Lalu kita bertemu lagi pukul 4 sore. Begitu saban hari.
Bercerita perihal senja yang datangnya singkat. Menerka keelokan apa lagi yang akan dipamerkannya.
Kita sepakat, bahwa senja sengaja melebur agar bulannya naik ke permukaan. Ia rela mati untuk menarik langit malam. Ia rela binasa agar tebaran bintang dipuja-puji.
Sesuatu yang indah itu memang enggan berlama-lama. Malu ia ditatap terlalu intens. Tak suka dirinya begitu dielukan.
Sama seperti kita, ucapnya begitu.
Aku mengangguk. Membiarkan ia melanjutkan kalimatnya.
Kamu bagian dari senja, kamu singkat. Kamu tak suka berlama-lama. Itu dia katakan di depan wajahku, diselipi senyum manis.
Sama sepertiku, tambahnya.
Kita sama-sama singkat. Maka dari itu kita tidak bisa bersama. Tak ada waktu luang untuk dicuri.
Oh. Aku paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebentar
PoetryYang sebentar untuk dipahami itu kalimatku Yang lama untuk dipahami itu perasaanmu @perfectsatan - 2019©