felicia & demira

43 6 1
                                    

Kita tidak akan pernah tahu isi hati seseorang, tanpa mengenalnya lebih dalam

LEAVARA


Jam istirahat berbunyi, para siswa berbondong bondong menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Felice mengajak Vara untuk ikut serta menuju kantin bersama Demi. Ternyata diluar perkiraan Vara, Demi dan Felice berteman baik. Hanya saja Demi sering mengusir Felice jika duduk disebelahnya karena Felice suka cerewet jika Demi sedang tidur.

"Mau pesen apa?" Tanya Felice pada kedua temannya. Dia sudah terbiasa menjadi babu Demi dan kini akan menjadi babu Vara juga tentunya.

"Mie ayam" sahut Demi setengah menahan kantuk. Sesaat kemudian, dia menelungkupkan kepalanya di meja kantin. Tidak peduli meja itu kotor atau tidak. Yang terpenting dia bisa menjalani misi hidupnya. Tidur.

"Lo?" Felice menunjuk Vara dengan telunjuknya.

"Samain aja" sahut Vara.

Felice mengangguk lantas pergi memesan makanan untuk ketiganya. Selang 5 menit, Felice kembali dengan wajahnya yang selalu ceria.

Felice mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya, sebuah cermin kecil berbentuk lingkaran. Felice senyum-senyum sendiri menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Emm, Fel" panggil Vara hingga atensi Felice beralih padanya.

"Demi emang gitu dari dulu? Magsudnya... Suka tidur gak kenal tempat?"

"Astaga Ra, dia tuh pernah ketiduran di kolam renang. Untung ada gue, kalo gak ada dah mati tuh dia"

"Serius?" Vara mengatupkan bibirnya. Disatu sisi dia speechless dengan dengan makhluk bernama Demira. Tapi disisi lain dia bersyukur, ternyata masih ada manusia yang lebih tidak manusiawi dibanding dirinya.

"Eh, Ra. Nama depan lo siapa? Kok kalung lo tulisannya huruf K?" Felice menunjuk leher Felice. Terdapat kalung perak dengan huruf K sebagai bandulnya.

Vara mengikuti arah pandang Felice, kalungnya. Vara tertawa pelan, tiba-tiba ia teringat dengan sosok Karel.

"Loh? Kenapa Ra, kok diem? Atau jangan jangan..."

Pesanan mereka datang, fokus Vara teralihkan pada dua mangkuk mie ayam milik dirinya dan Demi serta semangkuk bakso milik Felice yang sudah berada dihadapannya.

"Jangan-jangan..." Goda Felice lagi.

"Ya! Kalung dari pacar. Eh, mantan"

"Kok kesleo sih ngomongnya? Masih sayang ya?"

"Kepo banget bocah tiktok" celetuk Demi yang langsung mendapat tatapan tajam dari Felice.

"Demi bisa ngomong Fel, alhamdulillah. Gue pikir dia kena sindrom apa gitu" Vara tak bisa menyembunyikan wajah girangnya.

"Sembarangan banget lo, doain yang enggak-enggak" ucap Demi lagi. Vara semakin tersenyum lebar, merasa bahagia akan tanda-tanda kehidupan Demi.

"Dia bisa ngomel Fel!"

"Bisa lah"

"Lo emang kenal dia Dem?" Tanya Felice dengan satu alis terangkat.

"Dinda kelas sebelah kan? Yang sering ngaku-ngaku mirip Aisyah Aqilah?"

Sontak Felice menepuk jidatnya pelan. Entah sebuah anugrah atau musibah memiliki teman seperti Demi. Tidak jelas arah hidupnya.

***

Siswa-siswi SMA Dharma dipulangkan dua jam lebih cepat dari jadwal yang seharusnya. Ada rapat guru dan OSIS yang akan membahas mengenai acara ulang tahun sekolah. Tidak ada yang tidak senang tentunya, terutama Demi. Gadis itu sudah menyusun agenda untuk tidur seharian di rumah.

Satu per satu siswa kelas XI IPA 1 keluar dari kelas dengan menenteng tas mereka. Kini tinggal Vara, Felice dan Demi didalam kelas. Felice masih sibuk mengemas barang-barang milik Demi. Sementara Vara hanya mengekori pergerakan Felice yang lihai dalam mengemas barang. Barang-barang Vara sudah terkemas rapi didalam tas tentunya.

"Cocok jadi ibu rumah tangga" ujar Vara sambil menopang dagu. Felice hanya mendengkus pelan dan tetap melanjutkan aktivitas nya.

"Dem, udah masuk semua nih barang barang lo. Yuk pulang" ajaknya.

"Yuk" sahut Demi sambil berusaha membuka mata.

Mereka bertiga berjalan keluar kelas. Demi berjalan lunglai dibelakang Vara dan Felice, sementara Felice sibuk memperkenalkan ruangan yang mereka lalui.

"Oh iya Ra, lo udah tau belum siapa ketua osisnya?" Felice bertanya penuh antusias.

"Belum, emang siapa?"

"Kak Zayn, anak kelas 12 Bahasa"

"Kak Zayn? Yang ganteng kan? Orangnya kaku?" Ucap Vara teringat dengan orang yang mrmbantunya tadi pagi.

"Kalo ngomong baku banget" imbuh Felice sambil tertawa membayangkan Zayn berbicara dengan gayanya.

"Pantes sih jadi ketos, baik banget" celetuk Vara.

Ponsel Vara berdering, ketika membaca nama yang tertera di layar ponselnya mendadak perasaannya senang. Vara segera menekan tombol hijau ke atas lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

Felice ikut berhenti menyaksikan perubahan sikap teman barunya ketika mendapat panggilan telfon dari seseorang. Felice rasa, orang itu punya arti lebih bagi Vara.

Demi yang melihat dua temannya berhenti didepan, kini duduk selonjoran di tengah lorong. Matanya kembali terpejam.

"Hai, Rel. Apakabar?" Raut bahagia langsung tersirat di wajah Vara.

"Gue baik"

"Oh iya, makasih ya paketnya udah gue terima dengan baik. Eh lo tau gak? Hari ini hari pertama gue sekolah dan dipulangin gasik. Nikmat Tuhan mana lagi yang kudustakan?" Ucap Vara tanpa bisa menyembunyikan raut bahagia di wajahnya. Tentang paket yang dibicarakan, isinya cookies kesukaan Vara yang biasa dijual di toko depan sekolah mereka dulu.

Sementara Felice tanpa sadar ikut menyunggingkan senyumnya.

"Woi, ngapain berhenti sih?" Teriak Demi dari belakang membuat keduanya menoleh. Seperkian detik kemudian Vara sadar dan memutus sambungan telefonnya dengan Karel.

"Sorry, yaudah yuk lanjut jalan" ucap Vara.

Mereka pun berjalan menuju parkiran. Vara diantar pulang oleh Felice dengan mobilnya. Begitupun dengan Demi. Vara sangat bersyukur mendapat teman sebaik Felice.




LEAVARA®Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang