sekolah

52 6 2
                                    

Berpura-pura bahagia, adalah caraku untuk terlihat baik-baik saja

LEAVARA


Vara melangkahkan kaki memasuki area yang saat ini menjadi sekolahnya. Dia masih mengenakan seragam sekolah lamanya, lengkap dengan jaz almamater yang sangat pas ditubuhnya. Namun sayang, seragam itu harus berakhir jauh sebelum hari kelulusan.

Setelah sekian lama mengitari sekolah, akhirnya ia sampai di ruang guru. Sesuai instruksi dari staf saat pendaftaran kemarin. Ia diminta untuk pergi ke ruang guru terlebih dahulu dan bertemu dengan wali kelas. Baru setelah itu akan diarahkan menuju kelas.

Masih dengan rasa kesal yang mengganjal. Vara berdiri didepan pintu kaca yang berwarna gelap. Hingga ruangan bagian dalam tidak terekspos dari luar.

Vara tersenyum simpul ketika mengingat orang baik yang menolongnya tadi.

Kilas balik

"Ah, sial" gerutu Vara ketika ia kembali tiba di parkiran. Dia menghela nafas untuk menstabilkan emosi. Lalu pandangannya turun pada sepasang kaki berbalut sepatu convers. Tolonglah, kakinya sudah lelah, sementara masih belum ada yang menunjukkan jalan yang benar padanya.

"Kenapa?"

Suara itu...

Vara mendongakkan kepalanya, senyum bulan sabit tercetak di wajahnya. Lelaki asing dihadapannya mampu menyihirnya. Dia tampan, jika dilihat sekilas seperti ada aksen belanda di wajah indahnya. Rambutnya hitam pekat. Dan tampilannya benar-benar rapih. Tidak bisa dibandingkan dengan Vara yang terkesan urakan.

"Hey, kok malah bengong" ucap Lelaki itu sambil melambaikan tangan didepan wajahnya.

"Lo... Manusia kan?" Tanya Vara dengan wajah lugunya.

Ditengah keseriusan Vara, lelaki itu tertawa. "Ya manusia lah, kamu pikir alien?"

Vara tertawa gagu,

"Saya Zayn, kamu anak baru ya?" Lelaki itu memperkenalkan diri. Satu tangannya terulur, tanpa buang-buang waktu Vara segera membalas uluran tangannya.

Kapan lagi kenalan sama cowo ganteng

"I-iya" sahut Vara, gadis itu masih gugup.

"Kalau saya boleh tahu, nama kamu siapa?"

"Vara"

"Nama kamu bagus" pujiannya membuat Vara menundukkan kepala dalam. Menyembunyikan wajah blushing nya.

"Sekarang ikuti saya" Zayn berjalan mendahului Vara. Sementara gadis dengan segala kebingungan itu masih terpaku ditempat.

"Kemana?" Vara bertanya

"Ruang guru, kan?" Zayn menghentikan langkahnya sambil menengok ke arah Vara. Sorot matanya berhenti tepat di sepasang bola mata Vara.

***

Suasana kelas XI IPA 1 sangat hening pagi ini. Karena mereka dalam kendali guru killer yang sialnya adalah wali kelas mereka sendiri.

Sementara diluar kelas, berdiri seorang gadis dengan segala rasa gusar. Gadis itu memilin roknya meminimalisir rasa gugupnya.

Vara membuang nafasnya secara perlahan, berharap rasa gugupnya juga ikut terbuang. Satu tangannya terulur mengetuk pintu sembari mengucap permisi.

Sontak orang-orang didalam ruangan itu mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu.

"Oh iya" ucap Bu Dahlia pada dirinya sendiri.

"Masuk" ucap Bu Dahlia tegas hingga suaranya dapat sampai di telinga Vara. Dengan segenap keberanian, Vara mendorong gagang pintu dan beranjak masuk.

Puluhan pasang mata yang tadinya sayu kini kembali terbuka lebar. Layaknya remaja pada umumnya, mereka mudah tertarik dengan orang-orang baru. Apalagi jika orang baru itu punya wajah cantik seperti Vara.

"Pegang tangan gue pegang! Jantung gue gak kuat Ya Allah" ucap siswa laki-laki yang duduk di pojok belakang. Sikapnya seperti orang yang terkena serangan jantung. Katanya, dia selalu bersikap begitu ketika melihat cewek cantik.

"Urus jantung lo sendiri gih, jantung gue juga jadi gak normal nih" timpal yang lainnya.

"Pajang di rumah"

"Calon penyempurna agamaku"

Mendadak suasana jadi heboh.

"Langsung jadi santapan babi boy" celetuk salah satu cewek tomboy bernama Denis. Sebenarnya nama panjangnya Denisa Alifia, dan biasa dipanggil Nisa oleh keluarga nya. Namun ia merasa terganggu dengan panggilan itu. Terlalu feminim menurutnya.

"Muka burik mau yang cantik" timpal siswi disamping Denis.

"Malu-maluin"

Hal itu membuat gaduh di kelas. Vara jadi pusing sendiri dibuatnya, jika bukan untuk melindungi citra baiknya sebagai murid baru, maka sudah bungkam mulutnya satu-satu. Andai mereka tahu, Vara adalah gadis bar-bar berwujud kalem.

"Sudah-sudah" ucap Bu Dahlia tampak emosi.

"Silahkan perkenalkan diri kamu kemudian duduk"

"Selamat pagi teman-teman. Nama saya Leavara Anastasya. Kalian boleh panggil Vara aja. Saya pindahan dari Jakarta. Semoga kita bisa berteman baik, ya" setelah memperkenalkan diri, Vara langsung memilih tempat duduk yang tersisa didalam kelas.

Vara menyapu pandangannya ke seisi kelas. Terlihat ada dua kursi kosong di pojok. Entah apa alasannya mereka tidak duduk bersama. Vara berjalan pelan menuju kursinya.

Sekarang ada dua pilihan, gadis yang tampak menelungkupkan kepalanya diatas meja. Atau gadis berkepang satu dengan aksesoris berwarna biru dan ping di rambutnya. Gadis berkepang satu tersenyum padanya, baiklah mungkin dia akan lebih mudah menerima dirinya.

"Hai, boleh duduk disini kan?"

Gadis berkepang satu itu tersenyum lantas mengangguk. Vara menghempaskan tubuhnya diatas kursi. Dia melepas cardigan nya lalu disampirkan di sandaran kursi.

"Felice" cewek itu mengulurkan tangannya pada Vara. Matanya sangat berbinar ketika menatap Vara.

Vara tersenyum simpul lantas membalas uluran tangan Felice. "Vara" ucapnya memperkenalkan diri.

Vara membalikkan badan ke belakang. Gadis yang rambutnya dikucir kuda itu masih menelungkupkan kepalanya.

LEAVARA®Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang