Setiap manusia bisa menjadi apa saja. Bahkan bisa menjadi kemungkinan terburuk sekalipun. Kini aku mengalami, seakan menjadi orang paling buruk hari itu. Aku seolah-olah adalah seorang pecundang. Aku sangat hancur lebur, hingga perasaan ini menjadi berkeping-keping. Aku menjadi manusia yang gagal berjuang kembali untuk kesekian kali. Aku takut berusaha, gagal seolah menghantui ku tak henti. Bahkan aku seperti manusia yang tak pantas lagi bicara akan perjuangan dalam kehidupan.
Ini hanya masalah aku. Aku membuat diri ku terlalu dalam jatuh pada rasa percaya. Aku senang bercerita, pada siapa saja yang ku percaya. Tapi sayang dia menjadikan ku seperti pecundang dengan kata-katanya. "Dasar banyak alasan!" Ucapnya. Dia sering melontarkan kata itu pada ku, entah tak peduli aku menjadi takut, tak peduli aku menjadi bisu dan lumpuh dalam kebahagiaan. Aku menjadi pecundang saat itu.
Pecundang!! Iya aku menjadi pecundang dengan rasa penyesalan. Setiap kali ingin bercerita membagi duka, aku takut dunia tertawa dan mengatakan aku adalah seorang pecundang. Kini aku benar-benar tak berharga, di mata dia, dunia dan bahkan aku membenci diri ku. Dia, tak perlu tau siapa dia. Aku tetap saja menyayangi nya. Tuhan, saat ini aku minta ampun pada Mu, aku tak bisa memaafkan diri ku sendiri saat ini.
Kaki ku menjadi ingin berbalik arah, bahkan saat aku harus menemui mimpi ku yang sudah menunggu jauh di depan. Kepada siapa aku harus bertanya, apa benar aku pecundang? Aku tak mau menjadi seperti yang diri ku sendiri katakan. Kenapa kali ini diri ku membenci aku. Aku seakan tenggelam dalam terkaman kehampaan. Apa tak cukup rasanya aku menjadi orang yang kehilangan bahagia, kehilangan tawa. Apa aku harus juga kehilangan diri ku sendiri saat ini? Melangkah lebih jauh aku rapuh. Menatap lebih lama aku hampa.
Rembulan tak menyapa ku lagi, mentari pagi tak membangunkan ku lagi. Aku bersedih. Semua pergi jauh meninggalkan. Ku mohon jangan sebut aku pecundang, aku ingin menjerit kesedihan. Lagi dan lagi aku merasa sesal yang terdalam. Tak ada yang mengerti ku, bahkan membantu ku saja enggan. Mungkin iya aku pecundang. Sudah itu saja. Aku menyerah. Tertawalah sepuasnya dunia. Aku kalah, kau menang. Aku memang pecundang!.
Ketika ponsel ku berdering di tengah derasnya air mata yang meratapi kegagalan. Aku mengabaikannya diam. Tapi getaran serta deringan itu tak kunjung berhenti. Jika saja saat itu akal ku sudah lenyap, aku akan mengambil ponsel itu dan membantingnya ke dinding. Tapi untung aku masih bisa berfikir. Aku perlahan membuka kunci ponsel ku sambil menghapus air mata yang tak berguna ini. Ternyata seseorang menghubungi ku, teman lama yang sering ku rindu.
Entah ada apa dengannya dia spam chat di WhatsApp hingga aku sangat kesal dan kebetulan mood ku sangat hancur, yang ku baca dia sibuk menanyakan kabar ku, entah ini ada apa sebenarnya. Dengan rasa kesal, aku hanya membaca pesan itu dan keluar dari room chat nya. Aku sangat kalut, hingga bahkan teman baik ku saja aku abaikan, bukan aku sombong atau tak menghargai nya. Aku hanya saja sedang remuk saat itu, dan dia melakukan hal yang tak ku suka. Apa salah aku mengabaikan nya. Setelah cukup lama larut dalam duka. Aku tersentak.
Hati ku bergumam, "dasar bodoh, teman mu saja kau tak hargai, bagaimana dengan aku diri mu sendiri?" Seakan hati ku berkata tentang hal itu. Pipi yang sudah mengering kini basah kembali. Sebenarnya ada apa ini, aku dan diri ku seakan berkonflik. Menjadi tak tentu. Apa yang ku rasa saat ini adalah wajar? Ku rasa tidak. Benar, memang benar. Aku ternyata pecundang yang tak bisa apa-apa. Selamat, sebutlah aku pecundang. Sebab memang begitu adanya. Aku lelah berjuang. Aku takut gagal meski aku paham akan makna bangkit. Siapapun tampar aku dan katakan dengan lantang jika aku memang pecundang!.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKU
Short StoryKisah ini hanya menceritakan aku dan dunia yang seakan selalu bertolak belakang. Entah aku yang tak memahami, atau entah takdir yang selalu begini. Terbungkam dalam kehampaan.