waktu kutanya kapan dan dimana, tidak ada jawaban sama sekali. Aku tidak banyak berpikir. Aku hanya menunggunya untuk membalas. Entah itu nanti malam, besok pagi atau entahlah kapan.

Kalaupun tidak ada jawaban pun, tekat sudah aku yang mulai duluan. Karena kata Jani:

“Nja, cewek tuh selamanya gak harus nunggu. Cewek kalau kelamaan nunggu entar bakal kehilangan. Sekali-kali lo yang mulai duluan. Bagus atau enggak hasilnya nanti lo harus tetap terima, karena inilah kehidupan. Yang nyata susah diterima, tapi yang ilusi mudah diterima.”

Begitulah, Jani memang orangnya sedikit puitis. Kadang perkataannya tuh banyak benarnya. Beruntung aku punya sahabat seperti Jani.

***

NEXT CHAPTER! WHAT YOU FEEL IN THIS PART ????

love, NR

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang