5. Akhirnya Berdering

15 5 2
                                    

"Namanya bagus, mirip sama nama yang Ayah kasih. Orangnya juga manis ...."

Laki-laki itu tersenyum, bergumam dalam hati memaknai nama seseorang yang baru saja perkenalan.

"Ck, senyum-senyum sendiri, ngapa lo? Asa ku tumben," tanya Iman yang menyadari simpul manis yang dibuat temannya itu.

"Wah, baru masuk sekulah nih elu dah dapet gebetan baru ae. Ajegilek," tebak Hendra.

"Cerita dong cerita, Nu."

"Iya, siapa tau cantik, gua bisa tikung."

Kepala Hendra ditoyor oleh Iman, merutuki kebodohan temannya yang akut. Mana ada sahabat yang sudah bersama sejak SMP hendak menikung sahabatnya sendiri.

"Periksa otak ke bidan Oom yang di pertigaan jalan depan yuk," senyum Iman getir menanggapi sahabatnya yang satu ini.

Ia memukul lengan kedua sahabatnya. Menghentikan kegaduhan yang mereka buat sebelum ia berdiri. Meminta perhatian.

"Hallo, perkenalkan nama saya Banu Anugrah saya asli dari Bandung dan alumni SMP ini juga."

Perkenalannya dihiasi senyum tipis yang belum pudar. Matanya tersorot pada satu titik. Gadis yang tadi pertama kali memperkenalkan diri.

***

"Tuhkan beneran lu suka sama dia," teriak Hendra di tengah ramai nya hiruk pikuk kantin.

"Berisiiikkkk, pelan aja ngomongnya, begos!"

"Haha, sorry, Nu. Gua seneng soalnya, temen gua benar-benar laki tulen." Hendra meminta maaf tanpa memaknai. Langkahnya berada dipaling depan untuk membooking meja makan.

"Kenapa bisa suka, Nu?" tanya Iman penasaran. "padahal dia biasa aja tuh."

"Hm, mungkin karena sinyal cinta pas deket dia kenceng banget," jawab Banu tanpa ekspresi.

"Anjirrr, bucin pisan karek kelas 10 ge. Paur, hahaha," tawa Hendra nyaring meremehkan jawaban Banu.

"Mulut lu gordes amat si, Ndra. Makan tuh sambel biar tau rasa!" Iman kesal, ia menumpahkan 3 sendok sambal ke mangkuk cuanki milik Hendra.

Pertengkaran mereka membuat waktu delapan menit istirahat Banu sia-sia hingga telat masuk kelas matrikulasi.

Dari segala arah curhat, cerita, dan bertanya, mereka bisa menyimpulkan bahwa Banu benar-benar suka. Tapi belum cinta, mungkin. Ini baru beberapa hari matrikulasi, jadi Banu belum mengenal gadis itu dengan baik. Siapa tau, nanti dia berbalik arah. Kembali menyukai Mian, mantannya.

***

"Guys, gua udah booking Easy Studio buat nanti Sabtu kita foto. Pake baju putih abu lengkap, ya." Hendra berteriak menginfokan pada teman-temannya.

Sedikit teman yang menghiraukan bewara tersebut. Sisanya asyik dengan kesibukan masing-masing. Termasuk Narel, dia asyik dengan musik di mp3 berwana biru langit.

Di sudut lain, bangku yang di isi oleh Banu dan Iman roman nya diisi oleh atmosfer curhat.

"Jadi beneran?" tanya Iman meyakinkan.

"Ingsya Allah, doain aja mudah-mudahan sama yang ini manjang," jawab Banu mantap. Sesekali matanya mencuri pemandangan ke arah bangku dekat jendela, tempat dimana gadis yang ia sukai bersemayam.

"Wihh wihh wiihh, bau-bau curhat nih," serobot Hendra.

"Kepoooo." Banu meninggalkan kedua temannya.

Sejauh ini yang masih ada dipikirannya masih tentang Narel. Gadis yang ia lihat tidak pernah mengobrol kecuali tugas kelompok atau disuruh perkenalan, jarang pergi ke kantin, bahkan dia tidak masuk grup whatsapp SATPAM.

THE (hi)STORY IS OURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang