Aku terbangun di perahu dayung dengan layar buatan tangan yang dijahit dari kain seragam abu-abu. Seulgi duduk di sebelahku, menghalau laju angin. Aku berusaha untuk duduk dan langsung merasa pusing. "Istirahatlah," kata Seulgi. "Kau memerlukannya."
"Tyson ... ?"
Dia menggelengkan kepalanya. "Jimin, aku benar-benar minta maaf." Kami terdiam sementara ombak melambungkan kami naik turun. "Dia bisa saja selamat," kata Seulgi ragu. "Maksudku, api kan nggak bisa membunuhnya."
Aku mengangguk, tapi aku tak punya alasan untuk berharap. Aku sudah lihat ledakan yang mengoyak lapisan besi kapal itu. Kalau Tyson berada di ruang ketel uap, mustahil dia bisa bertahan hidup. Dia telah mengorbankan nyawanya untuk kami, dan yang bisa kupikirkan hanyalah saat-saat ketika aku merasa dipermalukan oleh Tyson dan pernah menyangkal bahwa kami berdua memiliki hubungan darah. Ombak memukul-mukul perahu. Seulgi menunjukkan padaku beberapa barang yang sempat dia selamatkan dari kerusakan—termos Hermes (sekarang kosong), kantong plastik berisi penuh dengan ambrosia, dua kemeja kelasi, dan satu botol Dr Pepper. Seulgi menarikku dari air dan menemukan tas ranselku, terkoyak separuh oleh gigi Skylla. Sebagian besar barang-barangku telah mengambang entah ke mana, tapi aku masih menyimpan botol multivitamin Hermes, dan tentu saja aku memiliki Riptideku. Pena itu selalu muncul kembali di sakuku betapa pun aku telah menghilangkannya. Kami berlayar selama berjam-jam. Karena sekarang kami berada di Laut Para Monster, air tampak bercahaya dengan warna hijau lebih terang, seperti asam Hydra. Angin berbau segar dan asin, tapi ia juga membawa bau logam yang aneh—seolah badai guntur akan segera menerpa. Atau bahkan sesuatu yang lebih berbahaya. Aku tahu arah ke mana kami harus menuju. Aku tahu persisnya kami berada pada seratus tiga belas mil laut dari titik barat, yaitu pada arah barat laut dari tempat tujuan kami. Tapi hal itu tetap saja membuatku kebingungan. Ke mana pun kami berbelok, sinar matahari tampaknya terus menerpa tepat ke mataku. Kami bergantian meneguk Dr Pepper, menaungi diri kami di bawah layar sebisa mungkin. Dan kami membicarakan tentang mimpi terakhirku akan Grover. Menurut perhitungan Seulgi, kami memiliki waktu kurang dari dua puluh empat jam untuk mencari Grover, dengan pertimbangan mimpiku akurat, dan dengan pertimbangan Polyphemus sang Cyclops itu tidak mengubah pikirannya dan mencoba menikahi Grover lebih awal.
"Yeah," kataku sinis. "Kita kan nggak bisa memercayai seorang Cyclops."
Seulgi melempar pandangan ke laut. "Maafkan aku, Jimin. Aku sudah salah tentang Tyson, oke? Andai aku bisa mengatakan itu padanya."
Aku berusaha untuk tetap marah padanya, tapi itu tak mudah. Kami sudah melalui banyak hal bersama. Seulgi telah sering kali menyelamatkan nyawaku. Bodoh sekali aku jika membencinya. Aku memandangi ke bawah pada barang-barang kami yang masih tersisa —termos angin yang sudah kosong, satu botol multivitamin. Aku memikirkan tentang ekspresi marah Taemin saat aku mencoba bicara padanya tentang ayahnya. "Seulgi, apa ramalan Chiron itu?"
Dia mengerucutkan bibirnya. "Jimin, sebaiknya aku nggak—"
"Aku tahu Chiron sudah berjanji pada para dewa bahwa dia nggak akan memberitahuku. Tapi kau toh nggak berjanji, benar kan?"
"Pengetahuan nggak selalu baik untukmu."
"Ibumu adalah Dewi Kebijaksanaan!"
"Aku tahu! Tapi setiap kali para pahlawan mengetahui tentang masa depan mereka, mereka berusaha untuk mengubahnya, dan itu nggak pernah berhasil."
"Para dewa takut akan sesuatu yang akan kulakukan saat aku lebih dewasa," aku menebak. "Sesuatu yang akan terjadi pada saat aku beranjak enam belas tahun."
Seulgi memilin topi Yankeenya dalam genggamannya. "Jimin, aku nggak tahu tentang ramalan lengkapnya, tapi ramalan itu memperingatkan tentang anak blasteran dari Tiga Besar—anak berikutnya yang akan menginjak usia enam belas. Itulah alasan sebenarnya Zeus, Poseidon, dan Hades melakukan sumpah setelah Perang Dunia II untuk tak memiliki keturunan lagi. Anak berikutnya dari Tiga Besar yang menginjak usia enam belas akan menjadi satu senjata berbahaya."
YOU ARE READING
Adventures of the Demigod #2 (k-idol)
AventuraSetelah menghabiskan musim panas lalu berjuang mencegah meletusnya peperangan besar antar para dewa dengan mencari petir asali Dewa Zeus, Park Jimin ternyata belum bisa menikmati ketenangan. Kali ini dia kewalahan menghadapi teman barunya, Tyson, re...