"Satu lawan satu," aku menantang Taemin. "Apa sih yang kau takutkan?"
Taemin mengerutkan bibirnya. Para prajurit yang sudah siap membunuhku tampak ragu, menunggu perintahnya. Sebelum Taemin bisa berkata apa-apa, Agrius, manusia-beruang, berlari ke geladak sambil menggiring seekor kuda terbang. Itu adalah pegasus hitam legam pertama yang pernah kulihat, dengan sayap-sayap seperti gagak raksasa. Pegasus itu tampak siap melompat dan meringkik. Aku bisa memahami pikirannya. Ia memanggil Agrius dan Taemin dengan sebutan-sebutan yang begitu kasarnya sampai-sampai Chiron tentu sudah akan mencuci moncongnya dengan sabun kuda.
"Tuan!" panggil Agrius, sembari menghindar dari kaki sang pegasus. "Kudamu sudah siap!"
Taemin memakukan matanya padaku. "Sudah kukatakan padamu musim panas yang lalu, Jimin," katanya. "Kau nggak bisa membuatku terpancing untuk bertarung."
"Dan kau terus-terusan menghindar," aku menyadari. "Takut prajurit-prajuritmu akan melihatmu dihabisi?" Taemin memandangi anak buahnya, dan dia sadar aku telah memerangkapnya. Kalau dia mundur sekarang, dia akan kelihatan lemah. Kalau dia melawanku, dia akan kehilangan waktunya yang berharga untuk mengejar Krystal. Bagi diriku sendiri, hal terbaik yang bisa kuharapkan adalah mengalihkannya, memberi teman-temanku kesempatan untuk melarikan diri. Kalau ada orang yang bisa memikirkan cara untuk membebaskan mereka dari sana, Seulgi lah orangnya. Hal buruknya, aku tahu betapa mahirnya Taemin dalam adu-pedang.
"Aku akan membunuhmu dengan cepat," putusnya, dan mengangkat senjatanya. Backbiter tiga puluh senti lebih panjang dari pedangku sendiri. Pedangnya berkilat dengan pendar mengerikan abu-abu dan emas, besi tempa manusia disatukan dengan perunggu langit. Aku hampir merasakan bilah pedang itu bertarung melawan dirinya sendiri, seperti dua magnet berlawanan yang terikat bersama. Aku tak tahu bagaimana pedang itu dibuat, tapi aku dapat merasakan kehadiran sebuah tragedi. Seseorang telah tewas dalam proses pembuatannya. Taemin bersiul pada salah satu anak buahnya, yang melemparkan padanya perisai bundar berbahan kulit dan perunggu. Dia menyeringai jahat padaku.
"Taemin," kata Seulgi, "setidaknya beri dia perisai."
"Maaf, Seulgi," kata Taemin. "Kau bawa perlengkapanmu sendiri ke pesta ini." Perisai itu akan jadi masalah. Bertarung dua-tangan dengan hanya memegang pedang memberimu kekuatan, tapi bertarung satu-tangan dengan sebuah perisai memberimu pertahanan lebih baik dan keluwesan. Akan lebih banyak gerakan, lebih banyak pilihan, lebih banyak cara untuk membunuh. Aku terpikir kembali akan Chiron, yang memberitahuku untuk tetap di perkemahan apa pun yang terjadi, dan belajar untuk bertarung. Sekarang aku harus membayar akibat dari tak mendengarkan nasihatnya. Taemin menerjang dan nyaris membunuhku pada percobaan pertama.
Pedangnya mengarah ke bawah lenganku, mengiris menembus kemejaku dan menggores tulang rusukku. Aku melompat ke belakang, kemudian membalas serangan dengan Riptide, tapi Taemin menghantam pedangku menjauh dengan perisainya. "Wah, Jimin," ejek Taemin. "Kau sudah lama tak latihan rupanya." Taemin menyerangku lagi dengan satu ayunan ke arah kepala. Aku mengelak, membalas kembali dengan tikaman. Dia menghindar dengan mudah. Sayatan di tulang rusukku terasa menyengat. Jantungku berpacu. Saat Taemin menerjang lagi, aku melompat mundur hingga tercebur masuk ke kolam renang dan merasakan gelombang kekuatan. Aku berputar di bawah air, menghasilkan awan berbentuk corong, dan menyembur keluar dari kolam terdalam, tepat ke muka Taemin. Kekuatan air itu membuatnya terjungkal, tersedak air dan pandangannya terganggu. Tapi sebelum aku bisa menyerang, dia berguling ke samping dan kembali berdiri. Aku menyerang dan menebas tepi perisainya, tapi itu tidak mengganggunya sama sekali. Taemin merunduk dan menikam ke kedua kakiku. Tiba-tiba pahaku terasa terbakar, dengan rasa nyeri begitu hebat hingga aku terjatuh. Jinsku sobek di atas lutut. Aku terluka. Aku tak tahu seberapa parahnya. Taemin mencoba mencincang ke bawah dan aku berguling ke balik kursi geladak. Aku mencoba berdiri, tapi kakiku tak mampu menahan beban tubuhku.
YOU ARE READING
Adventures of the Demigod #2 (k-idol)
AventuraSetelah menghabiskan musim panas lalu berjuang mencegah meletusnya peperangan besar antar para dewa dengan mencari petir asali Dewa Zeus, Park Jimin ternyata belum bisa menikmati ketenangan. Kali ini dia kewalahan menghadapi teman barunya, Tyson, re...