Siapa yang tidak merasa excited ketika menjajaki langkah berseragam putih abu. Seolah putih abu adalah lambang dari terbebasnya belenggu label 'bocah'. -Padahal terkadang yang sudah putih abu pun rindu masa bocah. Itulah yang dirasakan oleh Narel, gadis manis dari kutub yang hijrah ke agak sedikit kota untuk mengemban ilmu.
Nama lengkapnya Narel Anindiya, menyadang gelar siswa baru di SMA Kota Kencana dan asrama disana. Narel terbilang gadis cuek, mungkin bawaan dari kutub. Ia tidak begitu maniak pada hubungan pertemanan sehingga harus kemana-mana bersama, jajan makanan yang sama, duduk di bangku yang berdekatan, dan risih, pikirnya.
Minggu kedua awal masuk, siswa siswi kelas X harus menjalani matrikulasi sebelum ditetapkan masuk kelas mana.
...
"Sebelum kita masuk tes matrikulasi hari ini, kita perkenalan dulu ya. Ibu belum tau nama kalian ..."
...
"Hallo, perkenalkan nama saya Narel Anindiya saya dari SMP Sukaguna, Lembang. Terima kasih."
"Cahaya ...," gumam salah seorang siswa.
Tak sadar dia melejitkan salah satu sudut bibirnya hingga terlihat manis sekali, bagi yang menyadarinya.
...
Suasana istirahat begitu hening -bagi Narel, dan masa matrikulasi hampir selesai tapi ia masih saja belum mendapat teman baik..
"Apasi lu, makin gak suka gua kalo lu begini. Jijik hueekk," sergah sang laki-laki sambil melepaskan gandengan dari gadis agak centil itu.
"Ihh cuma pengen foto bareng aja sama Banu, sekali deh sekali, gak bakalan lagi. Sumpah," balasnya lalu bersiap menjepret di ponselnya.
Cekrekkk cekreekk cekrekk kreekkk kekkk krekkk
Tiba-tiba badan gadis itu terdorong ke depan.
"Cihhh, katanya sekali, itu di klik berkali-kali," laki-laki itu melenggang pergi tanpa rasa bersalah.
Pemandangan macam apa itu, batin Narel merasa telah terjadi keributan alay di kelasnya dan dia tidak suka. Mereka pasangan ribut, Narel benci keributan.
Setelah ditinggal pergi, gadis itu tidak turut beranjak, ia menatap Narel berbinar lalu tersenyum sambil berjalan menuju ke arahnya. Sangat ekstrovert, batin Narel mengkritik penuh rasa tidak suka.
"Eh, hai. Kenapa gak ke kantin? Kenalin aku Mian dari kelas X-1." Dia mengajak Narel kenalan, uluran tangannya disambut dengan ogah-ogahan oleh Narel.
"Narel X-2," sekenannya.
Cukup, cukup, tidak usah dijelaskan lebih panjang bagaimana mereka berteman, yang jelas mereka resmi berteman hari itu. Hanya t e m a n saja.
. . . . .
Hari terakhir matrikulasi. Menyenangkan, mungkin, batin Narel.
Akhirnya tepat pukul 12.15 WIB tersebarlah pengumuman pembagian kelas dan Narel berada di kelas X mipa 2 dengan kelas yang sama yang ia tempati ketika matrikulasi.
Pertama masuk kelas dan beberapa minggu setelahnya, kegiatan kelas begitu membosankan. Hampir setiap guru yang datang mengajar mengatakan; absen dulu, kenalan dulu, kontrak belajar, dan segala antek-antek membosankan nya.
Nikmati, jalani, biarin aja yang penting nanti kelas tiga lulus dengan aman, pikir Narel yang lempeng tanpa membayangkan betapa indahnya masa SMA yang akan terlalui, kata orang-orang.
Ah, dan ya awal kelas selalu dipenuhi dengan kerja kelompok untuk mengakrabkan teman satu sama lain dan Narel terlalu sering satu kelompok dengan makhluk Banu Anugrah yang seolah menjadi musibah. Narel tidak suka dengan kesan awal mereka bertemu. Maksudnya, waktu Narel melihat Banu bersama kekasihnya di kelas matrikulasi untuk foto bersama.
Alay, cercah Narel tanpa tau atau pernah merasakan bagaimana rasanya hati yang sedang kasmaran.
Lama-kelamaan Narel dan Banu mulai mengenal nama satu sama lain, -tanpa pernah melakukan embel-embel jabat tangan, dan begitu dekat dengan sekadar berbincang, "Banu, mana tugas kamu? Mau dikumpulin gak sih!" Atau lagi, "Rel, punya tipe-X gak?" Iya, itu sudah cukup membuat mereka akrab, bukan?
Selain itu, Narel tidak pernah mengobrol dengan teman lainnya, ia tidak punya teman dekat, jarang ke kantin, bahkan dalam kerja kelompok pun begitu pasif, mungkin teman kelasnya berpikir bahwa ia psyco.
Tapi untunglah beberapa guru memaklumi tabiatnya dan tetap mempercayainya karena Narel pun agak cakap dalam pembelajaran. Narel gadis baik dan sopan, kurang nya satu yaitu 'anti social-social club'.
Ah, Narel yang polos, masa putih abu nya lebih kelabu dari seragamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE (hi)STORY IS OUR
AléatoireSiapa yang tidak mengenal Bandung? Tempat dengan berjuta cerita, surga kuliner, dan masyarakat yang ramah. Tapi ini bukan bercerita tentang kota kembang itu, ini tentang si gadis hitam manis. Tentang kota Lembang yang menumbuhkan dirinya menjadi beg...